Irsyad mendapat tugas sulit menjadikan Bandung Medical Center sebagai rumah sakit pusat trauma di Bandung Timur.
Kondisi rumah sakit yang nyaris bangkrut, sistem yang carut marut dan kurangnya SDM membuat Irsyad harus berjuang ekstra keras menyelesaikan tugasnya.
Belum lagi dia harus berhadapan dengan Handaru, dokter bedah senior yang pernah memiliki sejarah buruk dengannya.
Bersama dengan Emir, Irsyad menjadi garda terdepan menangani pasien di Instalasi Gawat Darurat.
Terkadang mereka harus memilih, antara nyawa pasien atau tunduk dengan sistem yang bobrok.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon Investor
"Ivana, usia 21 tahun mengalami overdosis obat penenang."
Dua orang petugas medis mendorong brankar menuju ruang tindakan tiga sambil menerangkan kondisi pasien. Emir dan Farah mengikuti sampai ke ruangan. Tubuh sang pasien langsung dipindahkan ke ranjang.
"Obat apa yang dia minum?"
Petugas medis itu merogoh saku seragamnya lalu memberikan botol obat yang ditemukan saat mengevakuasi korban. Emir dengan cepat membaca kandungan di dalam obat.
"Sudah berapa lama korban mengkonsumsi obat?"
"Kami tidak tahu. Asisten rumah tangga yang menemukannya juga tidak tahu."
Emir segera mengambil alih penanganan korban. Dia memeriksa saluran jalan nafas pasien bernama Ivana tersebut.
"Kita harus melakukan intubasi."
Dengan cepat Farah mengambilkan peralatan. Dia berdiri di sisi Emir, siap membantu dokter muda itu menangani pasien wanita muda di dekatnya. Perlahan Emir membuka mulut Ivana lalu memasukkan alat ke dalam mulutnya. Gerakannya cepat tapi tetap akurat dan tidak terburu-buru. Setelah berhasil memasukkan selang udara, dia langsung menghubungkannya ke ambu bag.
Selanjutnya Emir meminta Farah memberikan infusan di jalur intravena. Di jarinya juga dipasang oksimeter, untuk mengukur saturasi oksigen pasien. Perawat wanita itu juga mengambil sampel darah Ivana untuk melihat sebanyak apa kandungan obat yang masuk ke tubuh wanita muda itu.
Emir memeriksa keadaan gadis itu lebih lanjut. Memastikan kalau tidak ada hal berbahaya menyerang organ wanita itu. Dia juga memeriksa kondisi jantung Ivana. Cepatnya gadis itu mendapat pertolongan, membuat kondisi gadis itu tidak mengalami hal berbahaya.
Selesai menangani Ivana, Emir mendekati wanita paruh baya yang sejak tadi terus mendampingi Ivana. Kecemasan nampak jelas di wajahnya. Matanya terus melihat ke ruang tindakan.
"Apa Ibu orang tua korban?"
"Bukan. Saya asisten rumah tangga di rumahnya. Orang tuanya sedang tidak ada di rumah."
"Apa Ibu yang menemukan Ivana?"
"Ya. Tapi saya tidak tahu berapa lama Non Ivana tidak sadarkan diri."
"Apa sebelumnya dia pernah mengkonsumsi obat penenang?"
"Setahu saya tidak. Biasanya Non Ivana orang yang ceria. Tapi akhir-akhir ini dia kelihatan murung. Mungkin karena kondisi rumah tangga kedua orang tuanya. Ibu dan Bapak sering bertengkar hebat, mungkin ini yang membuat Non Ivana stress."
"Apa Ibu bisa menghubungi orang tua Ivana?"
"Baik, dokter."
Asisten rumah tangga tersebut segera menghubungi orang tua Ivana. Namun panggilannya hanya terhubung pada kotak suara. Wanita itu tidak menyerah dan terus menghubungi walau berkali-kali panggilannya hanya tersambung pada operator. Dengan wajah sendu dia melihat pada Ivana yang masih berada di ruang tindakan.
***
Suasana IGD sudah mulai ramai dengan banyaknya pasien yang berdatangan. Begitu pula dengan dokter residen, dokter magang dan para koas yang bertugas pagi hari ini.
