Pendekar Pedang Kembar

Pendekar Pedang Kembar

Perampokan

"Berhenti.... berhenti..... berhenti...!!" terdengar suara lantang dan tegas memberikan komando.

"Berhenti ... berhenti........!!" perintah tersebut diulangi dengan volume yang ditingkatkan.

Sementara itu, di dalam sebuah kereta kuda, seorang wanita bangsawan dan seorang anak kecil tampak dicekam kepanikan dan ketakutan.

"Gerangan siapakah gerombolan itu, Kang?" tanya wanita itu kepada kusir kereta dengan nada cemas.

"Hamba kurang tahu, Den Ayu, namun gelagat mereka mengindikasikan niat yang tidak baik," jawab kusir kereta itu, seraya meningkatkan kecepatan laju kereta kudanya.

"Apa yang terjadi, Ibu?" tanya anak itu dengan polos.

"Ibu juga tidak tahu, anakku," jawab sang ibu dengan ekspresi yang sarat akan kekhawatiran.

Braaak....... !!! Terdengar suara benturan keras saat roda kereta kuda mengalami kerusakan.

Kereta kuda pun terguncang hebat akibat roda sebelah kiri yang hancur dan lajunya menjadi tidak terkendali.

"Ibu...!!!" teriak anak itu, dilanda ketakutan.

Sang ibu dengan sigap memeluk erat anaknya untuk mencegahnya terlempar, dan beberapa saat kemudian kereta kuda itu pun terhenti.

"Cepat, amankan semua barang berharga..!!" perintah pemimpin perampok itu dengan suara lantang.

Delapan orang turun dari kuda dan langsung merangsek masuk ke dalam kereta.

Tanpa membuang waktu, para anak buahnya pun turun dari kuda dan menghabisi kusir kereta tadi dengan kejam. Mereka kemudian menjarah semua barang-barang yang ada di dalam kereta itu.

Menyaksikan pembunuhan kusir kereta yang begitu brutal, wanita bangsawan itu dilanda ketakutan yang luar biasa.

"Tolong.... tolong.... Tolong!!" jerit wanita itu dengan histeris.

"Hahaha..., hahaha....!!" para perampok itu tertawa terbahak-bahak, menikmati ketakutan wanita itu.

"Siapa kalian dan apa tujuan kalian?" tanya perempuan itu dengan nada bergetar, diliputi ketakutan dan kepanikan yang luar biasa.

"Dengarkan baik-baik, kami adalah gerombolan perampok Macan Loreng, hahaha..hahaha..hahaha.....!!" jawab pemimpin perampok itu dengan tawa yang menggelegar.

Wajah perempuan itu seketika memucat, pucat pasi, mendengar pengakuan mereka. Ia sudah mengetahui reputasi mereka, bahwa Macan Loreng adalah gerombolan perampok yang terkenal dengan kebengisan dan kekejamannya.

"Semua barang berharga sudah diamankan, Ketua," lapor salah seorang anggota kawanan perampok itu.

"Bagus, bersiap untuk kembali ke markas," perintah sang ketua.

"Lalu bagaimana dengan nasib anak dan perempuan ini, Ketua?" tanya anak buahnya.

Hmmm........ sang ketua perampok tampak berpikir sejenak. "Terserah kalian saja, ingin diapakan wanita itu. Kalian bebas untuk memuaskan nafsu bejat kalian, atau langsung menghabisinya, itu terserah kalian," jawab ketua perampok itu dengan nada acuh tak acuh.

Mendengar titah sang ketua, para anak buahnya pun bersorak kegirangan, membayangkan kesempatan untuk melampiaskan nafsu mereka pada seorang wanita cantik.

Mereka pun segera menyeret perempuan itu secara paksa ke area semak-semak di sekitar lokasi. Wanita itu hanya bisa meronta-ronta dan menjerit histeris.

"Apa yang akan kalian lakukan? Lepaskan aku, lepaskan aku... tolong.. tolong..." teriak wanita itu, memohon belas kasihan.

"Lepaskan ibuku.... ibu... ibu...!

Kalian orang-orang jahat, lepaskan ibuku!" teriak anak kecil itu, berusaha melawan.

Haahahaa.... haahaa... semua anggota gerombolan itu hanya tertawa terbahak-bahak, mengabaikan teriakan anak kecil itu.

"Rangga, lari .... lari... lari dari sini nak, lari..!!" teriak sang ibu, memerintahkan anaknya yang bernama Rangga itu untuk menyelamatkan diri.

