NovelToon NovelToon
Cincin Peninggalan Kakek

Cincin Peninggalan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:25.7k
Nilai: 5
Nama Author: RivaniRian21

Di sebuah desa kecil di lereng Gunung Sumbing, Temanggung, hidup seorang pemuda bernama Arjuna Wicaksono. Sejak kecil, ia hanya tinggal bersama neneknya yang renta. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan saat ia masih balita, sementara kakeknya telah lama pergi tanpa kabar. Hidup Arjuna berada di titik terendah ketika ia baru saja lulus SMA. Satu per satu surat penolakan beasiswa datang, menutup harapannya untuk kuliah. Di saat yang sama, penyakit neneknya semakin parah, sementara hutang untuk biaya pengobatan terus menumpuk. Dihimpit keputusasaan, Arjuna memutuskan untuk merantau ke Jakarta, mencari pekerjaan demi mengobati sang nenek. Namun takdir berkata lain. Malam sebelum keberangkatannya, Arjuna menemukan sebuah kotak kayu berukir di balik papan lantai kamarnya yang longgar. Di dalamnya tersimpan cincin perak kuno dengan batu safir biru yang misterius - warisan dari kakeknya yang telah lama menghilang. Sejak menggunakan cincin itu, kehidupanNya berubah drastis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RivaniRian21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 Langkah Kaki

Pertemuan singkat dengan Aulia meninggalkan jejak yang kuat dalam benak Arjuna. Ada semacam energi kompetitif yang kini membakar semangatnya, melengkapi tekad yang sudah ada sebelumnya. Ia tidak lagi hanya ingin lulus demi dirinya sendiri, kini ia juga ingin membuktikan bahwa anak desa yang diremehkan ini mampu berdiri di panggung yang sama dengan seorang Aulia.

Dengan pikiran yang berkecamuk, Arjuna melangkah keluar dari area kampus Universitas Nusantara Global. Tujuannya adalah kembali ke kosan di Bekasi. Ia berjalan menuju halte bus terdekat, tangannya secara otomatis merogoh saku celana untuk menghitung sisa uangnya.

Lembaran uang yang ada di sana tampak begitu menyedihkan. Setelah membayar biaya warnet dan ongkos transportasi seharian, uangnya benar-benar di ambang batas. Cukup untuk ongkos pulang, tapi mungkin tidak cukup untuk makan malam nanti.

Ia terdiam sejenak di depan halte. Melihat bus-bus kota yang berlalu lalang, sebuah ide terlintas di benaknya. Entah mengapa, ia merasa enggan untuk langsung pulang dan kembali terkurung dalam penantian. Energi dari ujian tadi masih terasa di dalam dirinya, dan ia merasa perlu melakukan sesuatu yang produktif.

‘Jaraknya mungkin jauh, tapi kalau aku jalan kaki sebagian, aku bisa menghemat ongkos,’ pikirnya. ‘Sekalian… aku bisa lihat-lihat, siapa tahu ada informasi pekerjaan.’

Keputusan itu terasa tepat. Daripada hanya pasrah menunggu nasib, ia harus bergerak. Dengan tekad baru, Arjuna pun mulai berjalan kaki, menyusuri trotoar lebar di kawasan elit Jakarta Selatan. Ia berjalan tanpa tujuan pasti, hanya mengikuti arah jalan yang membawanya menjauh dari menara gading UNG.

Pemandangan di sekelilingnya perlahan berubah. Gedung-gedung perkantoran yang megah dan kafe-kafe mewah perlahan digantikan oleh deretan ruko yang lebih sederhana, restoran-restoran keluarga, dan bengkel-bengkel kecil. Hiruk pikuk kota menjadi lebih terasa di sini.

Sambil berjalan, matanya awas memperhatikan setiap pintu dan jendela toko. Ia mencari satu kata keramat bagi para pencari kerja sepertinya: "LOWONGAN" atau "DICARI".

Beberapa kali ia melihatnya. "Dicari: Karyawati, min. D3," "Dicari: Sales, berpengalaman," "Dicari: Akuntan, min. S1." Semua di luar jangkauannya yang hanya berbekal ijazah SMA dan pengalaman kerja nol.

Ia terus berjalan. Keringat mulai membasahi kemejanya, namun ia tidak merasa lelah seperti seharusnya. Cincin di jarinya seolah mengalirkan stamina yang tak ada habisnya, membuat langkah kakinya tetap ringan meski matahari masih terasa menyengat.

Setelah berjalan hampir satu jam, langkahnya terhenti di depan sebuah rumah makan yang tampak ramai. Bukan restoran mewah, melainkan sebuah kedai makan sederhana yang bersih dengan papan nama "Warung Nasi Ibu Susi - Masakan Rumah". Aroma tumis kangkung dan ayam goreng tercium hingga ke jalan, membuat perut Arjuna yang kosong berbunyi.

Dan di jendela kaca kedai itu, tertempel selembar kertas HVS yang ditulis tangan dengan spidol hitam:

"DICARI TENAGA BANTUAN DAPUR / CUCI PIRING. JUJUR & MAU BEKERJA KERAS. LAMARAN LANGSUNG KE DALAM."

