Lie seorang pria dari keluarga kelas menengah harus di usir dari sekte karena bakatnya yang buruk, tidak hanya itu, bahkan keluarganya pun dibantai oleh sebuah sekte besar, dia akhirnya hidup sebatang kara di sebuah desa terpencil. Tanpa sengaja Lie menemukan sebuah warisan dari leluhur keluarga, membuatnya tumbuh menjadi kuat dan mulai mencari siapa yang sudah membantai keluarganya,
akankah Lie berhasil membalaskan dendam keluarganya dan melindungi para orang-orang terdekatnya...
Cerita ini adalah fiksi semata, penuh dengan aksi dan peperangan, disertai tingkah konyol Mc
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mdlz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hadiah
Awalnya Darto memang sudah berencana untuk meminta Lie menjadi anak angkatnya, apalagi saat mendengar kisah yang di ceritakan oleh Lie, tapi Miya sudah lebih dulu mendahului.
"Mungkin langit memang memberkati keluarga Prakasa dengan mengirimkan Lie di tengah-tengah keterpurukan keluarga Prakasa. Apa yang aku pikirkan ternyata menjadi kenyataan." batin Tetua Erwin sambil menghapus air matanya, yang tiba-tiba menetes akibat haru.
Sementara di dekat ruang makan, Hilda dan Acha menatap kejadian itu dengan air mata menetes juga, rasa haru dan bahagia hadir di semua hati orang di rumah itu.
Setelah mendengar kata Darto, Lie segera melepaskan diri dari pelukan Miya dan langsung berlutut sambil membenturkan kepalanya ke lantai sebanyak tiga kali, seraya berucap dengan suara serak dan gemetar karena bahagia. "Lie menghormat pada Ayah Darto dan Ibu Miya, mulai hari ini Lie adalah putra kalian."
Tangis bahagia pecah ketika kedua suami istri datang dan mengangkat tubuh Lie, lalu memeluknya dengan penuh kasih sayang, ketiga orang itu pun berpelukan seperti layaknya Teletubbies.
"Anak yang baik... Anak yang baik! Mulai sekarang Prakasa resmi menjadi Keluargamu, dan kamu masih boleh memakai nama Nugraha sebagai margamu." Kata Darto lalu di amini oleh Miya.
"Prosesi belum lengkap jika belum menyembah langit." kata Tetua Erwin mengingatkan.
"Ah... Kami hampir lupa paman." kata Darto, dia cepat-cepat menarik istri dan putra barunya untuk berlutut dan menghormati pada langit.
Setelah ketiganya berlutut dan disaksikan oleh semua keluarga Prakasa yang lain, terutama Tetua Erwin. terdengar suara yang sungguh-sungguh dari mulut Darto
"Aku.. Darto Helem, mulai hari ini akan menjadi ayah bagi Lie. Dan akan selalu melindungi dari semua bahaya dalam hidupnya, biarkan langit menjadi saksinya." ucap Darto dengan suara tegas.
"Aku.. Miya Prakasa, mulai hari ini akan menjadi ibu bagi Lie, dan berjanji kepada langit untuk merawat dan menyayanginya sepenuh jiwa."
"Aku Lie Ragil Nugraha, Mulai hari ini menjadi putra Ayah Darto dan Ibu Miya, dan berjanji akan menjadi putra yang berbakti dan bisa di banggakan untuk ayah dan ibuku."
Saat ketiganya mengucapkan janji masing-masing, langit mengeluarkan petir, seolah merestui hubungan baru ketiganya.
Sementara itu, Acha yang melihat itu tersenyum manis menatap Lie, perasaannya semakin campur aduk, apalagi saat mendengar pembicaraan kalau bibinya mau melamar dirinya jika mereka memiliki putra, dan saat ini doa mereka terwujud, bukankah itu berarti dia akan menjadi istri Lie?
Membayangkan hal itu wajahnya langsung memerah karena malu dan senang.
"Sudah! Mari kita makan bersama, merayakan hari baik ini." kata Tetua Erwin memecah keheningan.
Semua orang pun akhirnya mengelilingi meja ruang makan yang sudah penuh dengan berbagai jenis makanan.
Miya Menggenggam tangan Lie seakan tidak ingin anak itu jauh darinya, bahkan saat makan dia mengambilkan beberapa lauk agar Lie dapat makan dengan banyak.
Sementara Lie saat ini hatinya sedang bahagia, akhirnya dia bisa kembali merasakan kasih sayang seorang ibu meski buka ibu kandungnya. Namun perasaan seorang anak telah tertanam di hatinya, dan dalam benaknya dia berjanji untuk mengobati luka Miya agar bisa memiliki darah daging sendiri di masa depan.
Sebenarnya ada Pil untuk memperbaiki kandungan Miya, namun Lie membutuhkan buah pohon kehidupan dan tidak tahu harus mencarinya kemana.
Lie tidak sadar bawah pohon yang di temukan saat berada di gua Pheonik itu adalah pohon kehidupan, bila saja dia tahu mungkin dia akan merasa lebih bahagia.
"Huh... Mentang-mentang sudah punya putra, suami jadi acuhkan." Darto tiba-tiba merajuk.
