Ravka terbangun di sebuah kamar hotel disamping gadis tak dikenal hanya berbalutkan selimut. Belum sadar sepenuhnya, kedua orang tua Ravka beserta tunangannya menerobos masuk ke dalam kamar.
Pernikahan yang tinggal menghitung hari akan tetap dilaksanakan, tapi yang menjadi pengantin wanitanya bukanlah sang tunangan. Melainkan gadis yang telah menghancurkan hidupnya.
"Jangan harap aku akan menceraikanmu dengan mudah. Aku akan membuatmu merasakan penderitaan yang teramat sangat karena menjeratku dalam pernikahan brengsek ini," Kemarahan berkelabat di sorot mata Ravka, menghujam tepat ke manik mata gadis berparas ayu yang meringkuk ketakutan di atas ranjang pengantinnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tsabitah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PPA14# Asisten Pribadi
Tertatih-tatih Alea berjalan mengimbangi langkah Ravka yang lebar sembari menggeret koper berisi perlengkapan menginap yang sudah ia siapkan. Tubuh mungil Alea yang hanya memiliki tinggi sebahu Ravka, membuat kakinya sulit mensejajari langkah Ravka yang jenjang.
Untung saja awan mendung menghiasi cakrawala. Menahan sengatan cahaya matahari menembus kulit mulus Alea.
Ravka membawa langkahnya menuju sebuah restoran tak jauh dari dermaga. Menghempaskan tubuhnya disebuah kursi yang diletakkan di area luar restoran, dibawah naungan payung besar yang meneduhkan tempatnya berpijak.
Alea masih menyeret kakinya mengikuti Ravka di belakangnya. Gadis itu ikut menjatuhkan tubuh di dekat suaminya.
Meski senja sebentar lagi akan menampakkan dirinya, hawa panas di Pelabuhan Marina Pantai Ancol masih menyelimuti udara. Membuat peluh membanjiri tubuh mungil itu.
"Tidak ada yang boleh tahu tentang pernikahan kita, camkan itu baik-baik," Seru Ravka tiba-tiba. Pemuda itu mengacungkan telunjuknya tepat di depan mata Alea sembari mendelik tajam.
Perbuatan Ravka tanpa tedeng aling, tentu membuat gadis yang belum lagi memposisikan duduknya dengan sempurna itu terlonjak kaget ditempatnya. Spontan ia kemundurkan kepalanya menghindar dari telunjuk Ravka yang hampir menyentuh batang hidungnya yang bangir.
"Ba.... Baik Mas," Jawab Alea tergugu. Ia masih menahan sengalan nafasnya akibat berjalan cepat mengimbangi langkah suaminya yang lebar dari tempat Ravka memarkirkan mobilnya hingga sampai ke restoran pinggir pantai ini.
"Selamat sore Tuan dan Nona," Sapa seorang pelayan restoran menghampiri Alea dan Ravka. Kehadiran pelayan restoran itu membuat Ravka mengembalikan raut wajahnya menjadi datar. "Sudah mau memesan sekarang?" Tanya pelayan itu sembari menyerahkan dua buah buku menu ke hadapan Alea dan Ravka.
"Minta Es Kelapa aja Mas," Ucap Alea dan
Ravka berbarengan.
"Yang Di gelas atau butiran?" Tanya pelayan itu lagi.
"Butiran aja," Jawab Alea dan Ravka kembali memperlihatkan kekompakan keduanya.
Ravka menyipitkan mata tak suka dengan kekompakan yang tidak direncanakan antara Ia dengan Alea. Sorot matanya mengirimkan intimidasi bagi gadis dihadapannya yang langsung menundukkan kepala. Mengalihkan tatapan yang tak sengaja ia arahkan kepada manik coklat milik Ravka.
"Jangan dikasih es sama gula Mas," Ucap Ravka kepada pelayan restoran yang masih sibuk mencatat pesanan keduanya.
"Ada tambahan Tuan?" Tanya pelayan itu lagi yang dijawab gelengan kepala oleh Ravka.
"Baik, ditunggu sebentar," Ucap pelayan itu sembari meninggalkan Ravka dan Alea yang sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Hallo Bro, udah lama nyampe?" Sapa sebuah suara membangunkan keduanya dari lamunan mereka. Pemuda itu langsung menjatuhkan tubuhnya di sebuah kursi diantara Ravka dan Alea.
"Baru aja. Gimana? Udah dapet boat buat ke resor Bidadari?" Tanya Ravka kepada pemuda yang menyapanya.
"Aman Boss. Lagi disiapin, bentar lagi juga kita bisa berangkat kok,"
"Bisa nyampe sana sebelum maghrib kan?" Tanya Ravka lagi.
"Dari sini kesana cuma tiga puluh menit sampe empat puluh lima menitan doang kok," Jawab pemuda itu sembari melirik pada jam tangan di pergelangannya. "Sekarang masih jam setengah lima. Yah mudah-mudahan ga ada kendala apa-apa. Jadi kita bisa sampe sana sebelum maghrib," Lanjut pemuda itu menjelaskan.
