NovelToon NovelToon
AIR MATA SEORANG ISTRI DI BALIK KOSTUM BADUT

AIR MATA SEORANG ISTRI DI BALIK KOSTUM BADUT

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Poligami / Cintamanis / Patahhati / Konflik Rumah Tangga-Pernikahan Angst
Popularitas:482.3k
Nilai: 5
Nama Author: 01Khaira Lubna

Karena sang putra yang tengah sakit, suami yang sudah tiga hari tak pulang serta rupiah yang tak sepeserpun ditangan, mengharuskan Hanifa bekerja menjadi seorang Badut. Dia memakai kostum Badut lucu bewarna merah muda untuk menghibur anak-anak di taman kota.

Tapi, apa yang terjadi?

Disaat Hanifa tengah fokus mengais pundi-pundi rupiah, tak sengaja dia melihat pria yang begitu mirip dengan suaminya.

Pria yang memotret dirinya dengan seorang anak kecil dan wanita seksi.

''Papa, ayo cepat foto aku dan Mama.'' Anak kecil itu bersuara. Membuat Hanifa tersentak kaget. Tak bisa di bendung, air mata luruh begitu saja di balik kostum Badut yang menutupi wajah ayu nya.

Sebutan 'Papa' yang anak kecil itu sematkan untuk sang suami membuat dada Hanifa sesak, berbagai praduga dan tanda tanya memenuhi pikirannya.

Yang penasaran, yuk mampir dan baca tulisan receh Author. Jangan lupa like, subscribe dan follow akun Author.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 01Khaira Lubna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

''Emm ... Sepertinya usia aku lebih tua dari kamu Hanifa. Lebih baik aku panggil kamu Hanifa saja ya, biar kita bisa bicara dengan lebih rileks. Dan nggak terlalu kaku gi mana gitu, kalau pakai Bu, Bu-an rasanya udah tua banget, padahal kita 'kan belum tua-tua amat.'' tutur Ameera ramah, wajahnya tersenyum simpul. Ameera memang merupakan pengacara muda yang ceria dan begitu hamble dengan siapapun. Termasuk dengan kliennya.

''Baiklah Mbak Ameera, Bu-Nya aku ganti Mbak aja kali, ya, biar lebih sopan.'' sahut Hanifa sama ramahnya. Sedangkan Abdillah hanya menyimak obrolan antara dua orang wanita berjilbab yang ada di depannya itu. Setelah itu Abdillah pamit pergi ke tempat lain, ia membawa tubuh Arif dalam dekapannya. Abdillah membiarkan Hanifa dan Ameera berbicara berdua saja. Setelah kepergian Abdillah, Ameera mulai melemparkan tanya kepada Hanifa.

''Hanifa, apa kau punya bukti tentang perselingkuhan suami mu?'' tanya Ameera pelan. Kedua tangannya berada di atas meja dengan memegang pulpen dan sebuah buku tulis yang masih kosong.

''Bukti? Bukti yang bagaimana Mbak? A-aku rasa aku belum punya bukti apa-apa, tapi kalau saksi sepertinya banyak.'' balas Hanifa sedikit bingung.

''Ya bukti seperti video atau foto yang menunjukkan kedekatan antara suami kamu dan selingkuhan nya Hanifa. Ini semua kita butuhkan untuk mempercepat proses gugatan sekaligus agar kamu memenangkan hak asuk putra mu dengan mudah.'' tutur Ameera.

''Vidio? Ahh iya, vidio aku waktu di taman kota 'kan sempat viral Mbak. Apa bisa pakai vidio itu saja, vidio saat aku memakai kostum badut.'' jelas Hanifa.

''Apa kau punya vidio itu Hanifa?'' tanya Ameera.

''Emm tidak Mbak. Tapi sepertinya bisa kita cari di sosial media.'' saran Hanifa.

''Baiklah. Biar Mbak saja yang cariin ya.'' ujar Ameera, Hanifa mengangguk kepala nya. Setelah itu Ameera mengambil ponselnya yang ada di dalam tas, lalu jari jemari nya yang lentik dengan lincah menari-nari di atas layar. Hanifa menunggu dengan sabar. Sesekali Hanifa menyeruput jus jeruk yang ada di depannya.

''Sepertinya Mbak sudah mendapatkan nya Hanifa,'' Ameera berbicara dengan senyum sumringah.

''Benarkah, Mbak?''

