Bukan bacaan untuk bocil.
Setiap manusia terlahir sebagai pemeran utama dalam hidupnya.
Namun tidak dengan seorang gadis cantik bernama Vania Sarasvati. Sejak kecil ia selalu hidup dalam bayang-bayang sang kakak.
"Lihat kakakmu, dia bisa kuliah di universitas ternama dan mendapatkan beasiswa. kau harus bisa seperti dia!"
"Contoh kakakmu, dia memiliki suami tampan, kaya dan berasal keluarga ternama. kau tidak boleh kalah darinya!"
Vania terbiasa menirukan apa yang sang kakak lakukan. Hingga dalam urusan asmarapun Vania jatuh cinta pada mantan kekasih kakaknya sendiri.
Akankah Vania menemukan jati diri dalam hidupnya? Atau ia akan menjadi bayangan sang kakak selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Elsa, apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku terlalu takut untuk mengatakan tentang kehamilanku pada mama ataupun kakakku." Vania mengatakan isi hatinya pada Elsa sembari menundukan wajah.
"Kenapa kau tidak mengatakannya pada ayah dari bayi yang kau kandung Vania?" Elsa menyarankan.
"Mintalah pendapat dari pria itu juga. Karna walau bagaimanapun bayi itu ada karna ulah kalian berdua kan? Bukan hanya karna kau sendiri." Ucap Elsa lagi.
"Aku juga tidak berani mengatakannya pada pria itu Elsa." Vania menarik napas panjang sebelum melanjutkan kata-katanya.
"Kami melakukannya saat pria itu sedang mabuk berat. Kalaupun aku mengatakannya, mungkin dia tidak akan percaya padaku dan menganggap aku mengarang cerita agar dia mau menikahiku." Lirih Vania.
"Lagipula dia tidak pernah mencintaiku Elsa, walaupun dia tahu kalau aku telah mengharapkan cintanya selama bertahun-tahun." Cairan bening lolos begitu saja membasahi pipi putih Vania.
"Jangan putus asa Vania, kita cari solusinya sama-sama." Elsa memeluk Vania erat dengan maksud untuk memberi kekuatan.
"Apa aku gugurkan saja kandunganku ini Elsa? Dengan begitu semua masalah akan selesai bukan?" Ucap Vania putus asa.
Belum sempat Elsa menjawab, mereka dikagetkan dengan suara pintu yang dibuka dengan paksa.
Brak!
Elsa dan Vania melonjak kaget.
"Berani sekali kau berpikir untuk melenyapkan anakku Vania? Ibu macam apa kau ini?" Pekik suara berat seorang pria dengan rahangnya yang mengeras.
"K-kak Betrand? Darimana kakak tahu kalau aku ada di sini?" Vania tergugup. Ia tak menyangka akan bertemu dengan pria yang dicintainya lagi, bahkan dalam mimpi sekalipun.
"Ikut aku!" Betrand menarik tangan Vania dengan paksa hingga jarum infus yang menancap di pergelangan tangan wanita itu terlepas.
"Ah, sakit! Lepaskan aku kak!" Rintih Vania kesakitan, namun Betrand yang sudah di kuasai kabut amarah tak peduli.
Pria itu begitu murka saat mendengar Vania ingin melenyapkan anaknya, anak yang bahkan belum terlahir ke dunia ini.
"Masuk!" Betrand mendorong tubuh ringkih Vania agar masuk ke dalam mobilnya.
"Tapi kita akan kemana kak?" Teriak Vania histeris.
"Diam!" Sentak Betrand seraya terus melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimal.
Vania yang tak pernah melihat Betrand semarah itu hanya bisa patuh dan diam.
"Sedang apa kak Betrand di sini? Apa dia mencariku? Kenapa dia bilang Berani sekali kau berpikir untuk melenyapkan anakku? Apa kak Betrand sudah mengingat kejadian di malam itu? Dan mengakui janin dalam rahimku ini sebagai anaknya?"
Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam jiwa Vania.
Di dalam mobil yang sedang melaju kencang itu, hanya ada keheningan di dalamnya. Karna dua insan manusia yang ada di dalam sana tak ada yang bicara sama sekali.
Vania masih takut untuk berbicara, takut membuat Betrand marah lagi. Sedangkan Betrand masih tak menyangka Vania bisa sampai hati berpikir sampai sekeji itu, berpikir untuk melenyapkan darah dagingnya sendiri.
"Turun!" Suara Berat Betrand memecah keheningan diantara mereka.
Vania menuruti perintah Betrand tanpa berani bertanya lagi.
"Ikut aku!" Betrand menarik tangan Vania masuk ke dalam hotel.
Sedangkan Vania hanya bisa menggigit bibir bawahnya untuk meredakan rasa sakit karna Betrand menarik tangannya yang terluka dengan cukup keras, hingga darah kembali menetes di pergelangan Tangan wanita itu.
