NovelToon NovelToon
Penyesalan Anak Dan Suami

Penyesalan Anak Dan Suami

Status: tamat
Genre:Tamat / Keluarga / Penyesalan Suami
Popularitas:4.7M
Nilai: 4.9
Nama Author: D'wie

Sikap anak dan suami yang begitu tak acuh padanya membuat Aliyah menelan pahit getir segalanya seorang diri. Anak pertamanya seorang yang keras kepala dan pembangkang. Sedangkan suaminya, masa bodoh dan selalu protes dengan Aliyah yang tak pernah sempat mengurus dirinya sendiri karena terlalu fokus pada rumah tangga dan ketiga anaknya. Hingga suatu hari, kenyataan menampar mereka di detik-detik terakhir.

Akankah penyesalan anak dan suami itu dapat mengembalikan segalanya yang telah terlewatkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PAS 15

Tangan Amar seketika Tremor. Tubuh Aliyah semakin dingin membuat dentuman maha dahsyat di dalam dadanya.

Masih teringat jelas penampakan darah kering di bantal dan seprei tadi. Sangat banyak. Ia pun sampai merinding melihatnya. Amar tak bisa membayangkan, betapa besar luka di kepala Aliyah sampai darahnya bisa sebanyak itu.

'Bodoh! Kau benar-benar bodoh, Amar. Bagaimana Aliyah bisa tidak apa-apa sementara asbak yang kau lemparkan saja terbuat dari beling yang tebal. Entah sebesar apa luka itu sampai darahnya bisa sebanyak itu,' lirihnya dalam hati. "Kau juga Aliyah, kenapa diam saja? Apa kau sengaja ingin menyiksaku secara perlahan dengan penyesalanku?' imbuhnya lagi dengan tubuh yang bergetar hebat. Amar menghela nafas berat, sampai sekarang tremornya belum juga menghilang.

Dipandanginya lekat wajah sang istri yang berbaring di pangkuannya. Pipinya begitu tirus, lingkar mata hitam, dan bibir membiru. Lama sudah ia tidak memandang lekat istrinya itu. Selama ini, ia selalu mengutamakan ego hingga mengabaikan sosok malaikat dalam rumah tangganya.

Disentuhnya jari-jemari Aliyah. Aneh, tubuh Aliyah tampak kurus, tapi jari-jari Aliyah hingga pergelangan tangannya terlihat lebih besar seperti membengkak.

'Mengapa aku sampai tidak menyadari kalau tubuhmu sekarang benar-benar kurus? Tapi ... kenapa jari-jari hingga lenganmu besar seperti membengkak? Sebenarnya apa yang terjadi?" Helaan nafas kasar keluar dari bibir Amar. "Aliyah, apakah hidup bersamaku membuatmu begitu menderita?' Batin Amar bermonolog.

Ditekannya dadanya yang benar-benar sesak. Selama ini ia selalu menunjukkan rasa tak suka dan kekesalannya pada Aliyah. Ia bahkan tidak peduli sama sekali dengan Aliyah.

Dulu, Aliyah sering mengeluh lelah, capek, terutama setelah Amri lahir, tapi ia tidak peduli. Ia justru marah dan menudingnya selalu mengeluh.

Sebelum Amri lahir, Amar juga sering mendengar keluhan Aliyah kalau ia sakit kepala. Tapi Amar tak pernah menggubrisnya. Ia justru pura-pura tidak mendengar keluhan istrinya itu. Pernah suatu hari, Aliyah membangunkannya di tengah malam agar Amar bisa membelikannya obat pereda sakit kepala. Aliyah mengatakan kepalanya benar-benar sakit. Perutnya juga perih dan terasa melilit, tapi ia tidak peduli ia justru marah karena Aliyah membangunkannya saat ia sedang tidur pulas-pulasnya. Amar memejamkan matanya, seperti ada luka di dalam dadanya, tapi luka itu tak berdarah. Namun nyerinya terasa hingga ke setiap sendi dalam tubuhnya.

Tak lama kemudian, akhirnya mobil Amar yang dikendarai pak RT pun tiba di depan rumah sakit. Pak RT keluar terlebih dahulu dan berteriak meminta bantuan.

