Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Marah
Bianca sebenernya penasaran kenapa tiba-tiba orang tua Kaivan meminta suaminya pulang, bahkan harus menginap beberapa hari, belum lagi ditemani dengan wanita bernama Nancy itu, ingin rasanya Bianca melarang Kaivan agar tidak mengunjungi orang tuanya, ia tidak ingin di tinggal sendiri di apartement.
Sebenarnya ia bisa saja pulang, tapi kali ini ia menghindari datang ke rumah orang tuanya dan pasti selalu berakhir ditanya bagaimana keadaan hubungan dirinya dan Alden, Bianca tidak akan sanggup menjawab jika ternyata Alden menjadikan dirinya selingkuhan.
Bianca memperhatikan Nancy yang sibuk mengepak baju Kaivan ke dalam koper sedang, ada sedikit rasa iri melihat bagaimana Nancy memperlakukan Kaivan seperti seorang suami, ia bahkan mengetahui semua letak barang-barang milik Kaivan tanpa harus mencarinya kesana- kemari.
"Pak, udah selesai," lapor Nancy mendekati Kaivan yang sedang duduk di sofa tempat biasa ia tidur ketika malam.
Kaivan mengangguk, lalu ia hendak bangkit dari sofa, tapi Nancy cepat-cepat membantunya untuk berdiri. Ada rasa sedikit kesal melihat bagaimana perhatiannya Nancy kepada Kaivan, ia yang istrinya bahkan tidak pernah memperlakukan Kaivan sebegitunya.
"Mau mandi dulu?" tanya Nancy yang diberi gelengan oleh Kaivan.
"Bisakah kamu ke kantor dulu dan bawa laptop saya yang masih tertinggal di sana?"
Nancy mengangguk, "Baik, saya akan mengambilnya, Pak," ucap Nancy seraya berjalan keluar dari dalam kamar.
Bianca heran, untuk apa Kaivan kerja memakai laptop, dia kan tidak bisa melihat, jadi apa yang sebenarnya Kaivan lakukan di dalam kerjaannya? Bianca sungguh sangat penasaran, karena walaupun keadaan Kaivan tidak dapat bisa melihat, ia tetap menghasilkan uang bahkan Bianca tetap mendapatkan uang dari Kaivan seminggu sekali.
Kaivan menaruh tongkatnya di atas sofa, lalu tangannya bergerak membuka kancing di kemejanya, begitu semua kancing sudah terbuka, Kaivan melepaskan kemejanya dan menaruhnya di atas sofa, ia bahkan melepaskan celana hitamnya dan menaruhnya di atas sofa.
Melihat itu, Bianca terkejut, walaupun ia tidak terbiasa melihat suaminya hanya memakai celana dalamnya saja, ia tetap menghampiri suaminya dan menampar pelan pipi sebelah kanannya.
Kaivan diam, ia terkejut, tidak menyangka jika tiba-tiba ada yang menamparnya, ia sudah dapat menebak jika itu adalah Bianca karena Nancy tidak mungkin berani menamparnya.
"Ada apa?" tanya Kaivan.
Bianca menatap tajam suaminya yang tidak menyadari kesalahannya sendiri.
"Aku yang seharusnya bertanya, kenapa kamu membuka pakaianmu di sini?" tanya Bianca menggebu-gebu, ia marah, karena Kaivan sembarangan membuka bajunya.
"Saya ingin mengganti pakaian saya,"
"Kau bisa menggantinya di kamar mandi Kaivan, tidak perlu di dalam kamar," balas Bianca tambah geram dengan dengan jawaban dari Kaivan.
"Ada apa, saya sudah biasa menggantinya di dalam kamar?" tanya Kaivan yang masih merasa bingung kenapa Bianca marah hanya karena Kaivan ingin mengganti pakaian dan melepaskan bajunya di dalam kamarnya.
"Jadi selama ini kamu seperti ini? Kamu melepaskan pakainmu seenaknya di sini, padahal pasti ada Nancy di sini Kaivan, Kau ini kenapa tidak tahu malu," teriak Bianca semakin emosi sampai rasanya ia ingin menangis.
"Saya tidak pernah melepaskan pakaian saya di depan siapapun, saya juga akan memerintahkan Nancy keluar saat saya akan mengganti pakaian saya," jawab Kaivan pelan, ia merasa ada yang aneh dengan sikap Bianca kali ini.
"Kamu marah?" tanya Kaivan.
"Siapa yang tidak marah melihat suaminya seenaknya buka pakaian seperti ini di depan wanita lain?"
Mendengar itu, Kaivan tersenyum, ada rasa hangat di hatinya begitu ia tahu Bianca marah, mungkin ini awal dari hubungan mereka ke depannya yang akan menjadi lebih baik.