"Tidak ibu, Rangga tidak akan lari, aku akan menolong ibu..!" tekad Rangga, kemudian ia memungut sebuah batu dan melemparkannya. Weesss..... plak..!!, lemparan Rangga itu mengenai pelipis salah satu perampok itu hingga berdarah.

Tindakan berani Rangga itu sontak memicu kemarahan besar sang perampok.

"Kurang ajar, bocah sialan!!" makinya dengan penuh amarah.

Perampok itu segera menghampiri Rangga dan melayangkan pukulan keras. Plaaaak....!!!! pukulan telak itu seketika membuat Rangga jatuh pingsan.

Setelah melampiaskan amarahnya, perampok itu segera menyusul rekan-rekannya yang sedang menyiksa ibu Rangga.

Setelah puas melampiaskan nafsu bejat mereka dan menjarah semua harta benda, para perampok itu pun pergi meninggalkan lokasi menuju markas mereka. Mereka tidak hanya meninggalkan ibu Rangga dalam kondisi mengenaskan setelah diperkosa beramai-ramai, tetapi juga menghabisi nyawanya dengan kejam.

Beberapa waktu berselang, Rangga tersadar dari pingsannya. Teringat akan ibunya, ia bergegas berlari menghampiri ibunya yang berada di area semak-semak. Namun, betapa hancurnya hati Rangga saat mendapati sang ibu sudah terbujur kaku tak bernyawa.

"Ibu .. ibu.... bangun ..... ibu...! bangun ibu... bangun... jangan tinggalkan Rangga bu.. ibu..." teriak Rangga histeris, diiringi tangis pilu.

Ia menangis sejadi-jadinya... ia tak tahu harus hidup dengan siapa lagi, mengingat ibunya adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki.

Ia mencoba menggoyang-goyangkan tubuh ibunya, berharap sang ibu akan terbangun, namun usahanya sia-sia.

"Ibu... ibu.... ibu..." teriak Rangga, terus meratapi jasad ibunya.

Dengan sekuat tenaga, Rangga yang saat itu baru berusia 12 tahun, berusaha menggali lubang untuk memakamkan ibunya. Dengan cucuran air mata dan isak tangis yang tak henti, ia terus menggali, sesekali menatap jasad ibunya dengan harapan sang ibu akan bangkit kembali. Setelah berjuang cukup lama, akhirnya lubang itu selesai digali.

"Selamat jalan ibu... semoga ibu tenang di alam sana. Rangga berjanji pada ibu, Rangga akan tumbuh menjadi kuat dan membasmi orang-orang jahat, Ibu," ucap Rangga di hadapan pusara ibunya.

Setelah cukup lama termenung di hadapan makam ibunya, Rangga pun beranjak pergi.

Tiba-tiba, kakinya tanpa sengaja menginjak sebuah benda. Ia pun memungutnya dan menyadari bahwa benda itu adalah sebuah kalung dengan liontin berbentuk taring macan. Kalung itu milik salah seorang perampok yang terjatuh saat ibunya menariknya ketika diseret paksa.

Rangga mengambil dan menyimpan kalung itu di dalam bajunya.

Kemudian, Rangga melanjutkan perjalanannya meninggalkan tempat itu. Ia berjalan tanpa arah dan tujuan yang pasti, karena ia tidak mengenal daerah tersebut. Selain jauh dari pemukiman, tempat itu juga sangat sepi. Rangga terus melangkahkan kakinya tanpa tujuan yang jelas.

Hingga akhirnya, perjalanan Rangga membawanya sampai ke tengah hutan. Dilanda kelelahan, kelaparan, dan tubuh yang penuh luka, Rangga pun ambruk dan pingsan di tengah hutan. Sungguh memprihatinkan nasib anak sekecil itu.

Sementara itu, di sebuah sungai, seorang kakek bernama Raja Alam sedang mencari ikan. Ia adalah seorang pendekar sakti mandraguna yang pernah menggemparkan jagat persilatan.

Reputasinya yang tanpa kompromi terhadap para penganut aliran hitam membuatnya sangat ditakuti.

Namun, kini ia telah menarik diri dari dunia persilatan dan memilih untuk hidup menyendiri di hutan yang jauh dari keramaian, mencari ketenangan batin.

Setelah merasa tangkapan ikannya cukup banyak, Raja Alam memutuskan untuk kembali ke gubuknya. Dengan raut wajah yang ceria karena hasil tangkapannya yang melimpah, ia berjalan sambil bersenandung kecil.

