Di sebuah hutan yang lebat dan rimbun,terbaring lah sebuah tubuh penuh luka. Ya benar dia adalah Rangga bocah kecil yang menjadi korban kejahatan para perampok bagai mana kisah selanjutnya ikut terus perjalanan Rangga...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kelana syair( BE), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permaisuri Martapura
"Lapor yang mulia rombongan raja Sura dari kerajaan Kumaya sudah hampir tiba "kata prajurit itu.
"Baiklah kembali ketempat mu dan bersiap lah menyambut mereka"kata raja Bargola kemudian.
"Paman patih apakah Dewi Kara dan Dewi Sekar sudah bersiap"tanya Raja Bargola.
"Saya kira sudah siap yang mulia ,seorang prajurit saya suruh memanggil mereka "jawab patih Guntoro.
Tidak lama kemudian datanglah Dewi Kara dan Dewi Sekar menghadap raja Bargola.
"Sembah hormat kami romo prabu"kata mereka berdua.
"ya saya terima hormat kalian"jawab raja Bargola.
"Sebentar lagi rombongan pangeran Lintang datang jadi bersiaplah menyambut mereka"kata Raja Bargola memberi tahu Dewi Kara dan Dewi Sekar
"Baik romo"kata mereka
Tak lama kemudian tibalah raja Sura di istana Argara dengan di sambut ramah oleh raja Bargola.
"Selamat datang wahai sahabat ku raja Sura"kata Raja Bargola.
"Terima kasih sahabat ku raja Bargola"kata raja Sura.
Lalu mereka pun berpelukan .
"Hormat saya paman prabu"kata Pangeran Lintang.
"ku terima hormat mu"nak mas Lintang"kata raja Bargola.
Dewi Kara dan Dewi Sekar pun juga melakukan hal sama seperti pangeran Lintang memberikan hormat kepada raja Sura.
"Bagaimana perjalanannya raja Sura apakah menemui hambatan " tanya Raja Bargola
"Seperti yang Raja Bargola lihat saya datang dengan selamat walaupun tadi ada gangguan sedikit"jawab raja Sura.
"Gangguan apa gerangan itu sahabat ku"tanya raja Bargola
Lalu raja Sura pun menceritakan segala kejadian yang di alaminya hingga adanya pertolongan Rangga.
Seluruh yang ada di ruangan itu mendengarkan cerita raja Sura dengan penuh perhatian.
"Siapa dewa penolong itu sahabat ku"tanya raja Bargola kepada raja Sura.
"Dia ada disini sahabat ku "kata raja Sura kepada raja Bargola.
"Siapakah dia"tanya raja Bargola penasaran.
"Lintang anak ku suruh dia menghadap kemari"perintah raja Sura .
",Baik romo"kata Pangeran Lintang lalu memerintah kan prajurit untuk memanggil Rangga.
"Tuan pendekar di mohon untuk menghadap yang mulia"kata prajurit itu kepada Rangga.
"Baiklah" kata Rangga lalu pergi untuk menghadap sang raja.
Semua mata tertuju pada Rangga saat dia memasuki pendopo istana itu, lebih lebih Dewi Sekar yang tak menyangka akan kedatangan Rangga di ruangan itu.
"Hormat saya yang mulia"kata Rangga.
"ya duduk lah "kata raja Bargola.
"Saya dengar dari sahabat ku raja Sura kamu telah membantu pangeran Lintang mengalahkan para begal dari hutan larangan itu "tanya Raja Bargola.
"Itu cuma kebetulan saja yang mulia saya hanya memberi sedikit bantuan,kalau tidak ada pangeran Lintang saya juga belum tentu menang dari mereka yang mulia ,kata Rangga merendah.
Raja Bargola mengangguk angguk mendengar jawaban Rangga itu.
Pangeran Lintang mendengar perkataan Rangga itu ia merasa di tinggikan harga dirinya di depan Raja Bargola,ia jadi tidak enak pada dirinya sendiri dan juga pada ayahnya .
"Sepertinya tinggi juga ilmu pemuda itu" kata Dewi Kara dalam hati sambil memperhatikan Rangga.
