Ratusan tahun setelah kemenangan Kaisar Xiao Chen, di sebuah dunia fana yang terpencil, sebuah legenda baru mulai bersemi dari benih yang telah ia tanam.
Xuan Ye adalah seorang yatim piatu, dibuang saat lahir dan dianggap "sampah" karena tidak memiliki akar spiritual. Dia tumbuh di bawah hinaan dan penindasan, tidak menyadari bahwa di dalam darahnya tertidur dua garis keturunan agung: kekuatan ilusi Mata Ungu dari Keluarga Xuan kuno, dan darah Phoenix dari ibunya, seorang bidadari suci dari Aliran Suci. Ibunya, yang dibutakan oleh harga diri sektenya, telah membuangnya karena dianggap sebagai aib dan berbohong pada suaminya bahwa putra mereka telah meninggal.
Di titik terendahnya, Xuan Ye secara "tidak sengaja" menemukan sebuah warisan jiwa yang ditinggalkan oleh Kaisar Xiao Chen. Kesempatan ini membangkitkan Mata Ungu Ilusi miliknya dan memberinya teknik kultivasi jiwa dasar, memberinya kunci untuk memulai perjalanannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4: Jalan Menuju Awan Biru
Selama beberapa hari setelah meninggalkan Kota Perbatasan Batu Hitam, Xuan Ye terus berjalan tanpa menoleh ke belakang. Dia adalah seorang pengembara sejati, tanpa tujuan dan tanpa rumah. Malam hari, dia akan berlatih Sutra Kultivasi Jiwa Awal di bawah cahaya bulan, menyerap energi spiritual yang tipis untuk memperkuat jiwanya. Siang hari, dia akan menggunakan Mata Ungu Ilusi-nya untuk berburu binatang buas kecil untuk makan.
Hidup itu keras, tetapi untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasa bebas.
Dia tahu bahwa berlatih sendirian seperti ini tidak akan membawanya jauh. Dia membutuhkan sumber daya, bimbingan, dan teknik yang lebih kuat. Dia membutuhkan sebuah sekte.
Setelah melakukan perjalanan selama seminggu, dia tiba di sebuah kota perdagangan yang ramai. Di sebuah kedai minum yang penuh sesak, dia menggunakan beberapa koin tembaga terakhirnya untuk membeli semangkuk mi dan mendengarkan gosip.
"Apa kau sudah dengar?" kata seorang pemuda di meja sebelah dengan penuh semangat. "Sekte Gerbang Awan Biru akan mengadakan ujian penerimaan murid tahunan mereka bulan depan! Ini adalah salah-satu dari lima sekte besar di seluruh wilayah ini!"
"Tentu saja aku dengar! Hadiah untuk peringkat pertama tahun ini konon adalah sebutir Pil Pendirian Fondasi!"
Mata Xuan Ye berbinar. Sekte Gerbang Awan Biru. Sebuah tujuan. Sebuah kesempatan.
Perjalanan menuju Pegunungan Awan Biru, tempat sekte itu berada, memakan waktu tiga minggu dan melewati Hutan Bayangan Hitam, sebuah wilayah yang terkenal karena para banditnya yang kejam.
Benar saja, saat dia sedang melintasi sebuah jalur yang sepi, dia disergap. Selusin bandit bertampang buas mengelilinginya, pemimpin mereka adalah seorang pria kekar di puncak Ranah Foundation Establishment.
"Serahkan semua barang berhargamu, Nak," geram sang pemimpin, "dan kami mungkin akan membiarkanmu hidup."
Ini adalah pertarungan pertama Xuan Ye melawan para kultivator.
"Aku tidak punya apa-apa," jawab Xuan Ye dengan tenang, tangannya sudah siap.
Pertarungan pun meletus. Para bandit ini jauh lebih pintar daripada binatang buas. Mereka bekerja sama, menyerangnya dari berbagai arah.
Tetapi mereka berhadapan dengan seorang master ilusi.
Xuan Ye mengaktifkan Mata Ungu-nya. Bagi para bandit itu, dunia di sekitar mereka tiba-tiba berubah. Tanah di bawah kaki mereka tiba-tiba tampak seperti jurang yang dalam, membuat mereka ragu-ragu. Sebuah pohon di samping mereka tiba-tiba tampak seperti golem batu raksasa yang mengancam.
Menggunakan kebingungan mereka, Xuan Ye bergerak. Dia muncul di belakang satu bandit, dan dengan satu pukulan jiwa yang diperkuat, dia merobohkannya. Dia melemparkan batu, tetapi di mata bandit lain, itu tampak seperti bola api yang meledak. Kekacauan total.
Satu per satu, dia mengalahkan mereka dengan tipu daya dan serangan presisi.
Akhirnya, hanya tersisa sang pemimpin. Marah karena anak buahnya dikalahkan oleh "sihir", dia meraung dan menerjang Xuan Ye.
Tetapi di matanya, dia melihat pemandangan yang paling mengerikan. Dia melihat rekan-rekannya yang telah jatuh bangkit kembali sebagai mayat hidup, mata mereka kosong, dan kini menyerangnya.
"Tidak! Jangan mendekat!" teriaknya panik.
Saat dia sibuk melawan hantu-hantu ilusi, Xuan Ye muncul di belakangnya. "Selamat tinggal," bisiknya.
Dengan satu tusukan menggunakan belati yang ia ambil dari bandit lain, pertarungan berakhir.
Xuan Ye, terengah-engah, telah menang. Dia telah belajar pelajaran berharga tentang pertarungan yang sesungguhnya. Dia mengumpulkan rampasan perangnya: sekantong kecil batu roh, beberapa pil penyembuh tingkat rendah, dan yang paling berharga, sebuah gulungan teknik gerakan dasar: "Langkah Angin".
Setelah beberapa minggu lagi perjalanan yang diisi dengan kultivasi dan melatih teknik barunya, dia akhirnya tiba.
Di hadapannya, menjulang sebuah barisan pegunungan yang puncaknya tertutup oleh awan biru yang tenang. Istana-istana dan paviliun-paviliun yang indah terlihat samar-samar di antara awan. Di kaki gunung, sebuah gerbang batu raksasa berdiri dengan agung, dan ribuan anak tangga mengarah ke atas.
Ratusan, bahkan ribuan, pemuda-pemudi lain dari seluruh penjuru wilayah telah berkumpul di depan gerbang, semuanya dengan ekspresi gugup dan penuh harapan.
Xuan Ye menatap pemandangan itu. Dia melihat para jenius dari keluarga-keluarga kaya, mengenakan jubah sutra dan membawa pedang berharga. Lalu dia melihat dirinya sendiri, seorang yatim piatu dengan pakaian usang dan hanya membawa sebuah belati curian.
Dia tidak merasa rendah diri. Sebaliknya, matanya yang ungu di balik rambutnya bersinar dengan tekad yang membara.
Ini... adalah langkah pertamaku yang sesungguhnya.
Dia berjalan maju, bergabung dengan kerumunan, siap untuk merebut takdirnya sendiri.