Kisah seorang gadis yang baru saja lulus SMA, namanya Dinda Kirana. Dari kecil ia di besarkan oleh sang nenek, karena orangtuanya meninggal yang disebabkan oleh kecelakaan. Selain nenek, ia juga memiliki kakak angkat yang bernama Anton.
Mereka tinggal bertiga, karena orangtuanya Anton juga meninggal karena kecelakaan bersama orangtuanya Dinda. Karena sudah 10 tahun lebih mereka tinggal bersama, Anton dan Dinda sudah seperti saudara kandung.
Tetapi, tiba-tiba sang nenek menjodohkan mereka. Awalnya mereka menentang perjodohan itu, tetapi karena sang nenek jatuh sakit. Akhirnya pernikahan mereka pun terlaksana.
Seperti apa kelanjutan ceritanya? Ikuti terus update setiap dan dukung Author dengan menekan hati yang berwarna biru. Biar gak ketinggalan keseruan mereka!
Terima Kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arry Hastanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinda Yang Labil
Sudah satu Minggu lebih Dinda tidak pergi ke kantor. Tetapi hari ini ia memutuskan untuk pergi ke kantor, karena kondisi nenek benar-benar sudah sembuh. Lagi pula ia sudah merindukan Rizal, tak cukup baginya jika hanya melihat wajah tampannya melalui layar ponselnya.
Dia pergi ke kantor dengan sang kakak. Bibirnya sumringah ketika ia memasuki gedung kantor. Ia dan sang kakak naik ke lantai atas dengan menggunakan lift. Setelah mereka keluar, mata Dinda mencari-cari keberadaan Rizal yang saat itu tidak ada di tempat kerjanya.
Dinda pun berpamitan kepada sang kakak untuk pergi ke pantry membuat kopi. Padahal itu hanya alasannya saja, agar ia bisa bebas mencari keberadaan Rizal.
Entah kebetulan atau memang mereka berjodoh. Ternyata Rizal saat itu sedang membuat kopi di pantry. Dinda pun tersenyum senang karena melihat Rizal yang terlihat tampan di pagi itu.
"Rizal, apa kabar?" Sapa Dinda bertanya.
"Oh, kamu sudah masuk kerja? Kabarku baik, kamu sendiri gimana?" Sahut Rizal.
"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja!" Ujar Dinda tersenyum gemas.
Mereka pun mengobrol di pantry sambil menyeruput kopi yang Rizal buat. Rizal tampak bahagia bisa melihat Dinda secara langsung.
"Din, gimana? Apa kamu sudah punya jawabannya?" Tanya Rizal tentang pesan yang ia kirim ke Dinda.
Seminggu yang lalu sebenarnya Rizal mengirim sebuah pesan kepada Dinda. Ia menyatakan perasaannya kepada Dinda, tetapi Dinda belum memberi tanggapan. Jadi pagi itu Rizal menagih janji Dinda yang ia janjikan kepada Rizal, bahwa akan membicarakan hal itu ketika ia masuk kantor.
Sebelumnya Rizal sempat menyatakan perasaannya waktu mereka berdua jalan ke mall. Tetapi belum sempat Dinda menjawab pernyataan Rizal, Anton sudah meneleponnya dan menyuruh Dinda pulang, karena sang nenek sedang sakit.
"Aku mau jadi pacar kamu!" Jawab Dinda yang tampak malu-malu.
Mereka pun saling pandang dan tersenyum. Tiba-tiba Dinda teringat bahwa dirinya sudah menjadi seorang istri, hal itu membuat ekspresi wajah Dinda berubah menjadi sedih. Supaya Rizal tak menyadari ekspresinya yang sedih, Dinda pun berpamitan untuk masuk ke ruangannya. Karena tempat kerja Dinda satu ruangan dengan Anton.
Ketika Dinda masuk ke ruangan, ia melihat sang kakak dan Loren sedang mengobrol mesra di sofa ruangan. Hal itu semakin membuat Dinda tak bersemangat. Bukan karena cemburu, tetapi ia merasa menjadi benalu dalam hubungan sang kakak dengan Loren.
Ia tidak tega melihat Loren bersedih jika suatu saat nanti mendapatinya sedang hamil. Dinda tidak bisa membayangkan, betapa sakit hatinya Loren saat itu. Memikirkan hal itu membuat Dinda stress dan tangannya mulai mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Din, kamu kenapa? Masuk-masuk malah memberantakkan rambut!" Tanya Loren heran.
"Hehe... gak apa-apa kak! Hari ini aku jadian loh sama Rizal?" Jawab Dinda yang keceplosan memberitahu hubungannya dengan Rizal.
Sontak saja Anton terkejut, begitupun dengan Dinda yang langsung menutupi mulutnya dengan telapak tangannya.
"Wah... aku dukung kalian. Rizal anaknya baik, sopan, pinter plus ganteng lagi!" Sahut Loren memuji Rizal.
Raut wajah Anton tidak senang, ia tidak setuju jika Dinda berpacaran dengan Rizal. Mengingat Dinda yang ingin segera hamil, itu akan menggangu suasana hati Dinda. Kemudian Dinda pergi masuk ke ruang istirahat. Ia merebahkan badannya di atas ranjang dan mengelus perutnya yang rata.
Pikiran Dinda menjadi rumit. Ia ingin segera hamil, agar sang nenek senang, tetapi jika Rizal tahu kalau dirinya hamil, pasti hubungan mereka akan berakhir. Dinda pun membenamkan wajahnya ke bantal untuk menghilangkan stresnya.
