Jika cinta pertama bagi setiap anak perempuan adalah ayah, tetapi tidak bagi Lara. Menurut Lara ayah adalah bencana pertama baginya. Jika bukan karena ayah tidak mungkin Lara terjebak, tidak mungkin Lara terluka.
Hidup mewah bergelimang harta memang tidak menjamin kebahagian.
Lara ingin menyerah
Lara benci kehidupan
Lara lebih suka dirinya mati
Di tuduh pembunuh, di usir dari kediamannya, bahkan tunangannya juga menyukai sang adik dan membenci Lara.
Lantas, apa yang terjadi? Apakah Lara mampu menyelesaikan masalahnya? Sedangkan Lara bukanlah gadis tangguh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue.sea_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Lara tersenyum menyadari kebodohan Alena. Gadis itu kembali berkata tak kalah lantang dari Alena. "Iya, uang bokap gue kan habis buat lo dan juga nyokap lo. Sayang banget bokap gue lebih sayang kalian yang orang luar dari pada gue."
Lara tersenyum miring, gadis itu maju beberapa langkah sedangkan Alena mundur. Lara tahu Alena sangat takut padanya.
Alena bahkan tak bisa menjawab apapun saat ini. Ditambah lagi bisik bisik para siswa mulai terdengar, sebagian besar menyudutkan Alena.
Alena berusaha menyangkal, ia hanya bisa berbicara sambil terbata-bata. "Ka kakak m ma maksudku."
"Nah, lancarin dulu ucapan lo baru lawan gue."
Lara pergi meninggalkan lapangan, sebenarnya muak, sangat muak dengan Alena dan Rania.
Tanpa gadis itu sadari seseorang menatapnya dengan tatapan sendu. Sejak kedatangan Alena, Lara berubah drastis. "Lo berubah Lara." Lirihnya.
~-----~
Tok
Tok
Tok
"Masuk."
Lara membuka pintu tersebut setelah mendengar sahutan dari dalam. Gadis itu tersenyum simpul pada pria yang merupakan kepala sekolah.
"Maaf membuat bapak menunggu lama. Ada sedikit insiden tadi pagi yang membuat saya terlambat dan mendapat hukuman."
Pak Agung mengangguk memahami.
"Duduklah lebih dulu ada yang harus kita bicarakan."
Lara mengambil tempat duduk di hadapan kepala sekolah. Setelah itu ia mendengar pintu ruang kepala sekolah di ketuk seseorang.
"Maaf Pak, boleh saya menemani kakak saya?"
Lara menoleh kebelakang Lara ingin mengusir Alena tetapi pak Agung malah mengizinkan Alena masuk dan menemani Lara. Bagaimanapun mereka berdua adalah saudara batin pak agung.
Apalagi Alena adalah salah satu siswi berprestasi yang ikut andil dalam menyumbangkan piala dan membawa harum nama sekolah.
"Silahkan." Pak Agung berdiri dan mengajak keduanya duduk di sofa agar lebih nyaman. Pak Agung tampak mengeluarkan sebuah map dari brankas.
"Begini Clara, saya tahu kamu memang dari kalangan kelas atas. Tetapi semua yang mendaftar di sekolah ini harus melewati tes, terutama kamu meminta kelas 12 IPA unggulan."
Pak Agung mulai menjelaskan. Lara tampak tenang, ia tak takut sama sekali gadis itu bahkan menyenderkan tubuh di sofa sambil menyilangkan tangan di dada.
"Kakak, aku takut kakak gak bisa, tes di sini sangat ketat kak." Alena berucap dengan cemas.
Alena masih ingat informasi yang ia dapat mengatakan bahwa kemampuan Lara tergolong pintar tetapi tetap saja masih di bawah Alena. Alena saja sangat kesulitan saat menjawab soal itu dulu.
Pak Agung ikut membenarkan ucapan Alena. "Benar nak, kalau kamu merasa tidak mampu lebih baik mengambil kelas biasa."
Lara merasa ada yang aneh dengan kepala sekolah dan Alena. Tapi gadis itu tersenyum miring. "Lalu? Apa kalian meremehkan saya?"
"Bukan begitu Clara."
"Tapi kak ini-"
Lara memberi kode dengan tangan agar Alena diam.
"Sebelumnya bapak bisa memanggil saya Lara saja. dan satu lagi, saya tetap akan mengikuti tes tak peduli jika saya lolos atau tidak nantinya."
Pak Agung hanya bisa mengangguk, siswi baru di hadapannya sangat keras kepala dan tidak akan ada yang bisa membantah Lara.
Lara menerima kertas yang di sodorkan pak Agung padanya dengan tenang. Sedangkan Alena sudah panik sendiri.
"Kak, belum terlambat kalau kakak ragu."
Lara melirik Alena sekilas, lalu fokus mengerjakan soal. Lara membaca soal tersebut, menurutnya tidak ada yang begitu sulit Lara yakin bisa menjawab tiga puluh lima soal ini dengan benar seluruhnya.
Alena sedari tadi memperhatikan Lara terkejut, kakaknya begitu lancar menuliskan hitung hitungan bahkan Lara tak seperti orang yang kesulitan.
Dua puluh menit sudah berlalu, Lara menyodorkan kertas berisi soal yang sudah dia kerjakan pada Pak Agung.
"Saya sudah selesai."
Saat itu Juga Alena ternganga.
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya