Dear My Ex Husband..
Terimakasih untuk cinta dan luka yang kau beri..
Mario menemukan sepucuk surat dari mantan istrinya sebelum pergi, dua baris kata yang entah mengapa seperti mengandung misteri untuknya..
Mereka berpisah baik- baik bahkan sampai mantan istrinya akan pergi mantan istrinya masih mengungkapkan bahwa dia mencintai Mario..
...
Kebodohan yang Namira lakukan adalah menikmati malam bersama mantan suaminya, hingga Namira menyadari apa yang dia lakukan menyakiti dirinya sendiri.
Apalagi saat mendengar kata- kata dari mantan suaminya..
"Aku harap dia tumbuh, untuk menjadi bukti cinta.." katanya sambil mengelus perut Namira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Tinggalkan Demi Anak Dari Istri Sah
"Aku akan menikah bulan depan.."
Degh..
Tubuh Namira terasa dingin, kini pelukan Mario seolah tidak bisa menghangatkan hatinya.
"Apa kamu menginginkannya?"
"Tidak ada pilihan lain.." Namira memejamkan matanya.
"Aku hanya ingin mengatakan meskipun aku menikah dengan wanita lain aku akan selalu mencintai kamu, selamanya.."
Bohong..! Namira berteriak dalam hati, saat itulah Namira menyadari jika Mario sungguh mencintainya dia tidak akan menceraikan Namira.
"Aku juga mencintai kamu Mas, akan selalu mencintai kamu.."
Namira merasakan hatinya seperti di remas tak kasat mata, namun dia berusaha menyembunyikan rautnya dan hanya diam.
Mario membalik tubuh Namira hingga kini Namira berbaring terlentang dan Mario kembali mengungkungnya.
Tangan Mario terangkat dan mengelus perut Namira yang masih rata..
"Aku harap dia tumbuh untuk menjadi bukti cinta kita.." Namira melihat Mario bahkan mengecup perutnya.
'Dia sudah tumbuh mas, dan kamu hanya akan menjadikannya kenangan.. bukan untuk kamu perjuangkan..' Namira memutuskan menutup rapat mulutnya biarlah Mario tidak pernah tahu jika ada janin di perutnya.
Namira merasakan perasaan yang hambar saat Mario kembali menyentuh titik sensitifnya dan hanya menerima saat Mario kembali memasukinya, biarlah ini menjadi yang terakhir untuk mereka dan Namira akan pergi dengan anak yang di sebut Mario sebagai kenangan..
Mario tertidur setelah mereka kembali memadu kasih, sedangkan Namira memilih segera membersihkan diri dan pergi dari kamar hotel.
Saat Mario bangun Namira sudah tidak berada di sisinya dan Mario kembali merasakan hatinya hampa, Mario melihat sekitarnya dan segera bangun untuk membersihkan diri, Namira sudah pergi jadi untuk apa dia masih disana.
Saat menurunkan kakinya dan melihat ke arah nakas Mario melihat secarik kertas yang dia rasa itu dari Namira, Mario segera membukanya dan membaca pesan terakhir dari Namira.
Ya terakhir karena setelah itu Namira tidak bisa di hubungi dan benar- benar menghilang hingga satu bulan kemudian dia pun menikah dengan Erina.
Dear My Ex Husband..
Terimakasih untuk cinta dan luka yang kau beri, akan ku simpan dan ku jaga cintamu selamanya...
Flashback off..
...
Dan cinta yang Namira maksud adalah Juni..
Sejak pertemuan terakhir kali dengan Mario, Namira memutuskan pergi dan pulang ke kampung halamannya di Bali, meski malu pulang dengan kondisi berbadan dua, dan bercerai. tapi Namira tak punya pilihan lain selain pulang ke rumah orang tuannya.
Satu bulan kemudian Namira mendengar kabar dari teman- temannya yang memposting jika Mario sudah menikah lagi dan pernikahannya berlangsung meriah, sejak itu Namira hanya bisa menyimpan rindu dan cintanya untuk Mario.