Jantung Arjuna berdebar sedikit lebih cepat. Ini dia. Pekerjaan yang tidak butuh ijazah tinggi, pekerjaan yang hanya butuh kejujuran dan kerja keras. Dua hal yang ia miliki.

Ia berdiri sejenak di depan kedai itu, mengamati kesibukan di dalamnya. Para pelayan hilir mudik mengantar pesanan, sementara dari area dapur terdengar suara wajan dan spatula yang beradu. Ada sedikit keraguan dalam dirinya. Apakah ia akan diterima?

Ia menatap kepalan tangannya, melihat cincin biru yang melingkar di jarinya. Ia teringat nasihat Eyang Prabu tentang ketulusan hati. Ia teringat perjuangan Mbah Darmi. Ia teringat hinaan yang ia terima pagi tadi.

‘Aku harus mencoba,’ tekadnya dalam hati.

Menghela napas panjang untuk mengumpulkan segenap keberaniannya, Arjuna meluruskan kemejanya yang kusut dan melangkah mantap memasuki pintu Warung Nasi Ibu Susi, siap untuk menghadapi ujian berikutnya dalam hidupnya: sebuah wawancara kerja pertama di rimba beton Jakarta.

Tepat saat Arjuna hendak mendorong pintu kaca "Warung Nasi Ibu Susi", sebuah teriakan panik yang memilukan memecah hiruk pikuk sore itu.

"TOLONG! YA ALLAH, TOLONG! PAK... BANGUN, PAK!"

Suara serak seorang wanita tua itu sontak membuat semua orang menoleh. Arjuna berbalik. Di trotoar yang ramai, tak jauh dari tempatnya berdiri, seorang kakek renta tergeletak di tanah, tak sadarkan diri. Di sampingnya, seorang nenek menangis histeris, mengguncang-guncang tubuh suaminya yang terkulai lemas.

Niat Arjuna untuk melamar pekerjaan sirna seketika. Tanpa pikir panjang, instingnya mengambil alih. Ia berlari menerobos kerumunan orang yang mulai terbentuk, rasa urgensi mendorongnya maju.

"Permisi, Bu... Pak, tolong beri jalan!" serunya sambil dengan sopan namun tegas menembus barisan para penonton yang hanya bisa menatap dengan cemas.

Ia akhirnya berhasil mencapai pusat kerumunan. Ia berlutut di samping sang kakek. Wajah pria tua itu sudah membiru, bibirnya pucat, dan ia tidak bernapas. Sang nenek terus menangis, "Pak... jangan tinggalkan Ibu, Pak..."

Arjuna menatap sang kakek dengan penuh konsentrasi. Seluruh dunianya seolah menyempit, hanya terfokus pada sosok tak berdaya di hadapannya. Di dalam benaknya, sebuah pertanyaan berputar kencang, begitu kuat dan mendesak: 'Kakek ini kenapa? Kenapa tiba-tiba pingsan seperti ini?'

Tanpa ia sadari, di tengah kepanikannya, sepasang matanya mulai memancarkan cahaya biru yang sangat samar. Batu safir di cincinnya berdenyut, merespons pertanyaan dan niat tulusnya untuk menolong. Seketika, pandangannya berubah.

Dinding realitas seolah menipis. Ia masih bisa melihat wajah sang kakek, namun kini ada lapisan transparan lain di atasnya. Ia bisa melihat menembus kulit dan daging, melihat organ-organ dalam dengan detail yang aneh namun jelas. Jantung sang kakek masih berdetak, meskipun lemah. Paru-parunya tampak normal. Namun, lebih ke atas, di saluran tenggorokannya... ada sesuatu. Sebuah gumpalan berwarna gelap—sepertinya sepotong daging bakso—tersangkut dengan sempurna, menghalangi seluruh jalan napasnya.

Tersedak! Bukan serangan jantung! batin Arjuna.

Mengetahui penyebabnya, Arjuna tahu ia harus bertindak cepat. Waktu sang kakek tinggal hitungan menit. Ia hendak memposisikan tubuh sang kakek untuk melakukan hentakan perut—sebuah gerakan yang entah bagaimana ia tahu caranya—namun sebuah tangan kekar tiba-tiba menahan bahunya.

"Tunggu! Jangan diapa-apakan!"

Arjuna mendongak. Seorang pria berusia 40-an dengan kemeja rapi dan tatapan penuh percaya diri kini berlutut di seberangnya. "Saya seorang dokter. Biar saya yang periksa."

Kerumunan orang bergumam lega. "Syukurlah, ada dokter." "Tolong, Dok!"

Pria yang mengaku dokter itu melakukan pemeriksaan yang sangat singkat. Ia menempelkan telinganya ke dada sang kakek, meraba denyut nadinya sekilas, lalu dengan wajah serius ia menatap kerumunan.

"Ini serangan jantung," katanya dengan suara lantang dan penuh otoritas. "Cepat panggil ambulans! Jangan ada yang menyentuh pasien, bisa memperburuk kondisinya!"