"Ah, Pelan-pelan kak. Tanganku sakit." Rintih Vania seiring dengan langkah kakinya yang terhenti.
"Shitt! Kenapa aku bisa lupa kalau tangannya sedang terluka!" Betrand merutuki dirinya sendiri.
"Aw. Apa yang kau lakukan? Turunkan aku kak." Pekik Vania saat tubuhnya tiba-tiba terasa melayang karna Betrand menggendongnya seperti pengantin baru.
Namun pria itu tak peduli dengan teriakan Vania. Betrand tetap menggendong tubuh Vania masuk ke dalam lift yang akan membawa mereka menuju ke kamar hotel yang telah ia sewa.
"Tuan!" Dua orang pria berpakaian serba hitam dan satu orang wanita menghampiri Betrand yang baru saja keluar dari pintu lift.
"Apa mereka sudah datang?" Tanya Betrand sembari menurunkan Vania dari gendongannya.
"Belum tuan. Helikopter yang mereka tumpangi masih dalam perjalanan, mungin 10 menit lagi mereka akan datang." Jawab seorang pria berjas hitam.
"Bagus." Betrand menganggukan kepalanya.
"Kau, panggil dokter Silvia untuk mengobati tangannya! Setelah itu dandani dia secantik mungkin." Perintah Betrand pada anak buahnya yang perempuan.
"Baik tuan." Patuh wanita itu sembari menundukan kepalanya.
"Mari ikut saya nona." Ajak wanita itu sembari memapah Vania menuju sebuah kamar hotel yang telah Betrand sewa.
"Jangan takut nona, nama saya Ririn. Mulai sekarang saya akan menjadi asisten pribadi anda." Kata Ririn ramah.
"I-iya." Walaupun merasa bingung, Vania tetap menuruti perintah wanita itu.
Ririn memapah Vania dengan sangat hati-hati, seakan dia sedang menjaga nyawanya sendiri. sampai mereka tiba di sebuah kamar hotel yang telah Betrand sewa untuk Vania.
"Silahkan duduk nona, sebentar lagi dokter Silvia akan datang." Ucap Ririn dengan ramah. Vania hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum kaku.
Benar yang dikatakan wanita itu, karna tak lama kemudian seorang dokter wanita muda masuk ke dalam kamar hotel yang ditempati Vania.
Dokter Silvia memeriksa kondisi Vania dengan seksama, setelah itu membalut luka Vania dengan perban yang baru.
"Aku akan menyuntikan obat agar rasa sakit di tangan anda sedikit mereda nona." Dokter Silvia tersenyum ramah ke arah Vania.
"Terima kasih dokter." Vania mencoba tersenyum pula.
"Ini resep untuk anda, mintalah pada tuan Betrand untuk segera menebusnya. Semoga lekas sembuh." Ucapan dokter itu membuat Vania mengerutkan dahinya.
"Mana berani aku menyuruh kak Betrand untuk menebus obatku." Batin Vania.
"Berikan pada saya saja resep obatnya dokter." Ririn mengambil resep obat itu sebelum Vania mengambilnya.
"Mari saya antar anda sampai ke depan." Ririn memberi jalan agar dokter Silvia bisa lewat. Dokter Silvia tersenyum manis ke arah Vania sebelum akhirnya berlalu meninggalkan wanita cantik yang tengah kebingungan itu.
Tak sampai lima menit Ririn sudah kembali dengan dua buah gaun pengantin yang sangat indah di kedua tangannya.
"Anda lebih suka yang mana nona?" Ririn bertanya pada Vania, seraya menunjukan dua gaun pengantin yang sama indahnya pada Vania.
"Semuanya bagus, jadi terserah kau saja." Jawab Vania karna ia sendiri bingung harus memilih yang mana.
"Baiklah saya pilihkan yang ini saja, karna yang ini ada sarung tangan panjangnya jadi luka anda tidak akan terlihat." Ririn sudah memutuskan.
"Sekarang pakailah gaun ini nona. Atau anda mau saya membantu memakaikannya mengingat tangan anda sedang sakit." Ucap Ririn lagi.
"Tapi kenapa aku harus memakai gaun pengantin ini? Memangnya siapa yang akan menikah?" Tanya Vania pula. Namun Ririn tak menjawab Vania dan lebih memilih segera membantu Vania mengenakan gaun pengantinnya.
"Wah anda cantik sekali nona." Ririn menatap kagum pada pantulan bayangan Vania di dalam cermin meja rias.
Dengan kemampuan yang dimiliki Ririn, kini Vania sudah mejelma menjadi seorang pengantin yang sangat cantik.
Bersambung.
gitu amat sikapnya 😡😡
Gak sabar nunggu moment itu terkuak 👍🤗