''Iya. Yang ini 'kan?'' Ameera memperlihatkan layar ponselnya kepada Hanifa.

''Iya yang itu Mbak.''

''Baiklah, sepertinya dengan vidio ini sudah cukup untuk menjadi bukti yang kuat. Besok kita sudah bisa melaporkan gugatan cerai mu ke pengadilan agama terdekat. Mbak akan mengurus semuanya Hanifa. Mbak akan membantumu agar segera terbebas dari pernikahan yang tak sehat ini.''

''Baiklah Mbak. Aku tunggu kabar baiknya, kapan pun aku di panggil dan di butuhkan, Mbak hubungi saja aku, ya. Ini nomer ponselku Mbak.'' sahut Hanifa, lalu ia memperlihatkan deretan angka yang ada di ponselnya, ponsel yang baru kemarin di beli oleh Abdillah di Mall. Ameera mencatat deretan angka itu di dalam ponselnya.

''Oke, siipp. Mbak akan membantu kamu sesuai sama perintah Malik.'' ujar Ameera sedikit keceplosan.

''Tuan Malik? Apa hubungannya dengan Tuan Malik, Mbak?'' Hanifa bertanya dengan mata menyipit.

''Iya Tuan Malik. Atasan Kakak mu di kantor Hanifa. Kamu nggak perlu tahu, tapi yang jelas Malik begitu kekeh memaksa aku agar aku secepatnya mengurus gugatan cerai mu. Mungkin dia merasa kasihan sama kamu, Malik memang begitu, orangnya memang baik sama semua orang. Kau tahu Hanifa, aku dan Malik berteman cukup dekat. Kami pernah satu sekolah yang sama dulu.'' Ameera berbicara dengan wajah sedikit berseri-seri begitu menyebut nama Malik. Dia seperti menerawang ke masa lalu.

''Oh ... '' Hanifa hanya ber-oh ria dengan mengangguk-angguk 'kan kepalanya, lalu ia kembali berucap, ''Terimakasih banyak, Mbak, atas bantuannya.''

''Oke, jangan dulu bilang terimakasih Hanifa, ini baru permulaannya saja,'' ucap Ameera terkekeh kecil.

''Hehe Mbak bisa saja.'' sahut Hanifa lagi.

Setelah itu mereka bersalaman dan cipika cipiki, Ameera telah siap meninggalkan kafe, sebelum itu ia berucap lagi kepada Hanifa, ''Mana Kakak mu tadi dan putra mu Hanifa?'' tanya nya celingak-celinguk.

''Mungkin mereka lagi di ruangan lain Mbak.'' sahut Hanifa. Kafe itu memang terbagi beberapa ruang.

''Ya sudah, Mbak pulang dulu ya. Sampaikan salam Mbak sama Kakak mu dan Putra mu yang tampan itu,''

''Oke Mbak, hati-hati di jalan ya,''

''Iya. Da ...'' Ameera meninggal Hanifa seraya melambaikan tangan.

Setelah kepergian Ameera, Hanifa berjalan menyusuri area kafe, ia mencari keberadaan sang Kakak dan putranya. Tidak lama setelah itu Hanifa melihat Arif dan Abdillah sedang duduk di dekat kolam ikan yang tersedia di bagian luar kafe.

**

Di tempat berbeda, Arumi keluar dari rumahnya dengan sedikit tergesa-gesa, lalu ia berjalan pelan keluar pagar, ia berjalan menyusuri jalan raya sekitar kompleks. Sedangkan Setya sedang tidur, setelah meminum obat pereda nyeri, Setya langsung tertidur begitu pulas.

Arumi berjalan dengan langkah kaki lebar menuju sebuah rumah yang hanya berjarak tiga buah rumah dari rumahnya. Setahu nya beberapa hari yang lalu rumah itu masih kosong tanpa penghuni, sekarang ia ingin memastikan apakah benar gadis miskin yang selalu ia sebutkan itu telah pindah satu kompleks dan bertetanggaan dengan dirinya.

Begitu sudah sampai di depan pagar rumah yang sedikit lebih mewah dari rumahnya. Arumi menatap rumah itu dengan perasaan geram. Ia tidak menyangka akan bertetanggaan dengan madu nya. Ide-ide jahat bermunculan di benaknya. Lalu tidak lama setelah itu sebuah mobil berbelok ingin memasuki pagar, Arumi yang tengah fokus menatap setiap bagian rumah yang ada di depan matanya di buat kaget karena suara klakson di belakang nya. Arumi menoleh kebelakang, ia kaget bukan main dan sedikit malu karena ternyata rombongan Hanifa sudah pulang. Ia tertangkap basah sedang memata-matai oleh pemilik rumah sendiri. Dengan cepat Arumi meninggalkan tempat itu. Ia berlari kecil ke rumah nya, saat sedang berlari, ia tidak sengaja menginjak batu dan membuat nya terjatuh. 