Setelah beberapa lama berjalan, tiba-tiba di tengah perjalanan, samar-samar Raja Alam melihat sesosok tubuh yang tergeletak, yang ternyata adalah Rangga. Karena penasaran, ia pun menghampiri dan memeriksanya.

Raja Alam menempelkan telinganya ke dada Rangga untuk memastikan apakah ia masih hidup.

"Syukurlah, anak ini masih hidup," gumam Raja Alam, setelah merasakan denyut jantung Rangga.

Tanpa ragu, Raja Alam segera membawa Rangga pergi dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, bergerak secepat kilat.

Setibanya di gubuk, Raja Alam memeriksa kondisi Rangga dengan lebih seksama. Ia tidak menemukan luka serius, hanya luka memar biasa, yang membuatnya merasa lega.

"Tampaknya anak ini mengalami trauma psikis yang sangat berat," gumam Raja Alam pada dirinya sendiri.

"Hmmm.... kira-kira peristiwa tragis apa yang telah menimpa anak ini," gumamnya lagi, penuh tanda tanya.

"Lebih baik aku menanyakannya langsung setelah ia siuman," putusnya, kemudian ia beranjak pergi.

"Ibu.... ibu... ibu... jangan tinggalkan Rangga ibu.." Rangga mengigau, merintih dalam tidurnya, lalu ia pun kembali terlelap.

Mendengar igauan itu, hati Raja Alam tersentuh. Ia menduga bahwa telah terjadi sesuatu yang buruk pada ibu anak itu.

Beberapa hari kemudian, kondisi Rangga pulih. Ia mulai membantu Raja Alam mencari kayu bakar di hutan.

Trauma masa lalunya mulai terlupakan untuk sementara, meskipun terkadang kesedihan kembali menyergapnya saat teringat ibunya.

"Hai.. Rangga, tangkap ini!" seru Raja Alam sambil melemparkan buah-buahan ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Namun, dengan sigap dan cekatan, Rangga menangkap semua buah itu tanpa ada yang terjatuh.

"Bagus, bagus, ternyata kemampuan fisikmu sudah menunjukkan kemajuan yang signifikan," puji Raja Alam dengan nada senang.

"Oh ya, bagaimana dengan kayu bakarnya, apakah sudah terkumpul semua, Rangga?" tanya Raja Alam.

"Sudah, Kek, sudah hamba ikat semua," jawab Rangga.

"Kalau begitu, mari kita pulang," ajak Raja Alam.

"Baik, Kek," jawab Rangga, seraya memanggul kayu bakar di atas pundaknya.

Rangga segera mengikuti Raja Alam yang berjalan di depannya. Ia membawa kayu bakar itu dengan mudah, tanpa kesulitan berarti.

Sepuluh tahun kemudian...

Pagi itu, langit tampak cerah. Di kejauhan, terdengar suara orang yang sedang berlatih silat dengan intens. Dia adalah Rangga. Anak kecil yang dulu ditemukan oleh Raja Alam, kini telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang rupawan dan tangguh, setelah dua belas tahun ditempa dengan keras oleh gurunya.

Sementara itu, Raja Alam mengamati dari gubuknya, kepalanya mengangguk-angguk tanda puas.

"Hmm, bagus, bagus, ternyata seluruh ilmu yang kuajarkan telah dikuasainya dengan sempurna," gumam Raja Alam, merasa bangga. Ia pun menghampiri Rangga.

Melihat kedatangan kakek gurunya, Rangga menghentikan latihannya dan memberikan penghormatan.

"Ada keperluan apa, Kek?" tanya Rangga.

"Besok, kau akan kuajak ke suatu tempat. Ada ilmu baru yang akan kuajarkan padamu," jawab Raja Alam.

"Tapi, apakah jurus pedang hamba sudah sempurna, Kek?" tanya Rangga, memastikan.

"Tentu saja, Rangga. Jika belum, mana mungkin aku akan memberimu pelajaran baru," tegas Raja Alam.

"Baiklah, Kek," jawab Rangga, diliputi rasa gembira. Ia merasa puas karena telah menguasai jurus Tebasan Seribu Pedang yang selama ini ia pelajari dengan penuh dedikasi.

"Kek, setelah ini, bagaimana kalau kita pergi ke sungai untuk menangkap ikan?" usul Rangga.

"Boleh, boleh saja. Asalkan kau sudah membawa kayu bakar yang kemarin kau kumpulkan itu ke gubuk," jawab Raja Alam.