Bianca menyambar baju yang sudah Nancy siapkan untuk Kaivan, lalu menaruhnya di tangan Kaivan yang kosong.
"Pakai!" perintah Bianca yang langsung dituruti Kaivan, ia memakai celana Jeans selutut dan memakai kaus hitam polos.
"Terima kasih," ucap Kaivan.
Bianca mengerutkan dahinya bingung, Terima kasih untuk apa? "untuk?" tanya Bianca akhirnya karena penasaran mengapa Kaivan tiba-tiba mengucapkan terima kasih untuknya.
Kaivan diam, tidak berniat menjawab, tapi wajahnya tidak dapat dibohongi jika Kaivan sedang dalam suasana yang baik.
"Kaivan," panggil Bianca pelan, ia menatap mata Kaivan yang hanya menatap lurus ke depan, ia sedikit ragu untuk mengatakannya, tapi ia juga akan menyesal jika tidak mengatakannya, ia bingung, haruskah mengungkapkan isi hatinya atau lebih baik memendamnya.
Kaivan diam, menunggu ucapan selanjutnya dari Bianca, dua menit berlalu pun Bianca tetap tidak melanjutkan ucapannya.
"Ada apa?" tanya Kaivan akhirnya buka suara.
"Kaivan,"
Suara lirih itu malah membuat Kaivan semakin heran, ada apa dengan Bianca? Tidak pernah sekali pun Bianca memanggil namanya dengan suara yang lirih.
"Kau bisa mengatakan langsung kepada saya sesuatu yang mengganggu pikiranmu," ucap Kaivan semakin membuat Bianca yakin jika ia harus mengatakannya sebelum ia menyesal.
"Bisakah kamu tidak pulang ke rumah orang tuamu?" tanya Bianca dengan suara lirih.
Kaivan diam, lagi-lagi ia tidak menyangka dengan Bianca, Ia sama sekali tidak menyangka jika Bianca akan meminta dirinya untuk tidak datang ke rumah orang tuanya.
"Tapi tidak apa-apa, aku hanya mengatakan hal aneh saja tadi," ucap Bianca memecahkan keheningan diantara mereka.
Kaivan mengangguk, ia mengulurkan tangannya ingin menyentuh Bianca, Bianca yang menyadari hal itu sedikit menggeser tubuhnya agar dapat di raih oleh Kaivan.
"Ada apa?" tanya Kaivan setelah berhasil menaruh kedua tangannya di pundak Bianca.
"Aku ingin mencobanya," lirih Bianca memalingkan wajahnya sedikit malu dengan ucapannya sendiri, walaupun Kaivan tidak dapat melihatnya, tetap saja ia malu.
Kaivan mengerutkan keningnya bingung, "Mencoba apa?"
"Aku ingin mencoba seperti yang dilakukan Nancy," jawab Bianca.
"Kau ingin bekerja?" tanya Kaivan masih belum memahami keinginan Bianca.
"Untukmu, aku ingin bekerja untukmu,"
"Kau yakin ingin bekerja? Bagaimana dengan kuliahmu? Bagaimana dengan skripsimu?" tanya Kaivan beruntun sedikit tidak paham dengan pikiran Bianca yang tiba-tiba ingin bekerja.
Bianca diam, ia juga tidak menyangka jika Kaivan malah berfikir dirinya ingin bekerja, ia memang ingin bekerja, tapi hanya untuk Kaivan, tapi sepertinya Kaivan tidak paham maksud dari Bianca.
"Sudahlah, tidak ada gunanya juga aku seperti ini," ucap Bianca menurunkan kedua tangan Kaivan dari bahunya dan berbalik hendak keluar dari kamar, tapi Nancy lebih dulu masuk membuat Bianca mengurungkan niatnya.
Ada rasa marah ketika Nancy dengan bebasnya keluar masuk ke dalam kamar, bahkan ia tidak mengetuk pintu dulu, padahal ada dirinya di dalam kamar.
"Bisakah kamu sedikit menghargaiku sebagai istrinya Kaivan? Kamar itu privasi kami dan kamu masuk seenaknya tanpa mengetuk pintu dulu," ucao Bianca membalikkan tubuh dan menatap Nancy yang sedang menaruh baju kotor di keranjang.
Nancy memutar tubuhnya dan menatap Bianca dengan canggung, terlihat dari wajanya jika Nancy merasa tidak enak hati ketika mendapatkan teguran dari Bianca.
"Pak Kai sendiri yang mengatakan saya bebas masuk ke dalam kamar," jawab Nancy dengan suara yang menurut Bianca menyebalkan.
Bianca mengepalkan tangannya dan belangkah cepat menghampiri Kaivan, lalu ia mendekatkan wajahnya ke arah Kaivan.
"Kau membuatku merasa seperti sampah, Kaivan,"