Bukan tak ingin melupakan, tapi kenangan itu terlalu melekat sehingga begitu sulit untuk Namira hapus.
...
Namira mendudukan dirinya di kursi kerjanya tak berapa lama muncul Nisa di ikuti Andre "Mbak Nami udah sehat?"
Namira tersenyum "Kalau belum baikan jangan dulu kerja Nam.."
Andre menarik kursi dan duduk di depan Namira "Aku kemarin kesini dan kamu gak ada, kata Nisa kamu izin sakit.."
"Iya tapi aku udah baikan sekarang.."
"Syukurlah.."
"Mas Andre bilang gitu supaya bisa makan geratis mbak.."
Andre mendengus.
"Sayang banget aku gak bawa bekal hari ini.."
"Is oke.. aku traktir kamu di kantin.."
"Beneran Mas?"
"Bukan kamu, aku cuma traktir yang suka kasih aku makanan enak yang geratis.."
"Ah, Mas Andre pilih kasih nih.." Nisa mendudukan dirinya di kursinya.
"Beneran ya, kita makan siang bareng, nanti aku jemput kamu kesini.."
"Mbak Nami bisa turun kali, lagian kantin di lantai bawah bukan di atas, sok- sok'an mau jemput memang di rumah.."
"Sirik aja" Namira terkekeh.
"Nanti ketemu di kantin aja Mas, makasih sebelumnya" Andre tersenyum memerah.
"Apa saya gaji kalian untuk bermain- main, jam kerja akan segera mulai!" tiba- tiba suara tajam terdengar dan serentak mereka mengikuti arah sumber suara, Nisa bungkam dan menunduk saat bos mereka baru saja datang dan menunjukan raut geram, sedangkan Namira hanya menunduk hormat dan menipiskan bibirnya.
Andre menunduk hormat ke arah Mario "Selamat pagi pak" lalu pergi namun sekali lagi dia berbalik ke arah Namira dan mengkode Namira dengan tangan seolah berkata 'Nanti aku hubungi' dan Namira mengangguk tersenyum.
Mario memasuki ruangannya dengan kesal, lagi- lagi pria itu mendekati Namira, dan apa- apaan Namira malah tersenyum..
Sial.. senyum Namira hanya untuknya tidak boleh ada yang melihatnya, tapi mau bagaimana lagi dia juga tak bisa mengekang Namira sekarang, karena hubungan mereka sudah berakhir.
Namira mengetuk pintu ruangan Mario dan masuk membawa banyak berkas yang harus di tanda tangani.
"Nami.. bisa kita bicara.. tidak sekarang, bisa kita makan siang bersama?" Mario mendongak melihat Namira yang berdiri di hadapannya.
"Maafkan saya pak, saya sudah ada janji, dan lagi pula tidak ada yang perlu kita bicarakan.."
"Ada Nami, urusan kita belum selesai.. ada sesuatu yang harus kamu dengarkan." Mario mulai membubuhkan tanda tangannya.
Namira menghela nafasnya lelah "Apa yang kamu inginkan sebenarnya?"
Mario tersenyum saat Namira tidak lagi bicara formal, lalu menutup berkas yang sudah selesai dia tanda tangani.
"Kita akan bicarakan di waktu makan siang" Mario menyanggah dagunya dan dengan senyum manisnya menatap Namira dengan penuh kagum.
Namira hanya mengeram kesal lalu mengambil kembali berkas yang sudah Mario tanda tangani.
Kenapa Mario tidak berhenti mengganggunya, tidak bisakah mereka bekerja dengan profesional, dan jangan mengusik hidup Namira lagi, Namira tak ingin ada setitik pun harapan yang tumbuh di hatinya untuk Mario.
Mereka tidak bisa bersama, apalagi jika Mario tidak bisa tegas seperti dulu.
Apalagi sekarang dengan kondisi Mario yang memiliki istri dan anak.