Ceklek!
Anton masuk ke ruangan istirahat, ia melihat Dinda di atas ranjang dengan posisi tengkurap. Dinda yang menyadari kedatangan sang kakak pun langsung membalikan badannya.
"Ih.... make up ku di bantal semua." Kata Dinda melihat bantalnya yang kotor oleh make-upnya.
"Din, kamu beneran pacaran sama Rizal?" Tanya Anton.
"Ya benar lah kak, emangnya kakak saja yang kepengen punya pacar! Jawab Dinda ketus.
Tak tahu lagi dengan jalan pikirannya Dinda, Anton memilih keluar meninggalkan Dinda di ruangan sendiri, karena banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan.
*****
Di saat makan siang, Dinda dan Rizal pergi keluar mencari makan siang di restoran terdekat. Dinda memaksa Rizal kalau dia akan mentraktirnya. Berkali-kali Rizal menolak karena dia tidak mau melukai harga dirinya sendiri karena di traktir sang kekasih. Tetapi karena Dinda terus memaksa dan merengek seperti anak kecil, akhirnya Rizal pun menuruti kemauan Dinda.
Sikap manja dan sederhana membuat Rizal semakin dalam rasa cintanya. Bahkan di benaknya, ia ingin segera menikahi Dinda ketika ia benar-benar di angkat sebagai karyawan tetap di perusahaan Anton.
Rasa cinta itu sudah tumbuh sejak dari kelas satu SMA. Rizal mengagumi Dinda sudah lama sebelum mereka berteman dekat. Dia diam-diam memperhatikan dan mengenal sifat-sifat Dinda yang baginya sangat menarik untuk di kagumi.
"Din, kita kasih tahu Yuki gak tentang hubungan kita?" Tanya Rizal yang saat itu duduk di kursi restoran bareng Dinda.
"Kasih tahu lah! Dia kan teman dekatku, lagian ngapain kita pacaran sembunyi-sembunyi?" Jawab Dinda sambil memakan makanan yang ia pesan.
Ketika mereka berdua sedang asyik mengobrol, Anton dan Loren memasuki ruang restoran. Karena Dinda dan Rizal duduk di ujung restoran, mereka tidak menyadari kedatangan Anton dan Loren. Tetapi mereka melihat Dinda dan Rizal.
Awalnya Anton ingin menghampiri mereka, tetapi Loren melarangnya. Agar mereka tidak merasa terganggu, membiarkan mereka menghabiskan waktu istirahat mereka bersama. Tetapi ada yang aneh dengan perasaan Anton, di saat melihat mereka berduaan mengobrol dengan asyiknya.
"Kenapa kamu jadi badmood gitu sayang?" Tanya Loren.
"Sebenarnya aku gak rela kalau Dinda pacaran, dia kan masih kecil. Aku saja pacaran umur 25 tahun." Jawab Anton sambil melihat ke arah Dinda.
Bagi Loren itu hal yang bagus jika Dinda berpacaran, apalagi dengan Rizal yang hampir setiap hari bertemj. Jadi Anton pun gak sering-sering perhatian sama Dinda dan Dinda pun tidak perlu perhatian dari Anton. Rasa khawatir dari dalam diri Loren pun berangsur menghilang.
Setelah selesai makan, Dinda dan Rizal keluar dari restoran dengan bergandengan tangan. Anton yang melihatnya pun merasa risih. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa melihat mereka berjalan keluar hingga menghilang dari pandangannya.
Dinda masuk ke dalam ruangan kerjanya, duduk santai sambil tersenyum-senyum memikirkan Rizal. Ketika ia sedang bersama Rizal, ia lupa dengan dirinya sendiri bahwa ia seorang istri yang sedang ingin segera hamil. Ketika Dinda lagi bergoyang ke kanan dan ke kiri di kursi kerjanya, Anton pun masuk ke dalam ruangan.
"Kakak gak suka kamu pacaran" Tiba-tiba Anton berucap.
"Kakak saja pacaran, terus kenapa Dinda gak boleh pacaran!" Protes Dinda tidak perduli.
"Ingat Din, kamu seng program hamil. Kalau nanti kamu hamil, terus gimana kamu menjelaskan ke Rizal?" Sahut sang kakak memberi pertanyaan.
Dinda hanya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Nanti kalau kamu sudah hamil, kamu tinggal di rumah saja, biar tidak ada yang tahu, khususnya Loren." Imbuh Anton dengan nada pelan.
"Eh! Kakak egois sekali, kakak bisa dengan bebasnya berpacaran sedangkan kakak mengurung ku di dalam rumah kalau aku hamil." Sahut Dinda dengan kesal.
"Karena kakak gak mau kalau Loren tahu kamu hamil dan itu akan menyakitinya Din!" Ujar Anton dengan penuh penekanan.
"Dalam keadaaan seperti ini, kakak masih memikirkan perasaan kak Loren. Terus kakak gak ngerti dengan perasaanku! Biarkan aku menjalin hubungan dengan Rizal, aku akan mengatakan sejujurnya dan kalau dia memang mencintaiku, dia pasti akan menerimaku apa adanya." Ucap Dinda.
Lagi-lagi Anton tidak mengerti dengan apa yang di pikirkan Dinda. Merasa lelah dan bingung dengan semuanya, Anton pun mendengus kesal duduk di kursi kerjanya dengan ekspresi yang sulit di mengerti.
Bersambung....
sukses
semangat
mksh