"Sementara Dewi Sekar yang yang melihat kakaknya terus memperhatikan Rangga merasa tidak enak ia pun berfikir jangan jangan kakaknya tertarik padanya,namun perasaan itu ia buang jauh jauh bagaimana pun juga kakaknya lebih suka pria terhormat yang sepadan dengannya dari pada seorang pemuda dari kalangan rakyat biasa.
Setelah berbincang bincang dengan sahabatnya raja Sura dan mendengar penjelasan dari Rangga akhirnya raja Bargola menyuruh tamunya itu untuk beristirahat karena hari menjelang malam dan mengenai pertarungan antara Dewi Kara dan pangeran Lintang akan di adakan lima hari lagi.
Pada malam itu Rangga yang merasa bosan di kamarnya lalu memutuskan untuk pergi keluar mencari angin ke belakang taman istana.
Sementara itu di kerajaan Martapura patih Arya Soma sedang mondar-mandir memikirkan rajanya yang belum kembali.
"Kemana dinda prabu sampai saat ini belum kembali apa terjadi sesuatu dengannya,tapi tidak mungkin kalau itu terjadi karena ilmu dinda prabu sangat tinggi"kata Patih Arya Soma.
"Kalau saya mencari dinda prabu kerajaan ini akan kosong"kata Patih Arya Soma lagi.
"Baiknya aku tunggu beberapa hari lagi jika belum kembali terpaksa aku akan mencari nya"kata patih Arya Soma memutuskan.
"Rangga pun menyandarkan dirinya di sebuah kursi sambil menikmati terangnya cahaya bulan,
tiba tiba dari dari arah belakang ia merasakan desiran angin yang menandakan ada serangan mengarah padanya dengan instingnya ia berkelit menghindari serangan itu.
Ia melihat orang bercadar berdiri tidak jauh di depannya ,belum sempat bertanya orang itu langsung menyerang Rangga kembali , pertarungan tak dapat di elak kan jual beli serangan pun terjadi sudah puluhan jurus mereka keluarkan .
"Ternyata dia sangat kuat "kata orang bercadar itu dalam hati.
"Baiklah aku ingin tahu seberapa kuat dia"kata orang bercadar itu sambil mencabut pedangnya dan terus menyerang Rangga,merasa serangan lawannya sangat mematikan Rangga pun mengeluarkan kedua pedangnya dan seketika itu juga muncul dua buah pedang dari tangannya.
"Jika kau ingin bermain pedang baik akan ku layani "kata Rangga.
Pedang mereka beradu hingga keluar percikan percikan api ,tak ingin berlama lama Rangga pun dengan cepat memutar kedua pedangnya ,"cepat sekali gerakannya sampai tangan ku terasa sakit semua"kata orang bercadar itu.
Hingga akhirnya pedang orang bercadar itu terpental dan cadar yang menutupi wajahnya pun terlepas kena sabetan pedang Rangga.
"Putri Dewi Kara"kata Rangga terkejut.
Dewi Sekar yang letak kamar tidurnya tidak jauh dari taman itu keluar setelah mendengar suara orang bertarung, dengan berlari ia menuju ke taman belakang istana itu untuk melihatnya.
"Rangga kau tidak apa apa"tanya Dewi Sekar ketika sampai di situ.
"Kenapa dia malah mengkhawatirkan pemuda itu di banding aku"tanya Dewi Kara dalam hati.
"Ya saya tidak apa apa"jawab Rangga,
"Bagaimana dengan dia "kata Rangga menunjuk pada Dewi Kara.
Sadarlah Dewi Sekar dengan tindakannya itu sehingga merah lah wajahnya menahan malu,kenapa ia lupa akan kakaknya itu .
"Apakah yunda Dewi tidak apa apa"tanya Dewi Sekar.
"Aku baik baik saja"jawab Dewi Kara.
"Ternyata dinda Sekar sudah saling kenal dengan dia"kata Dewi Kara dalam hati.
"Apakah maksud putri Dewi Kara menyerang saya"tanya Rangga ingin tahu.
"Aku cuma ingin membuktikan cerita mu yang kemarin "kata Dewi Kara lalu pergi.
"yunda Dewi'"panggil Dewi Sekar.
Tapi Dewi Kara tidak menghiraukan panggilan adiknya itu dan terus masuk kedalam istana.
"Rangga maaf kan yunda Dewi kara"kata Dewi Sekar.