''Aw ... Aduhhh ...!'' seru Arumi yang terjungkal di jalan, ia memegang pinggang nya, lalu kembali berdiri lagi tanpa menoleh kebelakang.

Sementara Hanifa dan Abdillah yang ada di dalam mobil menatap Arumi dengan menggeleng-gelengkan kepala seraya tersenyum kecil melihat tingkah konyol Arumi.

''Sepertinya Mas memang harus mencari Security Hanifa. Lihatlah, wanita tidak tahu malu itu sudah mulai memata-matai rumah kita, sepertinya pukulan yang Mas berikan tidak membuat ia jera.'' ucap Abdillah.

''Iya, Mas. Mas benar sekali. Sepertinya ia akan membalas dendam atas apa yang Mas lakukan tadi, ia tidak mungkin terima begitu saja setelah Mas pukul suami kesayangan nya lalu Mas tampar dia juga.'' jawab Hanifa. Sementara Arif sudah tertidur di dalam mobil.

''orang seperti mereka memang harus di lawan! Mungkin wanita itu tidak pernah merasa luka hati mu Dek, saat suami mu di ambil oleh nya.'' ucap Abdillah lagi.

''Iya Mas. Yang dia tahu hanya enak nya saja, dan ia sekarang sepertinya masih belum sadar akan kesalahannya itu.'' jawab Hanifa.

**

Malam hari selesai makan malam, Abdillah pamit keluar, ia akan mencari Security yang bisa di andalkan. Besok pagi dia sudah mulai bekerja, dia tidak mungkin meninggalkan Hanifa dan Arif tanpa penjaga. Hanifa dan Arif melambaikan tangan ke arah Abdillah yang sudah keluar dari pagar.

Tanpa mereka sadari ternyata seseorang sedang mengintip, orang itu tersenyum menyeringai begitu tahu Abdillah telah pergi dari rumah. Hanifa dan Arif masuk kedalam rumah, lalu mengunci pintu.

Orang itu menyelinap memasuki pagar yang tidak di kunci dan belum di jaga. Saat sudah berada di depan pintu utama, orang itu mengetuk pintu.

''tuk tuk tuk ...'' Hanifa dan Arif kaget saat mendengar suara pintu di ketuk, mereka berdua saling pandang sejenak.

''Bunda, kata Paman, kalau ada yang mengetuk pintu jangan di buka.'' ucap Arif polos. Mereka berdua sedang duduk di ruang keluarga.

''Iya, kamu benar sekali Sayang. Kalau begitu Bunda mau lihat dari jendela saja siapa kah yang mengetuk pintu.'' ujar Hanifa.

''Iya Bunda. Aku ikut, aku juga ingin melihatnya.'' Arif mengikuti langkah kaki sang Bunda. Saat sudah sampai di dekat jendela di samping pintu utama, Hanifa bisa melihat dengan jelas siapa yang tengah berdiri di sana.

Di sana nampak Setya berdiri dengan satu tangan menutup wajahnya, dan satu tangan masih mengetuk pintu.

''Bunda, bukankah itu Ayah?'' ucap Arif dengan suara agak keras. Hingga suara nya bisa di dengar oleh Setya yang jaraknya begitu dekat, hanya di pisahkan oleh jendela dan pintu saja.

''Sttt ... Suara nya jangan keras-keras Sayang.'' ucap Hanifa. Setelah itu terdengar suara Setya.

''Arif, buka pintunya Nak. Ayah tahu kamu dan Bunda lagi di dalam. Ayah sangat merindukan kalian, buka pintunya cepat Sayang.'' seru Setya tak tahu malu. Arif dan Hanifa tak membalas, mereka hanya diam.

''Arif, apa kau tidak merindukan Ayah mu ini? Maaf, maaf jika kemarin-kemarin Ayah bersikap sedikit kasar kepada mu. Ayah khilaf Nak.'' bujuk Setya lagi dengan nada suara pelan dan di lembut-lembutkan.