Seorang pasien wanita memasuki IGD ditemani temannya. Dendi segera mengarahkan wanita itu menuju ranjang pemeriksaan yang kosong.
"Telinga saya sakit, dok," keluh pasien wanita itu.
"Sudah berapa lama rasa sakitnya?"
"Sejak semalam."
Dendi mendudukkan diri di dekat pasien. Pria itu memeriksa lubang telinga sang pasien menggunakan otiskop. Dokter magang itu bisa melihat apa yang menjadi penyebab sakitnya telinga sang pasien. Dia meminta suster yang membantunya membawakan suntikan, wadah kecil dan cairan saline.
"Aku punya kabar baik dan buruk untuk mu," ujar Dendi sambil memindahkan cairan infusan ke dalam suntikan.
"Apa kabar baiknya?"
"Aku sudah mengetahui penyebab telinga mu sakit dan akan mengatasinya sekarang."
Dendi menyemprotkan cairan saline ke dalam telinga. Dalam hitungan detik, seekor serangga keluar dari dalam telinga dan jatuh ke wadah yang sudah disiapkan. Serangga tersebut sudah mati ketika keluar.
"Kabar buruknya?"
"Telinga mu kemasukan serangga dan aku sudah mengeluarkannya."
Kepala pasien wanita itu menoleh pada Dendi. Pandangannya kemudian tertuju pada wadah kecil yang terdapat kecoa mati di atasnya.
"AAAAAAAA!!!!!"
Terdengar teriakan kencang wanita itu sampai Dendi terlonjak sendiri. Bukan hanya pria itu, tapi semua yang ada di IGD dibuat terkejut. Gusti dan Ekon langsung menghampiri sang pasien yang masih terlihat shock.
"Ada apa?" tanya Gusti.
"Tidak ada apa-apa. Dia hanya kaget melihat serangga yang masuk ke dalam telinganya," jawab Dendi santai.
Tidak ada komentar lagi dari Gusti. Pria itu bergegas kembali ke pasiennya. Sementara Ekon hanya tersenyum saja. Pantas kalau wanita itu menjerit. Siapa juga yang tidak takut melihat seekor serangga keluar dari telinganya.
***
Pintu ruangan Handaru terketuk dan tak berselang lama, Kamil, asisten merangkap sekretaris Handaru masuk.
"Pak, alat-alat dan pekerja yang akan membangun ruangan hiperbarik sudah datang. Mereka akan langsung bekerja."
Atas desakan Emir, akhirnya rumah sakit ini segera membangun ruangan hiperbarik. Ruangannya sendiri sudah selesai, hanya perlu memasang intalasi peralatan yang dibutuhkan. Rencananya ruang hiperbarik akan menggunakan tiga buah ruangan yang berbentuk tabung. Dua ruangan berupa monoplace atau yang hanya bisa menampung satu pasien. Sementara satu ruangan multiplace yang bisa menampung beberapa pasien sekaligus.
"Kenapa yayasan hanya menggelontorkan uang dalam bentuk peralatan? Kamu tahu kalau kita membutuhkan dana cair untuk operasionalisasi rumah sakit," geram Handaru. Orang yang ditanyai hanya mengangkat bahunya saja.
Kepala pria itu pusing karena biaya rumah sakit yang terus membengkak, ditambah dengan tekanan dari dewan direksi yang memaksanya menemukan investor lain. Sejauh ini, dia belum bisa menemukan investor yang mau memberikan dana segar untuk operasionalisasi rumah sakit.
Dadvar sengaja hanya menggelontorkan uang untuk pemenuhan fasilitas di rumah sakit. Pria itu masih belum mau memberikan dana cash sebelum kasus korupsi di rumah sakit terselesaikan. Hal tersebut sukses membuat kepala Handaru pening. Dia harus benar-benar selektif dalam penggunaan dana dan memaksimalkan bagian yang bisa menghasilkan uang lebih.
"Pihak yayasan baru akan menggelontorkan uang cash kalau sistem manajemen di rumah sakit berjalan normal. Bapak pasti tahu kasus korupsi yang menimpa kita."
"Ya aku tahu. Tapi apa mereka tidak bisa memberikan sedikit keringanan? Kepala ku sudah hampir meledak."
"Kenapa Bapak tidak berusaha bertemu dengan pihak yayasan lagi?"