"Sudahlah tak perlu di bahas"kata Rangga.
"Kenapa putri Sekar belum tidur"tanya Rangga
"Belum mengantuk"Jawab Dewi Sekar.
"Kau sendiri kenapa di sini"tanya Sekar balik bertanya.
"ya sama seperti kamu belum mengantuk "jawab Rangga.
"Bagaimana mana kalau kita duduk duduk di sana "tanya Rangga .
"Baiklah",jawab Dewi Sekar,lalu keduanya pun duduk di situ sambil menikmati malam terang bulan.
"Sebentar lagi kakak mu akan di lamar pangeran Lintang , terus kapan giliran kamu"tanya Rangga.
"Kalau kau mau melamar aku ,aku bersedia"katanya Dewi Sekar keceplosan bicara.
"Apa ..!!! kau ingin aku melamar mu tanya Rangga terkejut.
Merah wajah Dewi Sekar sadarlah ia akan kata -katanya itu.
"Maksud aku belum ada yang mau melamar aku"Jawab Dewi Sekar.
"Jika aku benar ingin melamar kamu bagaimana"tanya Rangga.
"Itu sih terserah kamu saja"jawab Dewi Sekar merasa senang.
"Kamu tahu kan ,aku ini cuma seorang pengembara yang tidak jelas asal usulnya"kata Rangga.
"Jika kamu benar benar suka sama aku ,akan aku terima semua itu"jawab Dewi Sekar dengan entengnya.
"Baiklah setelah urusan kakak mu Dewi Kara dan pangeran Lintang selesai aku akan menghadap gusti prabu untuk melamar mu"kata Rangga serius.
Betapa bahagianya hati Dewi Sekar saat itu mendengar perkataan Rangga seakan akan terasa mimpi.
Karena sudah malam akhirnya Rangga dan Dewi Sekar pun kembali kedalam istana .
***
Pencarian Arya Soma dan Kedatangan di Argara.
Sudah lewat tiga hari, namun Rangga tak kunjung kembali ke Martapura. Kegelisahan Patih Arya Soma semakin menjadi. Akhirnya, ia memutuskan untuk mencari Rangga, menelusuri jejak pengembaraan rajanya itu.
Dengan tekad yang bulat, Arya Soma menunggangi kuda kesayangannya, memacunya ke arah timur. Ia teringat informasi terakhir yang didapatkannya, bahwa Rangga sempat singgah di sebuah desa. Desa itulah yang menjadi tujuan pertamanya.
Setibanya di desa yang dimaksud, Arya Soma turun dari kudanya dan bertanya kepada salah seorang warga. "Maaf, Ki Sanak. Apakah Ki Sanak tahu, siapa nama Demang di desa ini?" tanyanya sopan.
"Namanya Demang Karto, Den," jawab warga itu, dengan logat khas pedesaan.
"Di mana saya bisa menemui beliau? Rumah beliau di sebelah mana?" tanya Arya Soma lagi.
"Itu, di depan sana, Raden. Rumah yang halamannya paling luas," jawab warga itu, menunjuk ke arah sebuah rumah yang tampak asri dan besar.
"Terima kasih atas bantuannya, Ki Sanak," ucap Arya Soma, tulus.
Arya Soma kembali menunggangi kudanya, memacunya perlahan menuju rumah Demang Karto. Tak lama kemudian, sampailah ia di depan rumah yang ditunjuk tadi. Gerbang kayu yang kokoh dan ukiran di dinding rumah menandakan status sosial pemiliknya yang terpandang.
"Permisi," seru Arya Soma, sembari turun dari kudanya.
"Ada keperluan apa, Raden?" tanya seorang penjaga yang berdiri sigap di depan pintu gerbang, membungkuk hormat.
"Apakah benar ini rumah Demang Karto?" tanya Arya Soma, memastikan.
"Benar, Raden," jawab penjaga itu.
"Aku ingin bertemu dengan beliau," kata Arya Soma.
"Baik, Raden. Mari saya antar," kata penjaga itu, mempersilakan Arya Soma masuk. "Silakan Raden tunggu di sini, biar saya panggilkan Ki Demang," lanjutnya, setelah mengantarkan Arya Soma ke ruang tamu yang luas dan nyaman.
