NovelToon NovelToon
Feathers

Feathers

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Cinta Beda Dunia / Iblis / Dunia Lain
Popularitas:509
Nilai: 5
Nama Author: Mochapeppermint

Mereka bilang aku adalah benih malaikat. Asalkan benih di dalam tubuhku masih utuh, aku akan menjadi malaikat pelindung suatu hari nanti, setelah aku mati. Tapi yang tidak aku tahu adalah bahaya mengancam dari sisi manapun. Baik dunia bawah dan dunia atas sama-sama ingin membunuhku. Mempertahankan benih itu semakin lama membuatku mempertanyakan hati nuraniku.

Bisakah aku tetap mempertahankan benih itu? Atau aku akan membiarkan dia mengkontaminasiku, asal aku bisa menyentuhnya?

Peringatan Penting: Novel ini bisa disebut novel romansa gelap. Harap bijak dalam membaca.
Seluruh cerita di dalam novel ini hanya fiksi, sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mochapeppermint, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 The Seed

Ini tidak baik. Aku lebih memilih menjadi gadis pemalas yang gemuk saja daripada harus membaca satu paragraf doa berulang-ulang sampai mulutku kebas, rahangku pun rasanya tidak mau bergerak lagi. Aku tidak tahu sudah berapa lama aku menggumamkan doa ini. Yang aku tahu tanpa kusadari mulutku sudah berhenti begitu saja sampai aku tidak bisa mengucapkan satu patah kata lagi.

“Lagi.” Ucap Pastor Xaverius tegas. Kelotak sepatunya menyadarkanku kalau sejak tadi tanpa lelah dia mengelilingiku yang duduk di tengah-tengah sebuah ruangan luas dan mengucapkan doa tanpa henti. Dia dan satu rekannya, Pastor Titus, sejak tadi terus memaksaku untuk mengucapkan doa ini dengan lantang hingga harus terdengar jelas sampai di sudut-sudut ruangan ini.

Aku menatap lantai putih di bawahku. Kedua tanganku menyangga tubuhku yang terbungkuk di atas lantai dan aku menggeleng pelan tidak bisa berkata apa-apa.

“Lagi.” Sekali lagi aku hanya bisa menggeleng. Pastor Xaverius berlutut di hadapanku dan mendorong kedua bahuku membuatku terduduk tegak. “Lagi, Amy.” Tatapan Pastor Xaverius sangat kokoh. Aku yakin kalau dia bisa dia akan menggerakkan rahangku dan membuatku mengucapkan doa lagi secara paksa.

Dengan mulut kering aku mengucapkan doa yang sudah kuhafal luar kepala. Beberapa kata hampir tidak terdengar lagi karena tumpang tindih dengan kata yang lain dan rahangku semakin lama semakin berat, lidahku pun rasanya sudah menjadi sekaku papan.

Aku mengerang dan kembali terbungkuk. Air mata frustasi sudah mengambang di kedua mataku. Aku menggeleng keras dan membungkam mulutku erat–erat.

Sentuhan lembut terasa di belakang kepalaku. “Cukup untuk hari ini. Besok kamu harus berlatih dengan Pastor Titus.”

Aku mendongak menatap Pastor Xaverius dengan tatapan kesal. Aku ingin berkata padanya kalau dia ini terlalu kejam, tapi mulutku rasanya sudah tidak berfungsi lagi. Aku sudah hafal doa itu di luar kepala, bahkan mungkin nanti malam saat aku tidur aku pasti akan menggumamkan doa itu. Jadi apalagi yang harus dilatih?

Dengan jarinya Pastor Xaverius mengusap pipiku yang basah karena air mata kekesalanku. “Iblis tidak memiliki rasa lelah seperti manusia, Amy. Karena itulah kamu harus belajar mengucapkan doa ini sekuat mungkin.” Pria itu menurunkan tangannya. “Singkirkan kekesalanmu, kamu harus fokus dalam setiap kata dalam doa ini, Amy. Karena saat kamu fokus, maka imanmu akan tumbuh dan iman itulah yang akan menyelamatkanmu lebih daripada doa ini.”

