Memperhatikan cerita kehidupan seseorang yang sedikit berbeda, membuat wanita cantik bernama Nining tertarik akan sebuah masalah kehidupan Ustadznya.
Nining berniat mengajak Ustadznya menikah hanya sebuah gosipan.
Berhasil dan si lelaki menyetujui, apa yang akan di lakukan Nining selanjutnya saat setelah menikah dengan Ustadznya yang bernama Ilham?
Akankah nantinya Nining menyesal telah mengajak menikah Ilham?
Mari kita saksikan kisahnya hanya di aplikasi noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cici Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab - 15
Setelah mandi dan menggunakan handuk kimono, Nining melilitkan rambutnya dengan handuk kecil. Begitu damainya ia mandi pagi ini. Biasanya ia harus cepat-cepat dan mengantri lama untuk mandi. Namun sekarang ia sangat bahagia bisa bebas sedemikian rupanya. Ia pun membuka pintu dan kembali melangkahkan.
Brak!
"Aaaa..." teriak Nining secara spontan saat terjatuh kelantai akibat keset kaki di depan pintu basah dan licin. Ia merasakan salah satu pergelangan kakinya sakit dan tidak bisa di gerakkan sama sekali.
"Astaghfirullah... Kenapa Mi?" tanya Ilham yang berlarian ke dalam kamar saat mendengar teriakan dari Nining. Nining langsung menoleh ke Ilham yang terdengar mendekatinya. "Astaghfirullah..." ucap Ilham sembari menutupi kedua matanya.
Nining jelas kebingungan dengan tingkah Ilham yang melihatnya. Nining pun langsung melihat ke arah penglihatan Ilham yang tertuju pada bagian dadanya yang memperlihatkan handuk Nining terbuka dan bagian belahan payudara terlihat.
'Memangnya kenapa sih kalau terbuka kayak begini? Lagian katanya bebas. Tapi Abi kayak ketakutan begitu melihat ku. Memangnya aku ini horor apa kalau kayak begini?' Nining masih belum bisa bergerak dengan ia kembali melihat ke Ilham yang terlihat telah membuka mata dan menahan sesuatu.
Akan tetapi Ilham sendiri berusaha terlihat biasa-biasa saja dengan perlahan mendekati Nining. Ia pun duduk berjongkok. "Ummi kenapa?"
"Aku terpeleset Bi. Itu tuh gara-gara kesetnya licin." Nining menunjuk keset yang sudah masuk ke dalam kamar mandi. 'Aku keluar dia masuk. Ih... Dasar keset kaki.'
"Kok bisa basah kayak begitu Mi? Ummi mandi apa buang air?"
Nining sangat kesal mendengar perkataan Ilham yang tidak lucu baginya. "Abi jangan buat aku emosi deh. Dimana-mana mandi itu airnya di buang, di siram, bukan di lihatin aja. Enggak bisa mandi kalau kayak begitu Bi." protesnya.
Ilham tertawa terpingkal-pingkal sembari menahan perutnya. Baru kali ini Nining melihat ekspresi Ilham yang jauh berbeda. 'Kayaknya sekarang enggak bisa di tahan lagi deh. Tapi di mana lucunya sih?'
"Iya sudah bangun Mi."
"Aku enggak bisa berdiri Bi. Kaki aku sakit banget." Nining menujuk pergelangan kaki kanannya.
"Iya sudah sini Abi gendong." tawar Ilham.
"Terangkat enggak Bi?"
Ilham mengangguk dengan langsung menggendong Nining. Ia pun meletakkan Istrinya itu untuk duduk di pinggir ranjang. Ternyata kedua lutut Nining juga terluka.
"Astaghfirullah Mi... Berdarah juga. Sebentar Abi ambil obat dulu." Ilham terkejut dan cemas dengan ia segera keluar kamar.
Nining hanya mengikuti saja sembari membenarkan handuknya yang hampir terbuka ikatannya. Penampakannya saat ini terlihat jauh lebih seksi.
"Astaghfirullah..." ucap Ilham yang baru masuk dan segera beristighfar saat melihat rupanya Nining.
Nining malahan berpikir bahwa Ilham itu cemas atau memang sebegitu seram dirinya saat ini
Ilham mengusap wajahnya sembari kembali mendekati Nining. Ia pun kembali duduk berjongkok dan membuka kota obat yang ia bawa. "Tahan ya Mi." Ilham memberikan obat di kedua kaki Nining.
Nining merasa perih pada luka yang dioleskan obat oleh Ilham. Akan tetapi tidak sesakit di pergelangan kakinya.
