NovelToon NovelToon
Wajah Tersembunyi

Wajah Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Identitas Tersembunyi / Pengganti / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Mafia
Popularitas:73
Nilai: 5
Nama Author: Pertiwi1208

Dara, seorang detektif yang menangani kasus pembunuhan berantai harus menelan kenyataan pahit. Pasalnya semua bukti dan saksi mengarah padanya. Padahal Dara tidak kenal sama sekali dengan korban maupun pelaku, begitu juga dengan anggota keluarga dan saksi-saksi yang lain.


Dalam keadaan yang terpojok dan tanpa bantuan dari siapapun, Dara harus berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi pembunuhan keji tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

"Tidak ada yang mencurigakan, mantel yang ada di bagasi Pak Dion adalah mantel baru," ucap Pak Tedi.

"Benarkah?" tanya Dara.

"Hmb," jawab Pak Tedi singkat.

"Kamu ini gimana sih," keluh Dara pada Dani sembari memberikan lirikan yang tajam.

"Lalu kenapa orangnya kabur saat kita hendak memeriksa?" tanya Dani.

"Karena ada minuman keras di bagasi, bukankah saat mengemudi tidak boleh dalam keadaan mabuk," terang Pak Tedi.

"Apa dia sedang mabuk sekarang?" tanya Dara.

"Tidak, aku sudah memeriksanya," sahut Tara.

"Kenapa dia harus membuat keributan dan menyebabkan kerusakan di tempat umum?" gerutu Dani yang segera duduk di kursinya. Begitu pun juga dengan Dara, dia menghembuskan nafas kasar dan segera duduk juga di kursinya yang bersebelahan dengan kursi Dani.

"Apa kalian yakin dia tidak ada hubungannya dengan kematian Dita?" tanya Dara.

"CCTV sudah ditemukan dan benar bahwa Pak Dion sudah menurunkan Dita tidak jauh dari taman," jelas Tara.

"Apa ada kemungkinan dia kembali lagi ke lokasi?" tanya Dani.

"Tidak, dia langsung pulang malam itu sembari membawa taxinya," jawab Tara.

"Apa itu bisa dipertanggung jawabkan?" sahut Dara.

"Semua sudah ada buktinya melalui rekaman CCTV jalan dan lingkungan sekitar rumah Pak Dion," jelas Pak Tedi.

"Apa kita berada di jalan buntu lagi?" tanya Dara.

"Lebih baik segera kita temukan saja dulu Pak Tama," ucap Pak Tedi yang juga mulai frustasi.

Pak Bagas, yang ternyata sedari tadi sudah mendengar semua obrolan mereka dari luar pintu ruangan pun segera pergi, beliau mengurungkan niatnya untuk masuk.

***

Pak Bagas menarik nafas dalam, lalu masuk ke ruangan dimana Pak Dion berada. "Kenapa kamu bisa terlibat kekacauan seperti ini?" tanya Pak Bagas yang seakan sudah mengenal Pak Dion.

Pak Dion mendongakkan wajahnya dan melihat ke arah sumber suara. "Oh, ternyata bos agung mau menemuiku," ucap Pak Dion sembari mengulas senyum tipis.

Pak Bagas pun menyuruh penjaga untuk keluar, sehingga mereka berdua bisa mengobrol dengan leluasa. "Apa kamu yang sudah melakukan semua itu?" tanya Pak Bagas

"Aku memang samar-samar mendengar mereka berbicara, bahwa salah satu dari mereka adalah anak dari kepala polisi, tapi aku tidak tahu kalau dia adalah anak anda," jelas Pak Dion.

Pak Bagas terdiam. "Tapi... " Pak Dion menghentikan ucapannya.

"Tapi aku bertemu dengan seseorang yang sangat tidak asing saat menjadi juri di perusahaan itu," ucap Pak Dion. Pak Bagas segera menatap Pak Dion dengan ekspresi yang menunggu penjelasan.

Pak Dion segera berjalan mendekat, tapi beliau tidak bisa terlalu dekat, karena saat ini beliau sedang berada di dalam jeruji besi. "Aku melihat seorang anak yang dulu ada di sekolah asrama," bisik Pak Dion setelah celingukan ke sana kemari untuk memastikan bahwa situasi aman.

"Benarkah? Siapa?" tanya Pak Bagas.

"Aku tidak ingat namanya. Apa anda ingat anak kecil yang tengah memiliki banyak bekas luka, karena anda sering menyiksanya menggunakan setrika." Seketika Pak Bagas terbelalak.

"Anak itu?" tanya Pak Bagas sembari mengernyitkan keningnya, berusaha mengingat anak yang dimaksud.

"Sepertinya aku ingat," gumam Pak Bagas.

"Lalu kenapa?" tanya Pak Bagas.