Petugas medis pun akhirnya berhamburan keluar sambil mendorong brankar. Dibantu petugas, Amar lantas menggendong Aliyah dan membaringkannya pelan-pelan ke atas brankar.

Petugas medis pun segera mendorong brankar Aliyah menuju Instalasi Gawat Darurat. Amar pun mengikuti dengan pikiran berkecamuk. Ia seperti linglung sendiri.

"Pak Amar, sebaiknya pak Amar urus administrasi Bu Aliyah dulu. Setelahnya, bapak bisa susul kami ke IGD," ujar pak RT memberikannya arahan.

Amar lantas mengangguk dan segera mengurus pendaftaran administrasi Aliyah. Setelahnya, ia segera menyusul Aliyah.

"Bagaimana pak? Apa sudah ada yang keluar dari dalam sana?" tanya Amar setelah bertemu pak RT.

Pak RT pun menggeleng, "belum. Sepertinya mereka masih memeriksa keadaan Bu Aliyah."

Amar menghela nafas panjang. Ia meraup wajahnya kasar. Padahal tubuhnya sedang benar-benar lelah, tapi kepulangannya justru disambut hal yang tidak terduga seperti ini.

Pintu IGD terbuka, seorang dokter keluar dari dalam sana.

"Keluarga Bu Aliyah?"

"Saya suaminya, Pak," ujar Amar seraya maju mendekati sang dokter.

Tanpa basa-basi, dokter pun berkata, "istri Anda dalam keadaan kritis. Anda nyaris benar-benar terlambat membawanya kemari. Luka di kepala Bu Aliyah ternyata cukup besar dan dalam sehingga kita harus mengambil tindakan operasi. Tapi yang jadi kendala, detak jantung pasien sangat lemah. Tekanan darah pun sangat rendah. Jadi untuk sementara kita belum bisa melakukan tindakan selain membersihkan luka dan memantau detak jantungnya. Semoga dalam satu dua jam ke depan, tekanan darah dan detak jantungnya sudah lebih baik sehingga kita bisa melakukan tindakan operasi. Silahkan Anda mengisi surat persetujuan di bagian administrasi untuk tindakan lebih lanjut," ujar dokter tersebut.

Lagi-lagi Amar linglung. Ia tidak menyangka, akibat lemparannya kemarin bisa sefatal ini. Kepala Amar seketika berdenyut nyeri.

"Pak Amar, Pak," panggil pak RT menyadarkan Amar dari lamunannya.

"Ah, i-iya, pak," sahut Amar.

Pak RT menghela nafas panjang, "sebaiknya bapak segera menghubungi keluarga yang lain. Sepertinya keadaan pak Amar sedang tidak baik-baik saja. Ingat pak, untuk menjaga orang yang sakit memerlukan fisik dan mental yang kuat. Semoga dengan dukungan dari keluarga, bapak bisa melewati masa sulit ini dengan baik," nasihat pak RT.

Amar setuju dengan perkataan pak RT. Tapi yang jadi masalah, bagaimana respon orang tua dan mertuanya nanti bila mengetahui keadaan Aliyah seperti ini? Apalagi setelah mereka tahu kalau dirinya lah penyebab Aliyah sampai kritis seperti ini.

Setelah mengucapkan itu, pak RT pun pamit sebab ia masih banyak urusan di rumah.

Sepeninggal pak RT, tinggallah Amar seorang diri di sana. Sejak tadi ponselnya berdering, tapi karena pikirannya yang kusut, membuatnya enggan merespon panggilan yang berasal dari Nafisa itu.

"Mas Amar mana sih? Kok tumben nggak ngangkat panggilan aku?" gumam Nafisa sambil berbaring di ranjangnya.

Detik berganti menit. Bahkan tanpa terasa, dua jam telah berlalu, tapi keadaan Aliyah masih seperti sebelumnya. Belum ada perkembangan sama sekali.

"Bagaimana, Pak? Kami serahkan keputusan kepada bapak. Bila bapak tidak masalah, kami akan mengoperasi istri Anda segera. Tapi seperti yang saya katakan, segala kemungkinan bisa saja terjadi sebab keadaan istri Anda saat ini memang sudah sangat mengkhawatirkan," ujar sang dokter.

