Setelah kesalahan yang dilakukan akibat jebakan orang lain, Humaira harus menanggung tahun-tahun penuh penderitaan. Hingga delapan tahun pun terlewati, dan ia kembali dipertemukan sosok pria yang dicintainya.
Pria itu, Farel Erganick. Menikahi sahabatnya sendiri karena berpikir itu adalah kesalahan diperbuat olehnya saat mabuk, namun bertemu wanita yang dicintainya membuat Farel tau kebenaran dibalik kesalahan satu malam delapan tahun lalu.
Indira, sang pelaku perkara mencoba berbagai cara untuk mendapat kembali miliknya. Dan rela melakukan apapun, termasuk berada di antara Farel dan Humaira.
Sebenarnya siapa penjahatnya?
Aku, Kamu, atau Dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girl_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Perdebatan
Jantung Indira seakan jatuh di tempat.
Mengapa orang itu ada di sini?
Indira cukup lama terdiam di tempat, hingga sosoknya yang terasing dari orang lain pun disadari pria yang sedang melakukan panggilan saat melintasi jalan.
Pria itu tersenyum miring.
Langkah Indira secara perlahan mundur dan berancang-ancang pergi, namun pria itu malah berlari dan meraih lengannya.
"Akh," pekik kecil Indira yang terkejut. Mata Indira membesar mengetahui jarak wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Exel.
"Sudah lama ya, Indira. Kamu tetap cantik meski pipimu tidak segemoy dulu," ucap Exel. Pria itu mematikan panggilan secara sepihak dan memasukkan ponsel ke dalam saku celana jas.
Bola mata Indira memandang mata ditambah giginya yang bergemelutuk geram. "Lepaskan aku." Mencoba menyentak tangan agar terlepas dari pegangan Exel, akan tetapi pria itu memegangnya kuat.
"Kenapa Aku harus melepaskanmu? Kamu sangat sulit di tangkap," goda Exel mengedipkan mata.
Karenanya bibir Indira berkedut-kedut saking kesal. Indira mencoba mendorong Exel agar menjauh, tapi pria itu malah melilitkan lengan di pinggangnya membuat mereka menjadi tidak berjarak.
"Bagaimana kabarmu dan anak kita?" tanya Exel tersenyum. Seluruh tubuhnya terasa tersengat listrik menyebabkan kegelian yang menyenangkan, dan Exel menyukai sensasi ini walau tahu wanita yang membuatnya seperti ini malah merasakan sebaliknya.
"Anak kita? Omong kosong apa yang Kamu bicarakan? Kapan Aku punya anak denganmu?" ketus Indira berupaya melepaskan diri dengan tetap mendorong dada Farel menggunakan satu tangannya, serta kaki berlapis high heels menginjak pantofel Exel. Akan tetapi pria itu tak tergerak.
Dan keadaan mereka pun menarik perhatian warga Indonesia yang lewat. Berhenti dan merekam, dan ada juga yang tidak peduli dan tetap pada urusannya.
Mulut Exel pun mendekat pada telinga Indira yang seketika merinding sekujur tubuh.
"Kamu tidak ingat punya anak denganku? Aku jadi sakit hati. Padahal Aku tidak pernah lupa sensasi saat membuatnya bersamamu," bisik Exel, setelah itu memajukan bibirnya untuk mengecup singkat telinga Indira.
Spontan saja Indira menjerit. "Kamu gila! Dasar mesum! Kamu pikir sedang berada dimana sampai berani melakukannya?"
Indira panik, tapi tidak berlaku pada Exel yang kesenangan menikmati ekspresi di muka Indira.
"Makanya kita ke tempat yang lebih sepi 'yuk." Nada manja Exel serta perbuatannya yang menggoyang-goyangkan tubuh Indira menimbulkan jeritan pada penonton wanita.
Mereka histeris lantaran bisa melihat langsung adegan dalam drama.
"Sialan! Kamu nggak ingat pada yang terjadi padamu setelah berurusan denganku?" ancam Indira, mencoba menyadarkan kembali penderitaan Exel delapan tahun akibat memperkosanya.
"Tentu saja Aku ingat, Aku benar-benar dijatuhkan oleh Papamu. Tapi untunglah ada beberapa kolega yang tetap setia padaku, sehingga aku berhasil membangun kembali perusahaanku," balas Exel lalu tersenyum, menunjukkan pada Indira bahwa hal tersebut dihadapi Exel dengan santai.
"Kalau begitu, Kamu mau merasakannya lagi?"
"Merasakannya lagi? Memangnya kali ini Aku mengganggumu? Justru Papamu kali ini akan mendukungku bersamamu, mengingat pria pilihanmu hanya membuatmu menderita dan tidak peduli padamu," jawab Exel yang membungkam Indira.