Tak lama kemudian, Demang Karto keluar dari dalam rumah, menemui tamunya. "Ada keperluan apa gerangan, Raden, mencari saya?" tanya Demang Karto, dengan nada hormat dan sedikit sungkan.
"Saya hanya ingin bertanya, Ki Demang. Apakah beberapa hari yang lalu ada seorang pemuda bernama Rangga yang datang ke desa ini?" tanya Arya Soma, langsung pada intinya.
Demang Karto tampak berpikir sejenak, mencoba mengingat-ingat. "Jangan-jangan... yang Raden maksud adalah Yang Mulia Prabu Rangga?" jawabnya, dengan nada sedikit ragu.
"Ya, ya, benar! Beliau yang saya cari," jawab Arya Soma, lega dan antusias.
"Ke mana Dinda Prabu melanjutkan perjalanannya setelah dari sini, Ki Demang? Apakah Ki Demang mengetahuinya?" tanya Arya Soma, tak sabar ingin segera menemukan rajanya.
"Kalau tidak salah, Yang Mulia melanjutkan perjalanan ke arah timur, Raden," jawab Demang Karto.
"Kalau boleh saya tahu, siapakah Raden ini? Sepertinya Raden memiliki hubungan yang dekat dengan Yang Mulia Prabu," tanya Demang Karto, memberanikan diri. Ia merasa penasaran, karena sebelumnya Rangga yang datang, dan sekarang orang lain yang mencarinya, dan keduanya tampak bukan orang sembarangan.
"Saya Arya Soma, Patih dari Kerajaan Martapura," jawab Arya Soma, memperkenalkan dirinya.
Demang Karto terkejut, matanya membelalak. Ia tak menyangka, tamu yang datang ke desanya adalah orang-orang penting dari Kerajaan Martapura. Dulu rajanya, sekarang patihnya. Ia benar-benar merasa tersanjung.
"Maafkan hamba, Gusti Patih, hamba tidak tahu," kata Demang Karto, dengan nada menyesal dan hormat yang mendalam. "Silakan masuk, Gusti Patih. Mari saya haturkan minuman," lanjutnya, mempersilakan Arya Soma masuk ke ruang dalam.
"Tidak perlu repot-repot, Ki Demang. Saya harus segera melanjutkan perjalanan untuk mencari Dinda Prabu," tolak Arya Soma dengan halus.
Demang Karto pun mengantarkan Arya Soma kembali ke depan gerbang. Arya Soma kembali menunggangi kudanya, siap melanjutkan perjalanan.
"Terima kasih atas informasinya, Ki Demang. Saya pamit dulu," ucap Arya Soma.
"Hati-hati di jalan, Gusti Patih," jawab Demang Karto, membungkuk hormat.
Arya Soma pun memacu kudanya ke arah timur, mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Demang Karto. Perjalanan panjang ditempuhnya, hingga akhirnya ia tiba di wilayah Kerajaan Argara.
"Apakah mungkin Dinda Prabu berada di sini?" gumam Arya Soma, sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Tidak ada salahnya aku coba mencari di sini. Siapa tahu aku bisa menemukan petunjuk keberadaannya."
"Lebih baik aku mencari kedai dulu. Mungkin aku bisa mendapatkan informasi tentang Dinda Prabu di sana," pikirnya kemudian.
Arya Soma pun mencari sebuah kedai yang cukup ramai. Ia berharap bisa mendengar percakapan warga sekitar yang mungkin saja membicarakan tentang orang asing, yang bisa jadi adalah Rangga. Setelah menemukan kedai yang dimaksud, ia pun masuk dan duduk di salah satu kursi yang kosong.
Tak lama, seorang pelayan datang menghampirinya. "Pesan apa, Tuan?" tanya pelayan itu.
"Tolong bawakan aku nasi dan minum," jawab Arya Soma.
"Baik, mohon tunggu sebentar, Tuan," kata pelayan itu, lalu pergi menyiapkan pesanan.
Sambil menunggu pesanannya datang, Arya Soma mengamati suasana di dalam kedai. Kedai itu tampak ramai dan penuh sesak. Ia mendengar berbagai macam percakapan, namun belum ada yang menyinggung tentang orang asing.
"Sepertinya besok akan ada keramaian besar di istana," kata salah seorang pengunjung kedai kepada temannya, yang duduk di meja sebelah Arya Soma.
