Clara Adelin, seorang gadis bar bar yang tidak bisa tunduk begitu saja terhadap siapapun kecuali kedua orangtuanya, harus menerima pinangan dari rekan kerja papanya.
Bastian putra Wijaya nama anak dari rekan sang papa, yang tak lain adalah musuh bebuyutannya sewaktu sama sama masih kuliah dulu.
akankah Clara dan Bastian bisa bersatu dalam satu atap? yuk simak alur ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Martha ayunda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
teguran keras
"kamu tahu kenapa saya panggil kamu kesini violin?." tanya pak Hardi dengan wajah datar.
"maaf pak, saya tidak tahu." jawab violin yang terlihat santai.
"apa kamu sadar kalau kamu sudah membuat huru hara di kantor ini?."
"huru hara? Maksud bapak huru hara apa?." violin memasang wajah seolah olah dia tidak bersalah.
"jangan pura pura polos violin! saya mempertahankan kamu tetap kerja disini bukan karena prestasi kamu! tapi saya masih kasihan karena saya berteman baik dengan papa kamu!." bentak pak Hardi yang sudah muak dengan kepura puraan violin.
"kamu gosipkan apa keponakanku dengan Clara!."
"saya ngomong fakta loh pak, mereka memakai cincin yang sama, dan beberapa kali saya lihat pak Bastian berangkat dan pulang bareng dengan si Clara!." sangkal violin.
"apa hanya karena itu kamu pikir mereka berdua bertunangan? Sekarang ralat gosip kamu di grup chat perusahaan dan meminta maaf ke mereka berdua, tau kamu saya pecat!." hardik pak Hardi.
"pe-pecat pak?!." violin langsung gemetaran mendengar gertakan sang bos.
"ta-tapi pak.....
"lakukan sekarang atau besok kamu tidak usah datang ke kantor ini lagi!."
Violin langsung beringsut keluar ruangan CEO dengan wajah sulit di artikan, antara marah terhadap Clara dan malu kalau sampai harus meralat gosip yang terlanjur ia sebar.
"pasti Clara yang sudah mengadukan aku ke pak Hardi! Lihat saja nanti! Aku akan membalas mu Clara!." geram violin
"kamu kenapa vi?." tanya Dita, teman akrab violin.
"aku lagi kesel!." jawab violin ketus.
"eh kirain di panggil pak bos mau dikasih bonus, nggak taunya malah bersungut sungut!." ucap Dita.
"ini pasti kelakuan Clara, aku dimarahin sama pak Hardi, aku harus meralat gosip yang aku sabar dan meminta maaf ke mereka berdua!." ujar violin kesal.
"halah abaikan saja, toh pak Hardi gak mungkin ngurusin soal beginian sepanjang hari, coba bayangin kalau sampai kamu ralat, mau di taruh mana muka mu?." balas Dita yang menyepelekan sang bos.
"gila kamu! Aku diancam akan di pecat bego!."
"What? Serius vi?." Dita yang tadinya menyepelekan masalah itu langsung terlihat tegang.
"aku akan meralat gosip itu, tapi aku akan membuat perhitungan dengan si Clara! dari awal dia masuk ke perusahaan ini, aku sudah gedek sama tuh orang!."
"ide bagus, aku juga eneg liat gayanya yang sok yes, padahal masih cantik kan kita kita!." cibir Dita
"entar kita kerja sama saja buat ngerjain dia, tapi tunggu masalah ini mereda dulu." ucap violin penuh dendam.
"beres! Tapi kita kerjain di luar kantor saja, kalau disini terlalu beresiko." usul Dita.
"sip! Dia kan doyan nongkrong sepulang kerja, kita eksekusi waktu pas nongkrong saja."
violin dan Dita pun sepakat untuk mengerjai Clara, kedua wanita licik itu saling tukar senyum licik sambil melirik sekitar takut ada yang menguping percakapan mereka tadi.
sore harinya Clara berjalan santai keluar dari lobi kantor, Mira yang membawa kendaraan sendiri langsung menuju tempat parkir karena Clara sudah di tunggu oleh seorang pria yang tak lain adalah Bima.
"bisa tolong pakein helmnya?." pinta Clara sambil tersenyum manis.
"ada apa? Roman romannya kagak enak di gue ih!." Bima memperhatikan sikap aneh Clara yang tiba tiba berubah jadi cewek manis sok imut.
"aku baik salah, jutek salah! Maumu gimana sih?." dengus Clara.
"hehehehe... jangan ngambek gitu dong, aku suka yang kayak gini, jadi gemes pengen cubit cubit pipi chubby kamu." ujar Bima sembari mencubit kedua pipi Clara dengan pelan.