Beberapa orang langsung sibuk mengeluarkan ponsel untuk menelepon ambulans. Sang nenek menangis semakin keras mendengar diagnosis itu.

Arjuna, yang tadinya hendak menyingkir, kini membeku di tempatnya. Ia menatap 'dokter' itu, lalu menatap sang kakek yang wajahnya semakin membiru. Ia tahu diagnosis itu salah besar. Menunggu ambulans sama saja dengan membiarkan kakek ini meninggal kehabisan napas. Gumpalan bakso itu masih ada di sana, terlihat begitu jelas di dalam penglihatannya yang aneh.

Sesuatu yang tak terduga terjadi pada diri Arjuna. Rasa paniknya hilang, digantikan oleh ketenangan yang dingin. Ia seharusnya marah, seharusnya berteriak dan memberitahu semua orang bahwa dokter ini salah. Tapi entah mengapa, sebuah senyum tipis yang ganjil tersungging di bibirnya. Sebuah senyum yang tajam dan penuh penilaian.

Ia menatap 'dokter' yang kini sibuk memberi instruksi pada orang-orang di sekitarnya, berlagak seperti seorang pahlawan yang mengendalikan situasi. Arjuna tidak lagi melihat seorang penolong, melainkan seorang penipu atau orang bodoh yang angkuh.

Ia memutuskan untuk tidak langsung bertindak. Ia ingin melihat. Sejauh mana 'dokter' ini akan memainkan perannya? Apa yang akan ia lakukan selanjutnya saat ia sadar pertolongannya tidak membawa hasil apa-apa?

Arjuna mundur selangkah, memberikan panggung pada sang 'dokter'. Namun matanya tak pernah lepas dari gumpalan kecil di tenggorokan sang kakek, dan waktu yang terus berjalan tanpa ampun.

1
agus purnomo
kopi plus vote suhu
biar nulisny makin lancar...💪
Was pray
kalau merasa terbebani dengan cincin warisan kakeknya ya dilepas saja Juna, daripada kamu mengeluh terus, kayaknya gak ikhlas menerima takdirmu juna
Aman Wijaya
jooooz jooooz gandos lanjut terus
Aman Wijaya
lanjut terus Thor
Aman Wijaya
top markotop ceritanya Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll lanjut terus
4U2C
𝘆𝗮 𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗮𝘀𝗮𝗹 𝘂𝘀𝘂𝗹𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝗿 𝗽𝗮𝗿𝗮 𝗿𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 𝘀𝘂𝗸𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗸𝗶𝘀𝗮𝗵𝗺𝘂..
4U2C
𝗷𝗮𝘂𝗵𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴-𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗸𝗮𝗺𝘂 𝘀𝗲𝗻𝗱𝗶𝗿𝗶 𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘀𝗼𝘀𝗼𝗸 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗻𝗴𝗴𝘂𝗵 𝗻𝘆𝗮,,𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝘀𝘂𝗹𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗺𝘂 𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶𝗻𝘆𝗮,,𝗹𝗶𝗵𝗮𝘁 𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗮𝗽𝗮-𝗮𝗽𝗮 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝘂𝗻𝘀𝘂𝗵𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮-𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮..𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗹𝗮𝗵 𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝘂𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝗺𝗽𝘂..𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗴𝗶𝘂𝗿 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝗿𝗮𝘆𝗮..
4U2C
𝗽𝗮𝗰𝗮𝗿 𝗺𝗶𝗮 𝗥𝗜𝗔𝗡 𝗱𝗶𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝗦𝗜𝗡𝗧𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗗𝗜𝗢𝗡,,𝗮𝗽𝗮 𝗮𝗱𝗮 𝗵𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗗𝗜𝗢𝗡 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔 𝘆𝗮,,𝗱𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗴𝗶 𝗸𝗲𝗺𝗮𝗻𝗮 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗶𝗯𝘂 𝗟𝗜𝗔𝗡𝗔 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔,,𝗺𝗲𝗹𝗮𝗺𝘂𝗻,𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗺𝗲𝗹𝗼𝗻𝗴𝗼..𝗮𝗸𝘂 𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻𝗸𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗲𝗸𝗮𝘁 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝘀𝗲𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮..𝗺𝗮𝘂 𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮 𝗮𝗷𝗮 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀,,𝗱𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁𝗶 𝗴𝗮𝗱𝗶𝘀 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮,,𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗠𝗜𝗔 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗔𝗨𝗟𝗜𝗔,,𝗽𝘂𝘁𝗿𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮..
agus purnomo
kopi lagi suhu
Aman Wijaya
lanjut terus Thor semangat semangat ditunggu lagi updatenya 💪💪💪 sehat selalu untukmu Thor sehingga bisa berkarya terus
Aman Wijaya
Arjuna rasa disidak seperti seorang terpidana lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll Thor 💪💪💪
Aman Wijaya
babat semuanya Juna jangan beri ampun bikin mereka semua tidak bisa bangun
Aman Wijaya
top top markotop lanjut terus Thor semangat semangat semangat
Aman Wijaya
lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz jooooz pooolll Thor lanjut terus
Rita Natalia
Dion siapa ya ?
Achmad
ayo Thor lanjut semangat jangan kendor
Achmad
semangat Thor lanjut semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!