''Bunda?'' lirih Arif menatap Hanifa. Hanifa tahu arti ucapan dan pandangan itu, perasaan anak kecil terkadang memang gampang luluh, karena perasaan anak kecil yang masih polos dan belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hanifa menatap Arif dengan menggeleng kepalanya.

''Ayah lebih baik pergi saja dari sini, bukankah Ayah sudah punya anak lain yang lebih Ayah sayangi.'' teriak Arif.

''Tidak Arif. Arif tetap nomor satu di hati Ayah.'' ujar Setya meyakinkan.

''Kalau Arif nomor satu di hati Ayah, Ayah tidak mungkin mencari anak lain lagi, dan Ayah tidak mungkin juga tega membentak Arif waktu itu. Lebih baik sekarang Ayah pergi dari sini. Ayah membuat aku dan Bunda takut.''

''Arif, maafkan Ayah ... Maaf. Buka pintunya cepat.'' mohon Setya.

''Tidak akan!'' teriak Arif.

''Buka, Nak.''

Saat Setya tengah memohon-mohon agar pintunya di buka, tiba-tiba Arumi datang menyusul dengan langkah kaki lebar.

''Mas! Oh ternyata kamu di sini rupanya Mas? Ngapain kamu di sini Mas? Aku susah payah mencari mu, di tinggal sebentar saja ke toilet tapi kamu udah keluyuran aja kerumah istri miskin mu ini. Ah ... Iya, lebih baik kamu sekarang talak dia Mas, mana sih si miskin? Heh miskin ... Buka pintunya, Mas Setya ingin menalak mu!'' racau Arumi sambil menggedor-gedor pintu cukup keras. Hanifa dengan cepat membawa Arif kebelakang. 

''Sayang, sudah! Malu!'' seru Setya.

''Apaan sih Mas! Inilah waktunya Mas. Aku tidak mau lagi kamu madu.''

''Arumi!'' bentak Setya.

''Apa Mas? Kamu sudah berani membentak aku? Apa kamu ingin kembali menjadi miskin?!'' ancam Arumi.

''Ah ... Sudah lah, ayo kita pulang. Sepertinya Hanifa tidak ada di dalam.'' Setya berbohong lalu menarik tangan Arumi.

''Besok kamu ceraikan dia ya Mas.'' lagi-lagi Arumi bersuara saat mereka sedang berjalan di jalan raya.

''Iya. Mas tadi hanya ingin menemui Arif putra Mas.''

''Ngapain sih kamu pengen ketemu anak itu. Kamu 'kan udah punya Caca, Mas.'' ucap Arumi. Setya tak menjawab lagi. Ia membiarkan Arumi berbicara sendiri.

Bersambung.

1
Muhyati Umi
jodohkan Hanifah dengan Malik
Ameera sama Abdillah ya thor
Muhyati Umi
semoga aja Malik suka ke Hanifa
Dian Rahmi
Thor ..buatlah Malik berjodoh dengan Hanifa
Dian Rahmi
Thor.....Hanifa sama Malik ya
guntur 1609
llha ternyata oh ternyata
guntur 1609
dasar ayah biadab
guntur 1609
tega setya sm anaknya
guntur 1609
kok sampai diulang lagi thor bab ni
guntur 1609
,apa yg istrimu lakukan dulu akhirnya kau jalani juga akhrnya setya. ni nmnya hukum tabur tuai
guntur 1609
ameera sm abdilah saja
guntur 1609
cie..cie hakimmm gercep juga
Samsia Chia Bahir
woaaalllaaahhhh, ma2x rian bebaik2 rupax da udang dibalik U 😂😂😂😂😂😂😂 laaahhh harta pa2x rian i2 milik istri k duax loohhh ma2 😫😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
Laaaaaahhhh gimana critax kong rian udh nikah ma intan 😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
Penyesalan slalu dibelakang, klo didepan namax pendaftaran 😄😄😄😄😄😄😄😄
Samsia Chia Bahir
Haaaaahhhhh, penjara t4mu shanum N setya 😄😄😄😄😄😄
Samsia Chia Bahir
Cari gara2 kw setya, g ada tobat2x 😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
wooaàlllahhhh arif kok sembarangn ngikut2 org 😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
Laaaaahhhh, pengulangn lg 😫😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
Laaahhhh, diulang lg 🤔🤔🤔😫😫😫
Kar Genjreng
satu istri ga di urus.. pekerjaan nya ojeg online..supri mau beristri dua laki laki ga bershukur 😚😚😭😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!