"Mmm.. bagaimana kalau kita langsung pulang dari sungai, sembari membawa kayu bakar itu, Kek?" tawar Rangga.

"Baiklah, tapi ingat, jangan sampai kau lupa," tegas Raja Alam, kemudian berlalu.

Setelah kepergian kakek gurunya, Rangga melanjutkan latihannya dengan penuh semangat hingga tengah hari. Setelah itu, Rangga dan Raja Alam pergi ke sungai untuk mencari ikan. Dalam perjalanan menuju sungai, Raja Alam tiba-tiba melesat cepat, meninggalkan Rangga di belakang. Ia ingin menguji kemampuan Rangga, apakah ia bisa mengejarnya. Merasa tertantang, Rangga segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk mengejar Raja Alam.

Tak lama kemudian, Rangga berhasil memperkecil jarak dengan Raja Alam, meskipun belum bisa mendahuluinya.

"Bagus, Rangga. Ternyata kecepatanmu cukup mengagumkan," puji Raja Alam, kemudian mendarat.

"Huff... haaaah....!!! Tetapi, saya tetap tidak bisa mendahului Kakek," ujar Rangga dengan napas tersengal-sengal.

"Haaa... haaaa..... mana mungkin seorang murid bisa mengalahkan gurunya, Rangga. Sudahlah, cepat tangkap ikan-ikan itu. Aku akan menunggumu di sana," ucap Raja Alam, menunjuk ke sebuah tempat.

"Baiklah, Kek," jawab Rangga. Ia kemudian turun ke sungai, membawa sebilah bambu runcing untuk menangkap ikan.

Rangga dan kakek gurunya kembali ke gubuk saat hari mulai senja. Rangga tidak lupa membawa kayu bakar, sesuai janjinya kepada Raja Alam.