"Sudah pasti. Gusti Putri Kara akan bertarung melawan Pangeran Lintang dari Kerajaan Kumaya. Pertarungan itu pasti akan sangat seru," sahut temannya.
Arya Soma yang duduk tak jauh dari mereka, secara tak sengaja mendengar percakapan itu. Rasa penasarannya terusik.
"Pertarungan? Menarik sekali," gumam Arya Soma dalam hati. "Mungkin aku bisa menginap di sini dan melihat pertarungan itu. Siapa tahu, Dinda Prabu juga tertarik dan menontonnya."
Setelah selesai makan dan membayar, Arya Soma pun keluar dari kedai dan mencari penginapan yang letaknya tidak jauh dari istana Argara. Ia memutuskan untuk menginap dan melihat keramaian yang akan terjadi besok.
Hari Pertarungan dan Kekacauan di Pendopo
Hari yang dinantikan pun tiba. Sejak pagi, alun-alun di depan istana Argara sudah dipenuhi oleh lautan manusia. Mereka datang dari berbagai penjuru negeri, ingin menyaksikan pertarungan antara Dewi Kara dan Pangeran Lintang. Suasana sangat meriah, seperti sedang ada perayaan besar.
Raja Bargola dan Raja Sura duduk berdampingan di atas panggung kehormatan, menghadap ke arena pertarungan yang sudah disiapkan. Keduanya tampak berwibawa dalam balutan pakaian kebesaran mereka.
Di tempat lain, Dewi Kara dan Pangeran Lintang sedang bersiap-siap. Mereka mengenakan pakaian khusus untuk bertarung, yang terbuat dari bahan yang kuat namun tetap lentur, sehingga memudahkan mereka bergerak.
Tak lama kemudian, keduanya memasuki arena pertarungan, menaiki kuda masing-masing. Mereka saling memberi hormat, sebelum bersiap untuk bertarung.
"Pertarungan ini adalah pertarungan persahabatan. Jadi, kuharap kalian berdua menjunjung tinggi sportivitas dan tidak ada dendam di antara kalian. Bersiaplah!" seru Patih Guntoro, yang bertindak sebagai wasit, dengan suara lantang dan tegas.
Di tribun penonton, Dewi Sekar duduk di sebelah Rangga, tampak tegang menantikan dimulainya pertarungan.
"Kira-kira, siapa yang akan menang, Kakang?" tanya Dewi Sekar, penasaran.
"Mana aku tahu, Dinda," jawab Rangga, singkat.
"Masa Kakang tidak bisa menebak?" tanya Dewi Sekar lagi, sedikit jengkel.
"Yang jelas, yang sudah pasti menang itu Kakang," jawab Rangga, tersenyum.
"Kenapa bisa begitu, Kakang?" tanya Dewi Sekar, semakin penasaran.
"Iya, karena Kakang sudah mendapatkan Dinda tanpa perlu bertarung," jawab Rangga, dengan nada jenaka.
"Ih, Kakang! Bercanda terus!" seru Dewi Sekar, sambil mencubit pelan lengan Rangga, merasa gemas.
"Aduh... ampun, Dinda. Sakit," ringis Rangga, pura-pura kesakitan.
"Makanya, kalau ditanya itu yang serius. Jangan bercanda terus," kata Dewi Sekar, merasa menang.
"Iya, iya. Sudah, lebih baik kita lihat saja pertarungannya. Jangan banyak bertanya," kata Rangga, mengalah.
"Baiklah, Kakang," jawab Dewi Sekar, akhirnya.
Arya Soma, yang berada tak jauh dari kerumunan, melihat Rangga dan Dewi Sekar yang tampak akrab. "Sepertinya itu Dinda Prabu. Tapi, siapa wanita itu? Mereka terlihat sangat dekat," gumam Arya Soma, dalam hati. "Lebih baik aku amati saja dari sini, sambil melihat pertarungan ini."
Kembali ke arena, Pangeran Lintang dan Dewi Kara sudah bersiap dengan kuda-kuda mereka. Keduanya tampak sangat fokus dan penuh konsentrasi.