Aku kembali menunduk sambil menghela nafas panjang. Setelah beberapa tarikan nafas, aku mengangguk dan kembali mendongak menatapnya. Pastor Xaverius tersenyum tipis. “Istirahatlah. Sudah malam.”

“Kamu akan berangkat malam ini?” Tanyaku dengan rahang yang terasa kaku.

Pastor Xaverius mengangguk. “Satu jam lagi kami berangkat.” Ucapnya. Namun kedua matanya kembali tampak terbebani. “Nanti akan ada beberapa Pastor yang akan menjaga di depan kamarmu.”

Bulu kudukku meremang. “Apa itu perlu?”

“Entahlah. Aku juga tidak tahu.” Pastor Xaverius mengulurkan tangannya padaku dan mengusap lembut rambutku. “Berjanjilah padaku kalau kamu akan mengingat doa ini. Dan-” Suara Pastor Xaverius terdengar tersekat. “Dan jangan panggil dia.”

Aku menghembuskan nafas bergetar dan mengangguk. Pastor Xaverius tampak enggan sejenak sebelum dia bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya padaku, lalu menarikku berdiri. Dia mengantarkanku hingga ke kamarku. Rupanya sudah ada empat Pastor muda, Pastor Yohanes dan Suster Nadia yang menunggu di depan kamarku.

“Rasanya agak berlebihan.” Bisikku pada Pastor Xaverius pelan agar Pastor lain tidak mendengarku.

“Hanya untuk jaga-jaga saja.” Pastor Xaverius mengangguk. “Masuklah.”

Suster Nadia menggamit lenganku dan kami berjalan masuk. Perlahan pintu mulai tertutup di belakang kami. Aku berbalik. “Hati-hati di jalan.” Ucapku sebelum pintu menutup sempurna. Pastor Xaverius tersenyum dan mengangguk lalu menutup pintu kamarku. Aku mendengar suara rangkaian kunci sebelum keheningan menyapa.

“Maaf, Suster.” Aku berbalik pada Suster Nadia. “Kamu ikut terkurung disini.”

Senyum Suster Nadia terlihat secerah mentari walau ini sudah malam. “Jujur saja aku senang punya ruang tidur sendiri. Biasanya aku tidur bersama dengan sepuluh Suster yang lain.” Ujarnya seraya beranjak ke kasurnya dan duduk di atasnya. “Kadang aku masih rindu sedikit privasi.”

Aku duduk di kasurku dan kami duduk berhadapan. “Mmm… Kalau boleh tahu, bagaimana Suster bisa sampai disini?”

Aku masih punya dua mata yang sehat dan aku bisa melihat Suster Nadia sangat cantik dengan pembawaannya yang anggun. Aku jadi penasaran apa yang membuatnya memutuskan menghabiskan hidupnya di biara ini, memenuhi panggilan ilahi dan jauh dari dunia luar.

“Suamiku meninggal.” Jawaban Suster Nadia mampu membuatku terhenyak. “Aku nggak punya siapapun lagi.”

“Oke.” Aku mengangkat tanganku. “Nggak perlu dilanjutkan lagi Suster. Maaf.”

Suster Nadia tertawa kecil. “Aku sudah menemukan kedamaian disini, Amy. Nggak apa-apa. Lagi pula ini adalah keinginanku sejak kecil, memang setelah bertemu suamiku, aku sempat mengurungkan niatku. Tapi...” Suster Nadia mengedikkan bahunya namun senyumnya masih ringan membuatku ikut tersenyum bersamanya. “Mungkin memang Tuhan punya rencana lain untukku. Dan aku juga berharap kamu akan menemukan kedamaian disini, Amy.” Ucapnya terdengar tulus.

“Terima kasih.” Ucapku bersungguh-sungguh.

1
🌺Ana╰(^3^)╯🌺
cerita ini benar-benar bisa menenangkan hatiku setelah hari yang berat.
Yue Sid
Gak sabar nunggu kelanjutannya thor, semoga cepat update ya 😊
Mochapeppermint: Thank you 😆
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!