Amar memijat pelipisnya yang pening. Menunggu ataupun dioperasi sekarang, risikonya tetap sama saja. Dengan berat hati, Amar pun setuju operasi tetap dilaksanakan sekarang juga.

"Baik, Pak. Kami akan mengupayakan yang terbaik semampu kami. Namun, tetap saja, yang memegang kuasa adalah Allah SWT. Sebaiknya Anda banyak-banyak berdoa, semoga operasi berjalan lancar," ujar dokter tersebut sebelum masuk ke ruang operasi untuk mempersiapkan operasi Aliyah.

...***...

Operasi telah dimulai sejak satu jam yang lalu, tapi sampai saat ini belum ada tanda-tanda operasi akan selesai. Amar hanya bisa termenung sambil terus berharap agar Aliyah selamat.

Saat sedang termenung, tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi. Tapi kali ini berasal dari Nana.

"Halo, Na," lirih Amar.

"Ayah, bagaimana keadaan ibu? Ibu baik-baik aja kan, Yah? Ibu nggak kenapa-kenapa kan?" tanya Nana khawatir.

Amar menghela nafas panjang, "ibu sedang dioperasi. Keadaan ibu kritis. Kamu berdoa ya, semoga operasinya berjalan lancar sehingga ibu bisa segera sembuh."

"Aamiin, Yah," ujar Nana dengan suara bergetar.

"Yah, ayah yakin kan ibu bisa sembuh?"

"Kenapa Nana tanya begitu?"

"Nggak tau. Cuma ... Nana sadar, Nana banyak salah sama ibu. Nana udah buat ibu sedih dan kecewa. Bagaimana kalau ibu pergi ninggalin kita, Yah? Bagaimana kalau ibu nggak mau lagi sama kita? Nana ... takut," ujar Nana getir. Amar terhenyak. Mendengar penuturan anaknya membuat dada Amar seketika terasa makin sakit. Membayangkan Aliyah pergi dari hidup mereka, benar-benar membuatnya sesak.

"Nana jangan ngomong begitu. Doakan saja, ibu segera sembuh. Oh ya, Gaffi dan Amri mana? Apa mereka masih nangis?"

"Nggak. Mereka barusan tidur. Tadi Gaffi dan Amri nangis terus. Bu RT sama Bu Ani sampai kewalahan diemin mereka. Untung aja sekarang udah tidur. Mungkin karena kecapekan jadi mereka akhirnya tertidur."

Amar tercenung. Baru satu hari Aliyah sakit, semua sudah menjadi kacau balau seperti ini. Bahkan mereka sampai butuh bantuan tetangga untuk mengurus anak-anaknya. Lantas, bagaimana kalau Aliyah benar-benar tiada?

Amar menggelengkan kepalanya. Ditepisnya jauh-jauh pikiran buruk itu. Itu tidak boleh terjadi.

"Aliyah pasti akan sembuh. Ya, pasti," ucapnya sedikit meragu. Apalagi setelah dokter menyatakan Aliyah makin kritis.

...***...

...HAPPY READING...

... ❤️❤️❤️...

1
Mirani Rani
Lumayan
Mirani Rani
Luar biasa
Husnul Khalifah
baru baca pala udah puyeng apalagi kalo ada di posisi aliyah
Yovita Vita
gak seru,polisinya polisi india
Yovita Vita
pasti si penjahat budi
Yovita Vita
ayahnya amar yg datang
Yovita Vita
budibyg mukul amar
Yovita Vita
dasat nafisa sundal
Yovita Vita
aliyah😭😭😭
Yovita Vita
alaram yg berbunyi di ponsel aliyah
Yovita Vita
amar dn fisa kakak beradik
Yovita Vita
baru tau rasa,amar laki brengsrk
Vivi Abdi Aza
Luar biasa
Vivi Abdi Aza
Lumayan
Yovita Vita
gk tega q,Ikutan 😭😭
CikCintania
perkara paling menakutkn di dunia kehilangan org paling d sayang.. 😭😭
CikCintania
lah kenapa xpenjarakn saja.. nanti d luar makin teruk pula🤭🤭
CikCintania
Ayok adik beradik kali🤭🤭
Yovita Vita
batu baca bab 1 udh mancing emosi
CikCintania
Didikn Bundanya sdh betul anaknya sendiri yg maw jadi setan ..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!