Pertarungan pun dimulai! Dewi Kara langsung menyerang Pangeran Lintang dengan gerakan yang cepat dan lincah, bagaikan seekor macan tutul yang gesit. Serangannya bertubi-tubi, mengarah ke titik-titik vital Pangeran Lintang.
Pangeran Lintang, dengan sigap, terus menghindar dan menangkis serangan Dewi Kara. Sesekali, ia melompat ke belakang, menjauh dari jangkauan serangan lawannya. Namun, Dewi Kara tak memberinya kesempatan untuk bernapas. Ia terus mendesak Pangeran Lintang, tak memberinya celah untuk membalas.
Pangeran Lintang mengubah strateginya. Ia mulai menggunakan jurus-jurus andalannya, yang selama ini ia pelajari dan latih dengan keras. Kini, ia mulai bisa mengimbangi, bahkan berbalik menekan Dewi Kara.
Puluhan jurus telah mereka keluarkan, baik jurus tangan kosong maupun jurus berkuda. Namun, belum ada tanda-tanda siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Keduanya masih sama kuat.
Di kursi kehormatan, Raja Sura dan Raja Bargola tampak tersenyum bangga melihat kemampuan anak-anak mereka. Mereka kagum dengan kegigihan dan sportivitas yang ditunjukkan oleh Dewi Kara dan Pangeran Lintang.
Pertarungan terus berlanjut dengan sengit. Para penonton pun terpukau, menahan napas setiap kali melihat gerakan-gerakan berbahaya yang dilakukan oleh kedua petarung itu. Mereka berdecak kagum melihat kehebatan Dewi Kara, yang mampu mengimbangi, bahkan beberapa kali merepotkan Pangeran Lintang, yang terkenal dengan kemampuan bela dirinya yang tinggi.
"Ternyata benar kata Romo, Pangeran Lintang memang sangat kuat," gumam Dewi Kara dalam hati, sambil terus melancarkan serangannya. "Sejauh ini, dia belum menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Aku harus berhati-hati."
"Dinda Dewi Kara ternyata sangat tangguh. Ilmu bela dirinya sangat tinggi," pikir Pangeran Lintang, sambil menangkis serangan Dewi Kara. "Aku tidak boleh lengah."
Setelah pertarungan berlangsung cukup lama, Raja Bargola merasa sudah cukup. "Lebih baik kita hentikan saja pertarungan ini. Kurasa hasilnya sudah jelas. Tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Keduanya sama-sama kuat," kata Raja Bargola kepada Raja Sura.
"Baiklah, Sahabatku. Aku setuju," jawab Raja Sura.
"Kakang Patih, tolong hentikan pertarungan ini," perintah Raja Bargola kepada Patih Guntoro.
"Baik, Yang Mulia," jawab Patih Guntoro, patuh.
Patih Guntoro pun berjalan mendekati Dewi Kara dan Pangeran Lintang yang masih bertarung dengan sengit. "Hentikan pertarungan ini!" serunya, dengan suara lantang, berusaha menghentikan pertarungan.
"Kenapa dihentikan, Paman Patih?" tanya Dewi Kara, sedikit kecewa. Ia merasa pertarungannya sedang seru-serunya.
"Yang Mulia Raja memerintahkan untuk menghentikan pertarungan ini, karena kalian berdua sama-sama kuat," jawab Patih Guntoro.
"Bagaimana menurutmu, Kanda Lintang?" tanya Dewi Kara, meminta pendapat Pangeran Lintang.
"Aku setuju dengan Paman Patih Guntoro, Dinda Dewi," jawab Pangeran Lintang.
"Baiklah, Paman Patih," kata Dewi Kara, akhirnya menyetujui.
Pertarungan pun dihentikan. Dewi Kara dan Pangeran Lintang turun dari kuda mereka, dan saling memberi hormat. Keduanya sama-sama puas dengan hasil pertarungan itu, meskipun tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah.
Para penonton pun bertepuk tangan dengan meriah, memberikan apresiasi kepada Dewi Kara dan Pangeran Lintang.
Setelah itu, para penonton mulai membubarkan diri. Raja Bargola dan Raja Sura kembali ke pendopo istana untuk melanjutkan pembicaraan mengenai rencana pernikahan anak-anak mereka.
Semua orang yang diundang, termasuk Rangga, berkumpul di pendopo istana. Suasana tampak gembira dan penuh keakraban.
