Seorang pemuda berusia 25 tahun, harus turun gunung setelah kepergian sang guru. Dia adalah adi saputra.. sosok oemuda yang memiliki masa lalu yang kelam, di tinggalkan oleh kedua orang tuanya ketika dirinya masih berusia lima tahun.
20 tahun yang lalu terjadi pembantaian oleh sekelompok orang tak di kenal yang menewaskan kedua orang tuanya berikut seluruh keluarga dari mendiang sang ibu menjadi korban.
Untung saja, adi yang saat itu masih berusia lima tahun di selamatkan okeh sosok misterius merawatnya dengan baik dari kecil hingga ia berusia 25 tahun. sosok misterius itu adalah guru sekaligus kakek bagi Adi saputra mengajarkan banyak hal termasuk keahliah medis dan menjadi kultivator dari jaman kuno.
lalu apa tujuan adi saputra turun gunung?
Jelasnya sebelum gurunya meninggal dunia, dia berpesan padanya untuk mencari jalan hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 kekesalan maudy
Di sebuah warung makan pinggir jalan, yang letaknya kebetulan tidak cukup jauh dari rumah baru Sedawa, ia dan Maudy tengah menyantap makanan. Beberapa pengunjung pria terus memperhatikan mereka, terutama pada Maudy.
"Jadi, apa rencanamu setelah ini?" tanya rayan pada Maudy.
"Aku tidak tahu," jawab singkat Maudy.
"Apa kamu memiliki masalah dengan keluargamu?" tanya rayan kembali. Maudy meliriknya sekilas dan menjawab,
"Tidak."
"Baiklah. Setelah ini aku akan pergi. Kamu juga bisa pergi ke mana pun kamu mau dan jangan mengikutiku lagi." Cukup semalam ia membantu gadis ini, membiarkannya menginap di rumah barunya.
"Ya, aku juga akan pergi. Terima kasih atas pertolonganmu semalam dan membiarkanku menginap di rumahmu," jawab Maudy. Meskipun ia sendiri tidak tahu harus ke mana, tetapi ia juga tidak mungkin kembali ke rumahnya.
"Humph.. Kenapa nasibku tidak seberuntung teman-temanku? Kenapa ayah dan ibu terus memasak agar menikah dengan pria tua itu" Maudy meratapi nasibnya dalam pikiran.
Tiba-tiba, sosok pemuda berambut pirang menghampirinya.
"Hai, Nona cantik. Perkenalkan, namaku Yosen. Kebetulan aku putra dari pemilik pabrik daging berikut tanah di kawasan Metro. Aku baru melihatmu di warung makan ini. Apakah kamu penghuni baru di kawasan Metro?"
Maudy hanya melirik pemuda itu malas, kemudian melanjutkan makannya seolah pemuda itu adalah orang bodoh yang tak tahu malu. Pemuda itu pun menyipitkan matanya menatap Maudy. Di kawasan Metro, gadis mana yang berani bersikap acuh kepadanya?
"Nona cantik, aku sedang berbicara denganmu, apakah kamu tidak mendengar apa yang aku katakan? Baiklah kalau begitu, apakah aku boleh gabung?" Pemuda itu tidak menyerah dan hendak duduk bergabung di samping rayan, berhadapan dengan Maudy.
"Siapa yang menyuruhmu duduk di sana? Bukankah masih ada beberapa tempat duduk yang kosong?" Maudy tampak tidak suka pemuda itu tiba-tiba duduk di samping rayan, tepat di hadapannya.
"Hei, Nona, apakah kamu tidak memiliki sopan santun yang baik? Tuan Muda Yosen sedang ingin berkenalan denganmu. Bagaimana bisa kamu bersikap seperti itu pada Tuan Muda Yosen? Cepat minta maaf padanya!" Ada sekitar lima orang pria berseragam pegawai langsung mengelilingi tempat duduk rayan dan Maudy. Keempat pria itu awalnya sedang makan bersama tuan muda mereka.
"Ka-kalian, apa yang ingin kalian lakukan?" Maudy sedikit gemetar ketakutan. Bayangan saat semalam ia akan diculik muncul kembali di ingatannya.
"Apa yang akan kami lakukan, tentu saja tergantung bagaimana cara kamu bersikap pada Tuan Muda kami," jawab salah satu dari kelima pria itu.
"Bocah, jika kamu tahu diri, sebaiknya kamu pindah ke tempat lain dan biarkan Tuan Muda kami duduk berdua dengan Nona itu," timpal pria lainnya berbicara pada rayan.
"Ka-kalian jangan keterlaluan! Kami berdua sedang makan dan ini adalah tempat umum. Bagaimana bisa kalian bersikap sesuka hati ini? Apakah kalian memang suka membuat kekacauan mengganggu ketenangan orang lain?" ucap Maudy memberanikan diri. Ia tidak mengerti kenapa masih banyak orang-orang yang bersikap semena-mena. Apakah dunia ini sudah begitu kacau nya? Bahkan kedua orang tuanya sendiri terus memaksa ingin menikahkannya tanpa memedulikan perasaannya.
"Kalian sebaiknya kembalilah ke tempat duduk kalian. Bukankah kalian sebelumnya hanya duduk di sana sambil menyantap makanan?" lanjut Maudy berucap dengan kesal.