Indira kehilangan kata-kata untuk membantah Exel.
"Aku benar 'kan? Anak kita pun ikut menderita karena pilihanmu yang egois." Dingin dan datar, begitulah pandangan Exel yang berubah dalam sekejap. Dadanya memanas dalam sekejap membayangkan hal yang dikatakan asistennya tentang kehidupan putrinya dan Indira.
Segitu tidak bertanggungjawab Farel meski kebenarannya Rifqa bukanlah anak Farel.
"Salah Kamu juga dia lahir. Kalau bukan karena Kamu yang memaksaku, anak itu enggak akan lahir. Dan Aku nggak perlu menderita melihat wajahnya yang mirip Kamu setiap hari," hardik Indira.
"Kamu menyesal melahirkan Rifqa?"
"iya!" seru tegas Indira.
"Enggak!" ujar seseorang yang membuat Indira menoleh lantaran suaranya familiar, sama halnya Exel yang memandang ke depan pada orang yang diberi jalan oleh orang-orang untuk menghampiri mereka.
"Aku tidak menyesal Rifqa terlahir, dan Aku berterima kasih pada Kamu Indira karena telah melahirkannya," ucap Farel mendorong Exel menjauh dari Indira, lalu menarik Indira ke belakang tubuhnya.
"Farel." Indira bergerak hendak memeluk pria yang dirindukannya dari belakang, tapi Farel menghindar.
"Jangan menyentuhku. Tubuhmu haram bagiku," tutur Farel melemaskan kedua lengan Indira.
"Ap-apa maksud Kamu, Farel?" tanya Indira cemas, takut-takut terhadap jawaban yang akan dilontarkan Farel.
Akan tetapi Farel tidak menjawab pertanyaan Indira, dan justru melemparkan sapaan pada Exel. "Sudah lama kita tidak bertemu. Wajahmu masih memuakkan."
Exel berdecih. "Iya, dan Kamu masih sama b®engseknya."
"Aku tidak menyangka Kamu berakhir jatuh hati pada Indira, setelah berkeinginan menjatuhkanku. Bagaimana rasanya diserang habis-habisan oleh om Alex? B0d0hnya Aku nggak tau apa-apa waktu itu. Padahal Aku 'kan bisa mengejekmu," sindir Farel tersenyum miring.
"Iya juga ya, harusnya Kamu tau. Dengan begitu Kamu akan mencari tau alasan Aku diincar papanya Indira, dan Kamu tidak akan menikahi Indira. Sayangnya Aku sangat mencintai Indira, hingga rela membiarkannya menikahi pria yang dicintainya walau pria itu b®engsek," tukas Exel memberi tatapan kepada Indira. Wanita itu memalingkan muka.
"Mendengar perkataanmu tentang om Alex sepertinya Kamu sudah tahu kebenarannya. Baguslah, dengan begitu Aku bisa menuntut hak asuh Rifqa," lanjut Exel.
"Coba saja, Kamu pasti menang mengingat sikap kami yang kurang memberi perhatian pada Rifqa. Hanya saja Rifqa sudah besar untuk bisa dijaga oleh siapapun yang membawanya. Aku tidak yakin Rifqa mau denganmu." Farel tersenyum simpul.
Exel mengepalkan kedua tangannya. "B@jingan! Kamu pikir masih berhak merawat Rifqa setelah menyia-nyiakannya selama ini?"
"Karena itulah, Aku minta maaf padamu. Aku janji setelah ini Aku akan merawat Rifqa tanpa kekurangan sedikitpun, termasuk memberikannya kasih kayang seorang ibu. Berikan Aku kesempatan dan jangan ambil Rifqa dariku," tutur Farel tegas.
Dan Exel yang melihat sikap tanpa keraguan sedikitpun itu melemahkan kepalannya.
"Aku pergi dulu. Indira Aku bawa bersamaku sebentar, setelah itu Kamu bisa mengambilnya," kata Farel dan melenggang pergi.
Indira langsung mengikuti Farel seraya bertanya-tanya maksud perkataan Farel, meninggalkan Exel yang berbalik badan ke arah lain untuk pergi dari kawanan orang yang masih berkumpul.
"Tunggu, Farel. Berikan Aku penjelasan tentang perkataan Kamu barusan," ucap Indira berhasil menyusul langkah panjang Farel.
Farel tak membuka mulut, tapi membuka pintu mobilnya mengisyaratkan pada Indira untuk masuk. Dan Indira menuruti tanpa berkomentar.
Mobil pun melaju di jalan raya.
...🌾🌾🌾🌾...