"ih sakit tau!." Clara pura pura merajuk.
Diam diam mata Clara melirik tiga pasang mata yang tengah memperhatikan kearahnya, gadis itu tersenyum tipis lalu bersiap untuk pergi.
"langsung pulang apa jalan dulu?." tawar Bima.
"aku mau jalan jalan, kamu temenin ya!." pinta Clara sembari memegangi tangan Bima, dia sengaja berakting di depan para penguntit.
"boleh, aku akan menemanimu dengan senang hati."
"iihh... Makasih sayang." Clara langsung memeluk tubuh Bima dengan erat.
"eh?."
Bima yang awalnya kebingungan langsung membalas pelukan Clara dengan mesra saat cubitan kecil mendarat di punggungnya.
"kamu sedang akting ya?." tanya Bima berbisik.
"udah ikutin skenarioku saja!." balas Clara.
"yaudah kita jalan sekarang yuk." ajak Bima sembari mencoba mencari cari siapa yang sedang di panas panasi oleh Clara, tapi Bima tidak melihat orang yang mencurigakan, kecuali para karyawan yang hilir mudik hendak pulang.
Bastian yang sudah berada di belakang kemudi hanya mampu memukul setir mobilnya, ingin rasanya dia memberi hadiah bogem mentah ke pria yang tidak mau menunjukkan wajahnya itu tapi takut Clara makin marah.
Sementara violin dan Dita yang bersembunyi dibalik mobil milik karyawan lain hanya bisa menelan ludah dengan kasar, kenyataan bahwa gosip yang ia sebar luaskan itu salah, membuat tenggorokan keduanya seakan tercekat.
"pantas saja pak Hardi sampai ingin mecat kamu Vi." ucap Dita sambil terus memperhatikannya Clara yang sudah naik keatas boncengan motor Bima.
"eh i-iya mana aku tau, aku pikir Bastian yang tunangan sama Clara." sahut violin sembari melengos pergi karena malu.
"vi tunggu! kamu harus cepat cepat meralat gosip yang kamu sebarkan itu sebelum kamu di serang seluruh karyawan kantor ini." teriak Dita yang berlari kecil mengejar violin.
Sementara Bima melaju menyusuri jalanan kota sore itu sambil tersenyum senyum sendiri, dia menuruti permintaan Clara agar mengantarnya ke mall.
motor pria itu berhenti di pelataran parkir mall lalu keduanya berjalan masuk sambil bergandengan tangan, Bima yang sudah lama benci sama yang namanya kaum hawa, kini mulai mencair hatinya semenjak kenal Clara.
"kamu mau beli apa sih sayang? Beli mainan buat anak anak kita ya?."
"eh?."
Clara langsung melepaskan pegangan tangannya.
"hehehehe... Bercanda cla, serius juga aku nggak nolak sih." ujar Bima sembari cengar cengir.
"sembarangan!." mata Clara melotot tajam.
"lalu apa artinya pelukanmu tadi sayang?." goda Bima.
"eh itu tadi kan cuma akting, ada tunanganku disana tadi, sama buang gosip di kantor itu." jawab Clara sembari cepat cepat berjalan menuju sebuah toko pakaian.
"apa? gawat dong, bagaimana kalau aku di tuduh sebagai pelakor?." Bima berkata sambil mengejar Clara.
Clara sontak berbalik badan lalu memandang ke arah Bima di belakangnya.
"pelakor pelakor! pebinor kali Bim." ucapnya.
"eh iya, apalah itu namanya, kok aku jadi peran jahat ya cla, seharusnya kan authornya yang menentukan, kenapa kamu belokkan begini alurnya?."
"ih! Itu salah satu trik penulis supaya durasinya lama tapi gak bertele tele! Emang kamu mau durasi pendek?."
"he ngawur kamu, gini gini aku ini kuat Jeh, kamu mau minta berapa jam aku layani!." tantang Bima.
"ngapain itu?." tanya Clara penasaran.
"yaa... Main lah."
"main apaan?." kejar Clara makin penasaran.
"ya main itu." Bima menaik turunkan alisnya sambil tersenyum nakal.
"Iih mesvm!." geram Clara.
"ha? Siapa yang mesvm?. Aku bisa melayani kamu main catur, congklak, dan karambol. Loe aja yang otaknya perlu di rukia!."
"eh."
Clara langsung beringsut menghindari Bima karena malu, gadis itu buru buru masuk ke dalam toko lalu mengambil beberapa potong baju tanpa melihat lihat terlebih dahulu.