"Apa kamu cemburu suamiku pada pita sendiri? Kalau begitu, mulai malam ini kamu tidur sendiri!" ucap Miya mencibir.
Canda tawa keluarga baru itu sontak membuat semua orang tertawa. Lie dalam hati sangat bersyukur, akhirnya dia bisa merasakan kehangatan sebuah keluarga.
*
Setelah selesai makan, mereka kembali berkumpul ruang tamu, Miya dan Hilda mengeluarkan beberapa buah untuk cemilan sambil mengobrol.
Sementara Acha pergi ke dapur membuatkan teh dan kopi.
"Lie, apa ranahmu sekarang? Aku Tak bisa melihat kultivasimu, kedepannya aku akan memberikan sumber daya untuk kemajuan kultivasimu, aku jamin kamu akan menjadi kultivator yang kuat seperti Ayahmu ini." ucap Darto sambil menepuk dadanya dengan bangga.
Dia layak bangga sebab saat ini dia sudah berada di ranah Alam Penguasa menengah tingkat akhir. Dengan sumber daya yang cukup dan keberuntungan, tidak sampai 10 tahun dia akan mencapai Kaisar Abadi, dimana dialam rendah ini dia termasuk kultivator tingkat tinggi.
"Jangan terlalu bangga dengan dirimu Darto. Kalau kamu tahu ranah Lie, mungkin kamu akan muntah darah atau menggali lubang." sahut Tetua Erwin terkekeh geli.
Miya yang berada di samping Lie sambil mengelus kepala anak itu, tampak dia sangat sayang dengan putra barunya.
"Memangnya Lie sudah di ranah apa ayah?" tanya Parto penasaran.
"Apa kalian tahu usia Lie sekarang? Tanya Tetua Erwin balik bertanya.
"Baru 19 tahun kan ayah, kemungkinan saat ini ranahnya ada di Alam Guru seperti Acha." kata Hilda menanggapi.
"Kamu terlalu memandang remeh dirinya, coba kamu keluarkan auramu Lie, tapi jangan dibatasi, keluarkan semuanya," pinta Tetua Erwin pada Lie.
Memang saat bercerita tentang hidupnya tadi, Lie tidak menceritakan ranahnya sehingga mereka mengira jika Lie masih berada di ranah rendah.
Dengan perlahan Lie mengeluarkan auranya, semuanya dia keluarkan tanpa menahan sedikit pun sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Tetua Erwin.
Saat Lie selesai mengeluarkan aura tahap langit menengah puncak, semua orang menelan ludahnya tidak percaya. Rasa terkejut dan malu, saat ini berputar dan menjadi satu kesatuan.
"Adakah diantara kalian yang seusia Lie sudah mencapai ranah langit? bahkan Prajurit agung pun aku rasa tidak." ucap Tetua Erwin sambil menatap kearah semuanya.
Kelima orang itu mengangguk setuju dengan wajah masih keheranan, bila mereka tahu Lie juga Alkemis bintang 5, mungkin mereka semua membubarkan diri karena malu.
Saat suasana sudah mulai tenang kembali, tiba-tiba Lie mengeluarkan cincin perak bermotif naga dan menyerahkannya pada Tetua Erwin.
"Kakek, ini adalah warisan leluhur, kakek bisa mewakili patriak untuk menerimanya, Aku tidak berani melihat isinya karena beliau berpesan ini adalah milik keturunan keluarga Prakasa." kata Lie dengan wajah serius.
"Bagaimana cincin ini bisa ada padamu? Bukankah cincin ini hilang di tempat kamu menerima petir surgawi?" tanya Tetua Erwin.
Lie segera mengerahkan kekuatan Spiritualnya kearah cincin penyimpanan di tangan kirinya, dan saat semua melihat kearah tangan Lie, tiba-tiba terlihat sebuah cincin berhias kepala naga hitam.
"ini adalah cincin pemberian leluhur, di dalamnya terdapat warisan yang diberikan buatku, termasuk ini." kata Lie sambil mengeluarkan dua token dari cincinnya.
Sebuah token lambang keluarga Nugraha kuno dan juga token sekte Tombak Kegelapan. Dia meletakkan kedua token itu di atas meja.
"Entah mengapa setelah mendapat petir itu, cincin ini berubah menjadi sebuah gambar di tanganku, maka dari itu aku sama sekali tidak menyadarinya, kek." jelas Lie pada Tetua Erwin.
"Memang langit membantu takdir keluarga Prakasa, kamu adalah keturunan keluarga Nugraha. Yang mana Leluhur mu itu adalah sahabat Setian leluhur kami, oleh karena itu token ini sudah pasti ada di tangan keluarga Nugraha sebagai tanda hubungan baik kedua keluarga." jawab Tetua Erwin panjang lebar.
"Kamu memang ditakdirkan menjadi bagian dari keluarga ini Putraku." ucap Darto sambil menepuk bahu Lie.
Lie hanya tersenyum menanggapi ucapan ayahnya itu.
"Oya, aku punya hadiah untuk Kakek Erwin, Paman Parto, bibi Hilda, Acha, ayah dan ibu," ucap Lie mengabsen dengan jelas.
Lie mengeluarkan botol giok lalu memberikan kepada semua orang.