Jam makan siang sudah tiba, dan Namira menunggu semua orang untuk keluar "Mbak Nami jadi ke kantin..?" Ah, dia lupa punya janji makan siang bersama Andre.
Namira menggaruk hidungnya "Duluan deh Nis, nanti aku nyusul.."
Nisa mengangguk "Oke deh mbak aku duluan ya.." Namira mengangkat tangannya.
Mario sudah menunggu Namira di ruangannya dan melihat Namira masih duduk dan menunggu semua orang keluar ruangan, hingga Namira bangkit dan pergi.. tak lama terdengar ketukan pintu dan Namira pun masuk.
Mario tersenyum, jika dulu Namira akan sambut senyum Mario dengan kecupan di pipi, atau bibir, kini Namira hanya bisa menghela nafasnya.
Mario berjalan ke arah meja sofa dimana sudah banyak hidangan disana, kapan dia menyiapkan nya.. dan Namira tertegun karena semua makanan adalah makanan kesukaannya.
"Aku sudah pesan makanan kesukaan kamu, duduklah.." Namira mendudukan dirinya di depan Mario.
"Jadi apa yang mau anda bicarakan?"
"Makan dulu ya.. kamu pasti lapar" Mario membalik piring dan menyiapkan makan di piring lalu menyimpannya di depan Namira.
Namira melihat semua pergerakan Mario dari menyiapkan piring dan menaruhnya di depan Namira, semua di lakukan dengan lembut persis seperti dulu saat Mario melakukannya saat mereka masih menjadi suami istri, tiba- tiba terlintas di kepala Namira bagaimana cara Mario memperlakukan istrinya Erina, apakah sama seperti Mario memperlakukannya tiba- tiba perasaan sakit merasuk ke hatinya, .
Namira mengambil sendok dan garpu dan siap untuk makan, dan Mario juga mulai menuang makanan ke piringnya, sebelum dering ponsel mengalihkan pandangan keduanya.
Mario bangkit dan menghampiri ponselnya yang berdering di atas meja kerjanya, lalu saat melihat nama Erina disana Mario segera mengangkatnya.
"Ya..?" Mario melihat ke arah Namira, yang juga menatapnya.
Pandangan mereka beradu, hingga Mario berkata "Aku akan segera datang.." Namira menyimpan kembali sendok di tangannya dia tahu siapa yang menghubungi Mario.
"Hmm.. bilang pada Vano aku akan datang.." lalu Mario pun mematikan ponselnya, Mario kembali berjalan ke arah Namira dan dengan menyesal dia berkata "Aku harus pulang.. kamu makanlah dulu.."
Namira mengerjapkan matanya, hingga Mario akan keluar dari ruangannya Namira angkat suara.
"Hanya kali ini.. " Mario menghentikan langkahnya saat sudah menyentuh pintu "Setelah hari ini, kamu tidak berhak menuntut ku untuk bicara lagi.. " Namira bangkit dan membalik tubuhnya ke arah Mario. "Jadi jika ingin bicara, bicaralah sekarang!"
"Nami.." Namira menggeleng.
"Aku bersumpah meski kamu terus meminta untuk bicara, aku tidak akan mendengar.."
"Aku akan jelaskan nanti, tapi untuk saat ini aku harus pergi.." Mario melanjutkan langkahnya dan keluar dari ruangannya meninggalkan Namira yang terpaku.
Namira mengepalkan tangannya kini rasa sakit itu terasa, benar- benar terasa, semua yang awalnya hanya bayangan semata, kini terjadi.
Lihat bukan saat istrinya menghubungi, Mario langsung pergi, apa jadinya jika kelak ini terjadi pada Juni..
Namira tak ingin Juni merasakan apa yang dia rasakan kini "Di tinggalkan demi anak dari istri sah.."
...
Like..
Komen...
Vote..
sungguh km mmbagongkn...
g masuk akal bgt km mario....
bakal nyesel km mario... klo tau setelah namira km ceraikan.... trnyata dia mngandung ankmu....