"Anakku, Dewi Kara, apakah kau bersedia menerima lamaran Pangeran Lintang?" tanya Raja Bargola, memulai prosesi lamaran secara resmi.
"Ya, Romo. Hamba bersedia," jawab Dewi Kara, dengan mantap.
Raja Bargola dan Raja Sura tersenyum bahagia, mendengar jawaban Dewi Kara.
"Baiklah. Dengan restu para dewa dan leluhur, pernikahan Dewi Kara dan Pangeran Lintang akan kita laksanakan sebulan lagi," umumkan Raja Bargola, disambut tepuk tangan gembira dari semua yang hadir.
Raja Sura mengangguk setuju, merasa puas dengan keputusan tersebut.
"Maaf, Yang Mulia. Hamba ingin meminta izin," kata Rangga, tiba-tiba, memecah keheningan.
"Izin untuk apa, Nak Rangga?" tanya Raja Bargola, sedikit terkejut.
"Hamba ingin melamar Putri Dewi Sekar, Yang Mulia," jawab Rangga, dengan suara lantang dan penuh keyakinan.
Arya Soma, yang sedari tadi bersembunyi di balik kerumunan, merasa lega dan senang mendengar Rangga akhirnya memberanikan diri untuk melamar Dewi Sekar.
Namun, suasana di pendopo seketika berubah tegang. Raja Bargola terdiam, menatap Rangga dengan tajam.
"Apa katamu? Kau ingin melamar anakku, Dewi Sekar?" tanya Raja Bargola, dengan nada suara meninggi, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Benar, Yang Mulia," jawab Rangga, tetap tenang.
"Apakah kau tahu siapa dirimu dan siapa putriku?" tanya Raja Bargola, dengan nada marah.
"Hamba tahu, Yang Mulia," jawab Rangga, tak gentar.
Arya Soma langsung tersinggung dan marah mendengar nada bicara Raja Bargola yang merendahkan Rangga. "Kerajaan Argara ini hanya kerajaan kecil. Kenapa rajanya begitu sombong? Ingin rasanya aku menghancurkan kerajaan ini sekarang juga!" gerutunya dalam hati, mengepalkan tangannya.
"Jadi, jangan pernah bermimpi untuk melamar putriku! Lamaranmu kutolak! Ini adalah penghinaan besar bagiku!" hardik Raja Bargola, dengan wajah merah padam.
Dewi Sekar, yang sedari tadi berdiri di samping Dewi Kara, tertunduk sedih mendengar penolakan ayahnya. Air matanya menetes, tak kuasa menahan rasa kecewa dan malu.
Dewi Kara, yang melihat kesedihan adiknya, tak bisa berbuat apa-apa. Ia tahu, ayahnya tidak akan mengubah keputusannya.
Tiba-tiba, terdengar suara tepuk tangan yang keras, memecah ketegangan di pendopo. Semua mata tertuju pada sumber suara.
"Hebat! Sungguh hebat!" seru orang itu, yang tak lain adalah Arya Soma. Ia berjalan keluar dari kerumunan, menuju ke tengah pendopo.
"Kanda Arya Soma, kenapa Kanda ada di sini?" gumam Rangga dalam hati, terkejut melihat kemunculan patihnya.
"Siapa kau? Berani-beraninya kau masuk ke sini tanpa izin dan bertepuk tangan di hadapanku?!" bentak Raja Bargola, semakin murka.
"Hentikan omong kosongmu, Raja Bargola!" hardik Arya Soma, tak kalah sengit.
"Kurang ajar! Lancang sekali kau! Pengawal! Cepat tangkap dia dan penjarakan dia!" perintah Raja Bargola, dengan suara menggelegar.
"Tunggu dulu!" sergah Arya Soma, menghentikan langkah para pengawal yang hendak menangkapnya.
"Apakah Raja Bargola tahu tentang Kerajaan Martapura?" tanya Arya Soma, dengan nada suara yang tenang namun menusuk.
"Siapa yang tidak tahu tentang Kerajaan Martapura? Martapura adalah kerajaan besar yang makmur dan kuat, yang saat ini dipimpin oleh seorang raja muda yang gagah berani dan bijaksana, setelah raja sebelumnya turun tahta. " ucap Raja Bargola.