"Nona cantik, tenanglah. Mereka hanya sedang membelaku. Jadi, bersikaplah baik terhadapku. Lagipula aku juga tidak berniat jahat padamu, aku hanya ingin memiliki hubungan dekat dengan wanita cantik sepertimu," Pria bernama Yosen itu tampak masih bersikap lembut dengan senyuman yang membuat Maudy merasa muak melihatnya.
"Cih, siapa yang ingin memiliki hubungan dekat dengan pria sepertimu? Enyahlah dari hadapanku! Apakah kamu ingin aku menghubungi petugas kawasan Metro ini untuk mengusirmu?" ucap Maudy asal. Padahal jelas baru saja yosen mengatakan bahwa dirinya adalah anak dari pemilik kawasan,
"Hahaha, kamu terlalu berlebihan menyikapiku, Nona cantik. Tetapi aku semakin tertarik dengan sikapmu ini..." ucap Yosen sambil memberi isyarat pada para pekerjanya itu untuk pergi.
"Karena Nona ingin saya pergi, kalau begitu maaf telah mengganggumu. Semoga kita segera bertemu kembali dan aku harap sikap Nona agak sedikit berbeda." Yosen kembali berkata lalu bangkit dari duduknya dan menepuk-nepuk punggung Sedawa sambil berbisik, "Bung, kamu memiliki teman yang sangat cantik, aku sarankan kamu untuk menjaganya dengan baik"
Usai berkata demikian, Yosen kembali memandangi wajah Maudy beberapa saat sambil tersenyum, lalu kemudian berlalu pergi dari rumah makan itu bersama lima karyawan pabrik milik ayahnya.
"Huh, menyebalkan sekali! Aku tidak mengerti kenapa hidupku begitu menyedihkan, selalu saja ada orang-orang yang membuatku kesal setengah mati!" gerutu Maudy. Lalu, ia melihat ke arah pemuda di depannya dan ia semakin kesal saat melihat pemuda itu tampak santai memasukkan suapan makanan terakhir.
"Kenapa kamu diam saja saat mereka datang mengganggu? Bukankah kamu kuat? Kenapa kamu tidak memberi mereka sedikit pelajaran?" Seolah melampiaskan kekesalannya, Maudy memarahi pemuda itu. Ia lupa bahwa dirinya dan rayan baru saja saling mengenal.
"Mereka hanyalah mengganggumu. Lagipula, mereka juga sudah pergi, jadi untuk apa aku memberi mereka pelajaran?" jawab rayan acuh, membuat Maudy langsung menatap pria itu sinis. Perkataan rayan selanjutnya membuat kekesalannya rasanya ingin meledak.
"Aku tidak punya uang untuk membayar makanan ini. Jika kamu tidak keberatan, tolong kamu bayarkan punyaku juga. Anggap saja sebagai bayaran karena aku telah menolongmu semalam dan membiarkanmu menginap di rumah baruku."
"Kamu...?" Maudy ingin sekali memaki pemuda itu, tetapi ia tidak tahu harus memaki seperti apa. Apalagi pemuda itu sudah berlalu pergi. Maudy pun buru-buru membayar makanan itu, lalu berjalan sedikit cepat untuk mengejar pemuda itu.
Setelah kepergian mereka, Yosen berkata kepada kelima karyawannya itu.
"Kalian ikuti mereka. Setelah keluar dari kawasan Metro ini, kalian bawa gadis itu ke lokasi penambangan."
"Baik, Tuan Muda. Tuan Muda tidak perlu khawatir. Asalkan Tuan Muda menaikkan sedikit gaji kami. Kami berjanji akan selalu mengikuti perintah Tuan Muda," jawab salah satu dari mereka.
"Kalian tenang saja, bukankah selama ini aku juga sering memberikan kalian imbalan," kata Yosen.
"Kalau begitu, Tuan Muda tunggu saja di penambangan. Kami berjanji akan segera membawa gadis itu untuk Tuan Muda," jawab mereka.
"Bagus, lakukanlah dengan baik, jangan sampai ada orang yang melihat, karena akan sangat merepotkan," ucap Yosen. Kelima orang itu pun langsung pergi mengikuti Maudy yang sedang menyusul rayan.
"Bukankah aku sudah mengatakan padamu untuk tidak mengikutiku lagi?" Setelah keluar dari kawasan Metro, rayan berkata tanpa menoleh ke belakang.
"Kamu meninggalkanku begitu saja! Apakah kamu seorang pria yang tega meninggalkan gadis cantik sepertiku di tempat asing seperti ini? Bagaimana jika orang-orang tadi mengikutiku dan menculikku? Bukankah kamu sangat kejam?" jawab Maudy setelah berhasil menyusul pria itu.
"Merepotkan sekali," lirih rayan.
"Kamu, kenapa kamu berkata seperti itu?" Maudy agak sedih mendengarnya. Apakah semua orang di dunia ini tidak ada lagi yang memihak padanya? Pikirnya.
"Mereka memang mengikutimu," kata rayan kembali.
"Apa maksudmu?" tanya Maudy tak mengerti.
Tetapi, tak lama saat mereka berjalan melewati beberapa bangunan kosong, dua orang tiba-tiba muncul di depan mereka, disusul dengan tiga orang pria lagi muncul di belakang mereka.
"Gadis kecil, kita bertemu lagi!" ucap salah satu dari mereka, ia juga merupakan yang tertua dari keempat rekannya.
"Ka-kalian...?"