Terpopuler

Comments

Ardiawan

Ardiawan

kerenn

2025-02-16

0

Suyono Mprage

Suyono Mprage

Lanjutkan

2025-01-31

0

Zainal Arifin

Zainal Arifin

lanjutkan

2024-06-08

1

lihat semua
Episodes
1 Perampokan
2 Jurus Pedang Kembar Tanpa Tanding
3 Awal Pengembaraan
4 Mengikuti Sayembara
5 Jalannya sayembara
6 Kelabang Ireng
7 Kemunculan Rangga dan Kematian Kelabang Ireng
8 Raja Baru Martapura
9 Kembali Berpetualang (bagian 1)
10 Kembali Berpetualang (bagian 2)
11 Dewi Kara
12 Pertemuan
13 Perjalanan ke Argara
14 Permaisuri Martapura
15 Kembali ke Martapura
16 Memperkuat Martapura
17 Menemui kakek
18 petunjuk dari Kakek
19 Berlatih kembali (bagian 1)
20 Berlatih kembali (bagian 2)
21 Ambisi Raja Gandara
22 Rencana raja Gandara
23 Pandan Wangi
24 Putri Gandari
25 Mulai Penyelidikan
26 Senopati Elang Hitam
27 Pertarungan
28 Kemarahan Rangga
29 Rencana Rangga (bagian 1)
30 Rencana Rangga (bagian 2)
31 Rencana Rangga (bagian 3)
32 Mega mendung di Markuraka
33 Persiapan (bagian 1)
34 persiapan ( bagian 2)
35 Banjir darah di hutan Gede (bagian 1)
36 Banjir darah di hutan Gede (bagian 2)
37 Banjir Darah di hutan Gede (bagian 3)
38 Banjir Darah di hutan Gede (bagian 4)
39 Kitab Pedang darah
40 Asal Usul Kitab Pedang Darah (bagian 1)
41 Asal Usul Kitab Pedang Darah(bagian 2)
42 Asal Usul Kitab Pedang Darah (bagian 3)
43 Huru Hara Kitab Pedang Darah
44 Retaknya hubungan Argara dengan Kumaya
45 Sakit Hati Pangeran Lintang
46 Pertarungan
47 Pertarungan Pandan Wangi , Ariani Dewi dan Nyi Sarweda
48 Hilangnya Kitab Pedang Darah
49 Munculnya Si Jubah Hitam
50 Hilangnya Ariani Dewi dan Pandan Wangi
51 Kembalinya pangeran Lintang ke Kumaya
52 Pertarungan Rangga dan Pangeran Lintang
53 Pertemuan Para Tokoh Golongan Hitam
54 Penyusupan Balung Wesi dan Karang Kobar
55 Pukulan Tapak Dewa Maut Melawan Pukulan Tapak Besi
56 Rencana Arya Soma
57 Rencana Penyerangan
58 Menjelang Peperangan
59 Pasukan Jubah Hitam bergerak
60 Kemarahan Arya Soma (bagian 1)
61 Kemarahan Arya Soma (bagian 2)
62 Kemarahan Arya Soma (bagian 3)
63 Kemarahan Arya Soma (bagian 4)
64 Terbayarnya Janji Ariani Dewi
65 Menyambut kedatangan Kumaya
66 Pertempuran di Hutan Praga
67 Kejutan Dari Dewi Sekar
68 Bantuan Dewi Sekar
69 pernikahan Arya Soma
70 Mencari jejak permaisuri Saraswati (bagian 1)
71 mencari jejak permaisuri Saraswati (bagian 2)
72 Mencari jejakpermaisuri Saraswati (bagian 3)
73 Mencari jejak permaisuri Saraswati bagian 4
74 Ki Jamprang
75 Penemuan Tidak Terduga
76 Titik Terang
77 Nyawa Patih Kencana Loka Di ujung Tanduk
78 Pukulan peremuk tulang
79 Air Terjun Bidadari
80 Berlatih di Air terjun bidadari
81 Kedatangan Rangga
82 Penyesalan Rangga
83 KERAJAAN BULAN MERAH
84 Keputusan Rangga
85 Sebuah Kejutan di bawah sinar bulan
86 Kebahagiaan Raja Bargola
87 kenekatan Lingga
88 MENUNDA KE MARTAPURA
89 Serangan dadakan
90 Pedang kembar dua mustika
91 Mendung Hitam di atas Martapura 1
92 Mendung Hitam di atas Martapura bagian 2
93 Mendung Hitam di atas Martapura bagian 3
94 mendung Hitam di atas Martapura bagian 4
95 Dewi Sekar Arum
96 Para penerus Martapura
97 Mengunjungi Ariani Dewi
98 Misteri jurus Arum
99 Misteri Gua Naga
100 Raja Batara Derja dan Ratu Durgapali
101 Nyai Sarjani
102 Cerita Arum
103 Sakit hati Wiro Kusumo
104 Kemelut di Martapura
105 Muncul nya Ratu Sarjani
106 Dewi Selendang Perak
107 Persekutuan
108 Rahasia Dewi Kara bag1
109 Rahasia Dewi Kara bag2
110 Rahasia Dewi Kara bag 3
111 Penyesalan Wiro Kusumo.
112 Tanduk Naga
113 Gandara dan pedang bintang.
114 Pertarungan di malam buta
115 Kesaktian batu merah delima
116 Duka Kerajaan siluman
117 Kesedihan dan Kemarahan
118 Nyai Durgandana
119 Ke istana siluman
120 pertarungan di Istana siluman
121 Jurus dewa pedang membelah bulan
122 Misteri hilangnya pedang Naga
123 Hilang nya para gadis
124 Tumbal
125 Siasat raja Gandara bag 1
126 siasat raja Gandara bagian 2
127 siasat raja Gandara bag 3
128 Siasat Raja Gandara bagian 4
129 Pertempuran Dalam Gua
130 SOSOK ASLI RAJA GANDARA
131 Pertarungan Terakhir
Episodes