Ilham begitu saja menutup-nutupi luka Nining begitu lembut. 'Abi cocok juga kalau menjadi dokter.'
"Ini sudah. Sini kakinya Abi urut." Ilham meletakkan obat di tempat semula dengan mengambil salah satu kaki Nining.
"Memangnya Abi bisa? Entar salah lagi Bi, bukannya sembuh, tambah sakit lagi." tanya Nining yang tidak percaya pada Ilham dalam mengurut kakinya. "Abi kan Guru, bukan tukang pijit."
"Insyaallah Abi bisa Mi. Tahan ya Mi. Ini sakit sedikit kok. Bismillahirrahmanirrahim." Ilham memijit dengan sangat pelan sampai,
Krak!
"Aaaaaa... Abi..." teriak Nining merasa kesakitan.
"Gimana sekarang?" tanya Ilham mengelus-elus kaki Nining.
Nining terdiam dengan menggerakkan kakinya. Ternyata sudah bisa di gerakkan. Namun masih nyeri. "Sakitnya berkurang Bi. Tapi bisa di gerakkan. Tadi enggak bisa sama sekali. Terimakasih Bi." Nining merasa lega bahwa ia tidak lumpuh.
Ilham tersenyum. "Alhamdulillah. Iya sudah sekarang Ummi pakek baju." perintahnya.
Nining perlahan berdiri. "Aw..." Ia tidak bisa bergerak secara sempurna akibat kakinya masih nyeri. Akhirnya ia duduk kembali.
"Masih sakit ya Mi?" tanya Ilham yang cemas dengan kondisi Nining.
"Iya Bi masih. Kalau kayak begini Abi bisa tolong ambilkan baju aku enggak?"
Ilham langsung mengambil tas Nining dan meletakkan di bawah dekat kaki istrinya itu.
"Mana bisa aku ambilnya Bi. Letaknya di atas ranjang aja."
"Kalau di sana kotor Mi. Ini tas Ummi aja ada bekas tanahnya. Baru juga di ganti." Ilham menunjuk seprai yang memang sudah di ganti dengan yang baru, berwarna kecoklatan tua.
Nining baru ingat pada bercak pada bagian tubuhnya. "Oh iya Bi. Abi membersihkan kasur tadi ketemu dengan serangga enggak?"
Ilham menggelengkan kepalanya.
"Nanti aku mau periksa lagi kalau kayak begitu."
"Enggak ada Ummi. Di jamin bersih."
"Kalau bersih kenapa ini, nih bisa kayak begini? Pasti di gigit serangga Bi." Nining menunjuk semua gigitan hewan itu dengan Ilham menahan tawanya. 'Orang serius, bukan melawak.' Nining semakin kesal dengan tingkah Ilham. "Abi ada yang kayak begini nggak?" tanya Nining yang tidak melihat apapun pada leher Ilham.
Ilham semakin tersenyum-senyum. "Enggak ada Mi."
Nining mengelus lehernya. "Aneh ya Bi."
"Iya sudah lupakan soal itu. Lebih baik Ummi pakek baju sekarang."
"Enggak bisa ambil Bi. Abi aja kalau begitu bantuin ambilkan semua baju ku. Bra-nya pilih yang ukuran besar ya Bi. Kayaknya itu punya temen-temen aku kebawa." pinta Nining.
Ilham begitu saja membuka tas Nining yang isi dalam tas itu berantakan. "Kok bisa kebawa sih Mi? Apa kalian saling pakek baju?" tanya Ilham sembari mencari semua pakaian yang di minta istrinya.
"Terkadang Bi. Tapikan namanya asrama ya. Kalau baju itu sering ketukar. Oh iya Bi. Baju perpisahannya belum aku setrika. Apa Abi mau bantuin aku? Abi kan baik hati, katanya bertanggung jawab soal apa pun. Termasuk membantu ku." rayu Nining dengan lemah lembut.
"Ini semuanya." Ilham memberikan pakaian dalam Nining. "Ini Abi setrika sebentar. Ummi pakek aja dulu baju dalamnya. Bisa enggak pakek sendiri?" tanya Ilham memastikan.
"Bisa Bi. Kalau pakek ini." Nining menujuk semua yang di beri Ilham.
Ilham mengangguk dengan berjalan keluar kamar. 'Baik banget Abi mau bantuin aku. Aku juga harus baik sama dia. Eh tapikan kurang baik apa coba aku sama dia. Orang aku aja membantuinya untuk enggak di gosipin lagi. Setidaknya kebaikannya saat ini adalah bukti bahwa dia tau cara membalas kebaikan orang lain.'