"Aku berpikir… mungkin semua ini ada hubungannya dengan sekolah asrama," ucap Pak Dion.

"Kenapa bisa seperti itu?" tanya Pak Bagas dengan tidak mengerti.

"Anda pikirlah, yang jadi korban pertama adalah putrinya Pak Krisna, dan yang jadi korban kedua adalah Putri Anda. Mereka berdua meninggal dengan cara yang sama kan?" ucap Pak Dion. Pak Bagas terdiam, beliau mencoba menelaah semua yang diucapkan oleh Pak Dion.

"Apa itu mungkin?" gumam Pak Bagas.

"Tapi itu sudah 20 tahun yang lalu," ucap Pak Bagas yang seketika membuat Pak Dion tertawa dengan lantang, membuat Pak Bagas menatapnya dengan sangat tajam.

"Anda pikirlah sendiri, bagaimana mereka tidak memiliki dendam pada anda, sementara perlakuan anda dan Pak Krisna begitu kejam," ucap Pak Dion yang malah membuat darah Pak Bagas seketika mendidih, wajahnya pun menjadi merah padam.

Karena sudah tidak bisa berpikir dengan jernih lagi, Pak Dion pun segera keluar dari ruangan dengan menahan amarah. Pak Tedi sempat berpapasan saat beliau mau masuk ke ruangan Pak Dion, tapi sapaan Pak Tedi tidak dihiraukan oleh Pak Bagas.

***

Keesokan harinya.

"Apa yang terjadi?" tanya Dara yang baru saja tiba di lokasi.

"Lihatlah," jawab Pak Tedi seraya beliau menunjuk ke arah atap gedung. Dara dan Dani pun segera melihat ke arah yang ditunjuk oleh Pak Tedi. 

Terlihat saat ini Pak Tama tengah menodongkan belati pada seorang wanita.

"Kenapa dia muncul tiba-tiba seperti itu? Apa dia ingin menyerahkan diri?" tanya Dara.

"Bukan itu masalahnya sekarang," jawab Pak Tedi.

"Bagaimana caranya kita menyelamatkan sandera tanpa melukainya?" tanya Pak Tedi.

Dara pun melihat lagi ke arah gedung. Wanita tersebut yang sedang disandera, kedua tangannya terikat ke belakang. Pak Tama melilitkan lengannya di leher sandera dari belakang sembari mengarahkan belati pada leher sandera. Para petugas polisi tengah berbicara melalui toa dan mencoba bernegosiasi. 

"Sudah berapa lama dia?" tanya Dara.

"Satu jam yang lalu aku mendapatkan laporan," jawab Pak Tedi. Dara tidak menjawab lagi, dia segera meraih tangan Dani dan berlari memutari gedung yang lain.

"Hei! Mau kemana kamu?" teriak Pak Tedi tapi tidak dihiraukan.

"Hais… jangan sampai dia membuat kekacauan dan menimbulkan korban," geram Pak Tedi yang segera fokus lagi pada proses negosiasi.

Sementara itu di atap gedung.

"Diamlah, jangan bergerak, aku tidak akan melukaimu," ucap Pak Tama tepat di telinga sandera. Wanita itu pun hanya bisa menurut tanpa berani bergerak, karena belati yang di pegang Pak Tama sudah sedikit menggores lehernya saat ini, sehingga ada darah yang mengalir di tangan Pak Tama.

"AKU TIDAK AKAN MELEPASKANNYA, KECUALI KALIAN MEMBEBASKANKU DAN MEMBERSIHKAN NAMAKU!" teriak Pak Tama pada para petugas.

Melihat ada darah yang mengalir di tangan Pak Tama, beberapa petugas yang ada di atap gedung sebelah pun segera memberi instruksi agar teman-temannya segera meletakan senjata mereka. 

Perlahan Pak Tama berjalan ke belakang, begitu juga dengan wanita yang sedang disandera, ia pun mengikuti langkah Pak Tama. Mereka berdua masuk ke kamar satu petak. Satu-satunya kamar yang ada di atap gedung tersebut.

Bugh.

Pak Tama segera menjatuhkan diri di atas ranjang, juga melepaskan sandera. Wanita itu tampak sangat ketakutan hingga tidak berani membuka mata ataupun berteriak. Namun beberapa saat dia menyadari bahwa Pak Tama juga tidak bergerak maupun mengancam, akhirnya wanita itu pun memberanikan diri mengangkat wajahnya.

Dengan perlahan dan gemetaran, wanita itu mengangkat wajahnya. Ia melihat Pak Tama yang saat ini sedang duduk di atas ranjangnya. Pak Tama berkeringat dan sangat pucat, sembari melihat kedua tangannya sendiri yang sedang gemetaran. "Sebenarnya apa yang sedang Bapak lakukan ini?" tanya wanita itu dengan suara yang bergetar.