Updated 131 Episodes

1
Perampokan
2
Jurus Pedang Kembar Tanpa Tanding
3
Awal Pengembaraan
4
Mengikuti Sayembara
5
Jalannya sayembara
6
Kelabang Ireng
7
Kemunculan Rangga dan Kematian Kelabang Ireng
8
Raja Baru Martapura
9
Kembali Berpetualang (bagian 1)
10
Kembali Berpetualang (bagian 2)
11
Dewi Kara
12
Pertemuan
13
Perjalanan ke Argara
14
Permaisuri Martapura
15
Kembali ke Martapura
16
Memperkuat Martapura
17
Menemui kakek
18
petunjuk dari Kakek
19
Berlatih kembali (bagian 1)
20
Berlatih kembali (bagian 2)
21
Ambisi Raja Gandara
22
Rencana raja Gandara
23
Pandan Wangi
24
Putri Gandari
25
Mulai Penyelidikan
26
Senopati Elang Hitam
27
Pertarungan
28
Kemarahan Rangga
29
Rencana Rangga (bagian 1)
30
Rencana Rangga (bagian 2)
31
Rencana Rangga (bagian 3)
32
Mega mendung di Markuraka
33
Persiapan (bagian 1)
34
persiapan ( bagian 2)
35
Banjir darah di hutan Gede (bagian 1)
36
Banjir darah di hutan Gede (bagian 2)
37
Banjir Darah di hutan Gede (bagian 3)
38
Banjir Darah di hutan Gede (bagian 4)
39
Kitab Pedang darah
40
Asal Usul Kitab Pedang Darah (bagian 1)
41
Asal Usul Kitab Pedang Darah(bagian 2)
42
Asal Usul Kitab Pedang Darah (bagian 3)
43
Huru Hara Kitab Pedang Darah
44
Retaknya hubungan Argara dengan Kumaya
45
Sakit Hati Pangeran Lintang
46
Pertarungan
47
Pertarungan Pandan Wangi , Ariani Dewi dan Nyi Sarweda
48
Hilangnya Kitab Pedang Darah
49
Munculnya Si Jubah Hitam
50
Hilangnya Ariani Dewi dan Pandan Wangi
51
Kembalinya pangeran Lintang ke Kumaya
52
Pertarungan Rangga dan Pangeran Lintang
53
Pertemuan Para Tokoh Golongan Hitam
54
Penyusupan Balung Wesi dan Karang Kobar
55
Pukulan Tapak Dewa Maut Melawan Pukulan Tapak Besi
56
Rencana Arya Soma
57
Rencana Penyerangan
58
Menjelang Peperangan
59
Pasukan Jubah Hitam bergerak
60
Kemarahan Arya Soma (bagian 1)
61
Kemarahan Arya Soma (bagian 2)
62
Kemarahan Arya Soma (bagian 3)
63
Kemarahan Arya Soma (bagian 4)
64
Terbayarnya Janji Ariani Dewi
65
Menyambut kedatangan Kumaya
66
Pertempuran di Hutan Praga
67
Kejutan Dari Dewi Sekar
68
Bantuan Dewi Sekar
69
pernikahan Arya Soma
70
Mencari jejak permaisuri Saraswati (bagian 1)
71
mencari jejak permaisuri Saraswati (bagian 2)
72
Mencari jejakpermaisuri Saraswati (bagian 3)
73
Mencari jejak permaisuri Saraswati bagian 4
74
Ki Jamprang
75
Penemuan Tidak Terduga
76
Titik Terang
77
Nyawa Patih Kencana Loka Di ujung Tanduk
78
Pukulan peremuk tulang
79
Air Terjun Bidadari
80
Berlatih di Air terjun bidadari
81
Kedatangan Rangga
82
Penyesalan Rangga
83
KERAJAAN BULAN MERAH
84
Keputusan Rangga
85
Sebuah Kejutan di bawah sinar bulan
86
Kebahagiaan Raja Bargola
87
kenekatan Lingga
88
MENUNDA KE MARTAPURA
89
Serangan dadakan
90
Pedang kembar dua mustika
91
Mendung Hitam di atas Martapura 1
92
Mendung Hitam di atas Martapura bagian 2
93
Mendung Hitam di atas Martapura bagian 3
94
mendung Hitam di atas Martapura bagian 4
95
Dewi Sekar Arum
96
Para penerus Martapura
97
Mengunjungi Ariani Dewi
98
Misteri jurus Arum
99
Misteri Gua Naga
100
Raja Batara Derja dan Ratu Durgapali
101
Nyai Sarjani
102
Cerita Arum
103
Sakit hati Wiro Kusumo
104
Kemelut di Martapura
105
Muncul nya Ratu Sarjani
106
Dewi Selendang Perak
107
Persekutuan
108
Rahasia Dewi Kara bag1
109
Rahasia Dewi Kara bag2
110
Rahasia Dewi Kara bag 3
111
Penyesalan Wiro Kusumo.
112
Tanduk Naga
113
Gandara dan pedang bintang.
114
Pertarungan di malam buta
115
Kesaktian batu merah delima
116
Duka Kerajaan siluman
117
Kesedihan dan Kemarahan
118
Nyai Durgandana
119
Ke istana siluman
120
pertarungan di Istana siluman
121
Jurus dewa pedang membelah bulan
122
Misteri hilangnya pedang Naga
123
Hilang nya para gadis
124
Tumbal
125
Siasat raja Gandara bag 1
126
siasat raja Gandara bagian 2
127
siasat raja Gandara bag 3
128
Siasat Raja Gandara bagian 4
129
Pertempuran Dalam Gua
130
SOSOK ASLI RAJA GANDARA
131
Pertarungan Terakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!