"Pembicaraan akan tetap sama. Aku akan mencari alternatif lain."
Merasa tak ada yang perlu dibicarakan lagi, Kamil segera keluar dari ruangan. Namun belum lama dia keluar, pria itu kembali masuk. Bersamanya ada dua orang pria lagi. Kening Handaru mengernyit orang yang baru masuk ke ruangannya.
"Dokter Handaru," sapa seorang pria berusia tiga puluhan seraya menyalami tangan direktur rumah sakit tersebut.
"Anda..."
"Nama saya Sentanu. Saya humas dari AvaMed. Dan ini dokter Park Ji Min, dia dokter bedah plastik ternama. Dokter Handaru pasti sudah mendengar namanya."
"Ah ya. Silakan duduk."
Pria bernama Sentanu itu menarik kursi di depan meja kerja Handaru diikuti oleh dokter plastik berwajah tampan tersebut.
Tanpa menunda waktu, pria itu langsung mengatakan tujuannya. AvaMed akan menjadikan BMC sebagai mitra bisnis mereka. Pihak manajemen bersedia memberikan investasi pada rumah sakit tersebut. Namun sebagai gantinya, BMC harus menggunakan semua obat dan alat kesehatan yang diproduksi AvaMed.
Selain itu, Sentanu juga menawarkan pembukaan klinik baru di BMC, yakni klinik bedah plastik. Karenanya dia membawa dokter Park Ji Min. Salah seorang dokter bedah plastik terbaik. Sebelumnya Park Ji Min membuka klinik di Gangnam, Korea Selatan. Atas bujukan Sentanu, pria itu bersedia melebarkan sayapnya ke Indonesia dan BMC yang dijadikan tempatnya bernaung.
"Dokter bayangkan, berapa banyak keuntungan yang akan diterima rumah sakit ini jika kita membuka klinik bedah. Kita bisa menarik banyak klien ke sini. BMC akan menjadi rumah sakit yang memberikan fasilitas bedah plastik terbaik di Bandung, bahkan di seluruh Indonesia."
Sejenak Handaru terdiam. Di saat dirinya tengah pusing memikirkan masalah keuangan di rumah sakit, tiba-tiba saja datang Sentanu menawarkan angin segar. Tapi pria itu tahu kalau dia tidak bisa memutuskan ini sendirian. Handaru harus menanyakan lebih dulu pada para pemegang saham atau dewan direksi.
"Aku akan memikirkannya. Aku harus mendapatkan persetujuan dewan direksi juga."
"Tentu saja. Tapi saya harap dokter bisa mendorong ini di rapat dewan direksi. Kerjasama kita akan menjadi bisnis yang menguntungkan. Kita bisa maju bersama."
Kepala Handaru hanya mengangguk mengiyakan. Tawaran yang dikatakan Sentanu sangat menarik. Jika dia berhasil mendapatkan investor baru, maka kepercayaan direksi akan bertambah padanya.
***
Perlahan Ivana membuka matanya. Gadis itu sudah tidak memakai lagi alat bantu pernafasan. Jalan nafas dan pernafasannya sudah normal. Keadaannya juga sudah membaik. Obat penenang yang dikonsumsinya tidak sampai mempengaruhi organ vitalnya.
Sejenak Ivana terdiam, mencoba memahami di mana dirinya berada. Ruangan serba putih, bau disinfektan dan suara-suara yang tertangkap di telinganya meyakinkan gadis itu kalau dirinya berada di rumah sakit. Seorang suster yang mengetahui kalau dirinya sudah sadar langsung mendekat.
"Mbak Ivana.. apa yang Mbak rasakan?" tegur suster dengan ramah.
"Aku di rumah sakit?"
"Iya."
Di saat bersamaan Novi, dokter magang di BMC masuk kemudian memeriksa keadaan gadis itu. Tiba-tiba saja Ivana menepis tangan Novi yang tengah memeriksanya.
"Kenapa kalian menyelamatkan ku? Kenapa?!" berang Ivana yang tiba-tiba emosi.
***
Eh getok aja palanya tuh🤭
yg ada pasien bedah kecantikan malah jadi pasien bedah jantung n jadi pasien kejiwaan gegara liat pasien lain yg masuk IGD dengan kondisinya beneran gawat n darurat juga bikin yg liat stress 😂😂