"Diamlah," ucap Pak Tama dengan suara pelan dan penuh penekanan. Pak Tama pun beranjak dan melihat ke arah jendela.

"Sial! Kemana dia!" kesal Pak Tama.

"Lebih baik anda menyerahkan diri, sebelum para petugas menyerang," ucap wanita itu yang melihat Pak Tama kebingungan.

"Aku tidak bisa menyerah sekarang, dia bilang aku hanya perlu menakutimu dan akan segera menjemputku," jawab Pak Tama. Hal itu semakin membuat wanita itu keheranan

"Tapi anda lihatlah, keadaan diluar benar-benar tidak bisa dikendalikan, anda tidak akan bisa keluar hidup-hidup jika terus seperti ini," ucap wanita itu sembari menangis, entah kenapa air matanya bisa keluar, mungkin karena dia saat ini benar-benar sangat ketakutan.

"Diamlah, jangan banyak bicara!" sentak Pak Tama tapi dengan suasana lirih.

"Entah siapapun itu yang menyuruh anda, berhentilah anda mempercayainya dan segera bersembunyi jika masih ingin selamat, tempat ini sudah dikepung," ucap wanita itu. Pak Tama segera menoleh dan melihat ke arah wanita yang tangannya masih terikat tersebut.

Pak Tama menghampiri wanita tersebut dan berjongkok. "Apa disini ada tempat persembunyian?" tanya Pak Tama dengan sedikit panik, sembari memegang kedua pundak wanita itu.

"Tidak ada," jawab wanita itu yang semakin membuat Pak Tama ingin membunuhnya.

"Tapi anda bisa melarikan diri dari sini jika anda lakukan sekarang," ucap wanita itu.

"Benarkah? Bagaimana caranya?' tanya Pak Tama dengan tergesa.

"Pintu itu," ucap wanita tersebut sembari menunjuk sebuah Pintu yang ada di belakang Pak Tama menggunakan kepalanya.

"Kenapa pintu itu?" tanya Pak Tama.

"Pintu itu mengarah ke dalam gedung, anda bisa melewati tangga dalam untuk keluar, kuncinya ada di gantungan atas meja," jelas wanita tersebut.

Pak Tama pun segera beranjak dan berjalan ke arah meja yang berisi banyak tumpukan buku, beliau memperhatikan sejenak, lalu mengambil satu kunci yang menurutnya cocok.

Dalam sekali percobaan, gembok pintu pun berhasil dibuka. pak Tama segera menyalakan senter dan melihat bagian dalam yang ternyata hanya tangga. "Makasih," ucap Pak Tama yang kemudian segera masuk ke arah pintu tersebut.

BRAAAK !!!

Tepat saat pak Tama sudah tidak terlihat lagi, Dara pun masuk ke kamar wanita yang saat ini tengah disandera. Cukup lama Dara bisa sampai di gedung itu, tapi rupanya wanita yang dijadikan sandera itu sudah dalam keadaan aman. "Apa anda baik-baik saja?" tanya Dara, wanita itu pun segera mengangguk. 

Dani segera berjongkok dan membuka ikatan tali yang melilit di tangan wanita tersebut, setelah tangan berhasil dilepas, wanita itu pun segera menunjuk ke arah pintu, lalu mengarahkan jarinya di atas bibir. Dara dan Dani yang melihat kode itu pun segera bungkam dan tidak berani bersuara lagi.

Dara segera keluar rumah dan memberikan kode pada semua anggota agar mereka tetap tenang dan tidak berteriak. Tentu saja Pak Tedi langsung mengerti kode dari Dara. "Kemana dia?" tanya Dara dengan suara yang sangat lirih.

Wanita itu segera menarik tangan mereka berdua. Dara dan Dara pun berjongkok di sebelah wanita itu. "Itu tangga yang mengarah ke dalam gedung." Dara segera mengerti, dia keluar lagi dan menyuruh agar Pak Tedi beserta team yang lain menjauh dari gedung. Pak Tedi pun mengangguk saat mendapatkan sinyal tersebut. Sementara Dara segera melompat ke beberapa gedung yang lain, setelah melepas sepatunya.

***

"Apa mereka semua sudah menyerah?" tanya Pak Tama pada dirinya sendiri.

Saat ini beliau melihat melalui jendela dalam gedung, dan mendapati bahwa sudah tidak ada anggota di luar. 

Perlahan Pak Tama berjalan ke arah pintu dan membuat sedikit celah. Namun tetap saja suasana di luar gedung sangatlah sepi.

DOOOR!

Baru saja Pak Tama keluar dari gedung beberapa langkah, Dara langsung melumpuhkannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!