"By the way, Lu ngajak siapa Boss?" Tanya Pemuda itu melirik ke arah Alea yang tengah menyaksikan kerumunan orang di sekitar Dermaga Marina. Mencoba acuh terhadap dua pasang mata yang meliriknya dengan sorot mata berbeda. Yang satu tampak jengah sementara yang lain tampak penasaran.
"Bukan siapa-siapa. Ga penting," Jawab Ravka menghadirkan kerutan heran di dahi pemuda yang menanyakan keberadaan Alea.
Pemuda itu hanya mengedikkan bahu atas sikap acuh Ravka. Dia sudah terbiasa menyaksikan teman sekaligus atasannya itu acuh terhadap perempuan. Namun, pengetahuan itu tak bisa mengusir rasa penasaran yang menyergapnya.
"Hai, Saya Nino," Seru pemuda itu menyodorkan tangannya ke hadapan Alea.
"Alea," Jawab Alea sembari meraih jemari Nino yang menggantung dihadapannya.
"Lu siapanya Boss?" Tanya Nino yang tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Meski Ravka mengatakan bahwa gadis itu bukan siapa-siapa, tapi terasa aneh kalau ia tidak ada hubungan apapun dengan atasannya. Mengingat gadis itu sedang duduk manis di meja yang sama dengan atasannya itu ketika dia datang.
"Saya hanya orang yang diminta untuk medampingi Mas Ravka menyiapkan segala kebutuhannya," Jawab Alea berkilah. Ia tidak menyebutkan statusnya sebagai istri Ravka, melainkan tugasnya sebagai seorang istri. Membuatnya tidak harus berbohong kepada pemuda yang masih menelisiknya dengan heran berbalut rasa penasaran.
"Eh.... Maksud Lu, Lu asisten pribadinya Boss? lha terus gue gimana dong? itukan posisi gue?" Berondong pertanyaan dimuntahkan Nino kepada Alea. Gadis itu hanya diam tidak menjawab sepatah kata pertanyaan Nino.
"Lu mau mecat gue Rav?" Tanya pemuda itu kalang kabut seperti kebakaran jenggot.
"Emang gua ada ngomong mau mecat Lu?" Ravka menjawab dengan pertanyaan.
"Ga sih. Terus dia gimana?" Tanya Nino lagi sembari menunjuk Alea yang masih memasang wajah datar tidak perduli.
"Biarin aja dia. Dia orang yang di suruh nyokap nempelin gue. Jadi tugas lu untuk selalu ngebuat dia jangan deket-deket sama gue," Jawaban Ravka membuat wajah datar Alea sedikit bergeming.
Menghadirkan ketidaksukaan atas kalimat yang dilontarkan Ravka. Namun, ia memendam hal itu di bagian terdalam hatinya. Kembali memasang wajah datar mencoba untuk melanjutkan sikap berpura-pura acuh terhadap sekitarnya.
"Siap Boss," Ucap Nino penuh semangat. Dia memang selalu menjadi tameng bagi setiap perempuan yang berusaha mendekati Ravka. Dan dia selalu melakukannya dengan senang hati. Apalagi kalau harus mengurusi wanita imut nan cantik seperti yang tengah duduk disampingnya.
"Permisi, ini pesanan anda," Seorang pelayan memutus kontak mata Nino yang masih menyelisik Alea sembari meletakkan dua butir kelapa di atas meja.
"Ada tambahan tuan?" Tanya pelayan itu kemudian.
"Ga mas," Jawab Nino yang memang merasa tidak punya banyak waktu untuk berleha-leha di tempat ini.
Setelah pelayan restoran itu berlalu, Nino kembali melemparkan tatapannya kepada gadis yang tengah asik menyeruput air kelapa dari batoknya. Tidak sedikitpun ia melihat gadis itu berusaha mencuri pandang atau menarik perhatian Ravka kepadanya. Bertolak belakang dengan setiap perempuan yang harus dihadapi Nino saat tengah berdekatan dengan Ravka yang memang memiliki wajah rupawan ditunjang dengan postur tubuh yang menawan. Apalagi isi dompet yang membuat hampir seluruh wanita rela melakukan apa saja agar bisa berada di sisi Ravka.
"Lu beneran cuma diminta jadi asisten Boss?" Tanya Nino kepada Alea.
"Mungkin," Jawab gadis itu datar.
"Kok mungkin sih?"
"Yah bisa dibilang begitulah,"
"Apaan sih ga jelas banget jawaban lu," Nino mulai kesal. Namun Alea hanya menanggapinya dengan mengedikkan bahu. Gadis itu kembali fokus kepada kelapanya. Menyeruptnya hingga tandas, tanpa menyadari Nino yang menggeram kesal.
sebenarnya kata2 yg diucapkan ravka yg seperti ini sudah jatuh talak satu loh thor iya ngak sih kalau dlm agama? karna dia mengatakan melepaskan?
mana udah dibelikan kalung milyaran sm ravka
alex sm ravka bisa di bodoin uler