NovelToon NovelToon
DRAGUNOV SAGA : Love That Defies The Death

DRAGUNOV SAGA : Love That Defies The Death

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / CEO / Mafia / Romansa / Enemy to Lovers / Roman-Angst Mafia
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aruna Kim

Apollo Axelion Dragunov, seorang mafia berhati batu dan kejam, tak pernah percaya pada cinta apalagi pernikahan. Namun hidupnya jungkir balik ketika neneknya memperkenalkan Lyora Alexandra Dimitriv, gadis polos yang tampak ceroboh, bodoh, dan sama sekali bukan tipe wanita mafia.
Pernikahan mereka berjalan dingin. Apollo menganggap Lyora hanya beban, istri idiot yang tak bisa apa-apa. Tapi di balik senyum lugu dan tingkah konyolnya, Lyora menyimpan rahasia kelam. Identitas yang tak seorang pun tahu.
Ketika musuh menyerang keluarga Dragunov, Apollo menyaksikan sendiri bagaimana istrinya berdiri di garis depan, memegang senjata dengan tatapan tajam seorang pemimpin.
Istri yang dulu ia hina… kini menjadi ratu mafia yang ditakuti sekaligus dicintai.
❝ Apakah Apollo mampu menerima kenyataan bahwa istrinya bukan sekadar boneka polos, melainkan pewaris singgasana gelap? Atau justru cinta mereka akan hancur oleh rahasia yang terungkap? ❞

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aruna Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Mobil hitam berhenti di depan gedung kaca yang berdiri megah di tengah distrik bisnis. Embun pagi masih melekat di jendela, membias cahaya mentari menjadi kilau perak yang menusuk mata.

Logo Dragunov Corporations terpampang di dinding granit, tegak dan tak tersentuh, seperti reputasi keluarga itu sendiri.

Apollo keluar dari mobil tanpa sepatah kata. Mantelnya jatuh sempurna di bahu, gerakan nya tegas namun terukur. Beberapa staf yang lewat segera menundukkan kepala, memberi salam sopan. Tidak ada yang berani menatap matanya lebih dari satu detik.

Di lobi, Eliot sudah menunggu, berdiri dengan tablet digital di tangan dan wajah profesional.

“Selamat pagi, Bos .”

Apollo hanya membalas dengan anggukan kecil. “Ruang kerja mu sudah disiapkan. Laporan audit dan berkas pertemuan dewan ada di meja.”

“Baik.” ucap Apollo singkat. Langkah mereka berdua menggema di koridor panjang yang dikelilingi dinding kaca. Di balik kaca, langit kota masih kelabu. Eliot berjalan setengah langkah di belakangnya , memperhatikan bahu tegap tuannya yang tampak sedikit lebih berat pagi ini. Seolah ada sesuatu yang membebani, tapi terlalu rapi disembunyikan di balik ketenangan yang kaku.

Begitu mereka sampai di lantai tertinggi, pintu lift terbuka langsung ke ruang kerja pribadi Apollo. Ruang kerja Apollo di lantai tertinggi gedung Dragunov Corporation selalu tampak seperti dunia lain , dingin, steril, dan sunyi. Dinding kaca setinggi langit-langit menampil kan panorama kota yang tertutup kabut musim dingin.

Cahaya matahari memantul di permukaan meja hitam mengilap yang dipenuhi dokumen, laporan keuangan, dan dua gelas espresso yang sudah lama dingin.Apollo duduk di kursi kulit hitam, satu tangan menopang dagu, satu lagi menggulir layar laptop tanpa benar-benar membaca. Pandangannya kosong , seolah angka-angka di layar hanya deretan huruf mati.

Eliot berdiri beberapa meter darinya, menunggu aba-aba untuk bicara. Tapi setelah hampir dua menit tanpa suara, ia akhirnya memberanikan diri.

“Bos... Dewan menanyakan rencana tindak lanjut pasca merger. Mereka bilang perlu tanda tangan mu hari ini.”

Apollo menutup laptopnya pelan. Tatapannya naik, dingin dan terukur. “Suruh mereka menunggu.”

“Tapi—”

“Suruh. Menunggu.”

Nada suaranya cukup untuk membuat Eliot menunduk, lalu mundur perlahan. Hening kembali menguasai ruangan.

Apollo menyandarkan punggungnya ke kursi. Pikirannya kacau. Entah kenapa, setiap kali ia mencoba fokus pada pekerjaan, bayangan wajah Lyora muncul , senyum tipisnya saat berkata Seratus tahun pun aku tak masalah jika itu menjagamu dari luka.’

Kalimat itu terngiang terus. Menyusup di antara suara detik jam dan dengungan mesin pendingin.Ia mengembuskan napas keras, menekan pelipisnya. Kenapa dia mengatakan hal seperti itu?

Apakah dia benar-benar tulus, atau hanya memainkan perannya lagi, seperti malam sebelumnya, seperti senyum lembut yang menutupi rahasia?

Apollo bangkit dari kursinya, berjalan menuju jendela. Dari sana, ia bisa melihat bayangan dirinya di kaca , mata yang memancarkan letih dan sesuatu yang tidak ingin ia akui: keraguan.

“Cinta…” gumamnya pelan, hampir seperti hinaan. “Hal paling bodoh yang pernah diciptakan manusia.”

Tangannya terangkat, menekan kaca dingin itu. Bayangan dirinya tampak terbelah oleh cahaya matahari pagi , separuh dalam terang, separuh tenggelam dalam bayangan.

Tiba-tiba, pintu diketuk dua kali.“Masuk,” katanya tanpa berbalik. Eliot masuk, membawa berkas lain. Tapi kali ini ia tampak ragu, seperti menimbang sesuatu.

“Ada satu hal lagi, Bos,” ucapnya. “Nyonya Lyora… mengirimkan makan siang untuk Anda.”

Apollo menoleh perlahan.“Makan siang?”

“Iya. Dikirim lewat staf pantry. Katanya, ‘sup jahe hangat, untuk yang selalu lupa waktu.’”

Hening.Beberapa detik berlalu sebelum Apollo melangkah ke meja, menatap kotak makan yang baru saja diletakkan di sana , sederhana, tapi aromanya lembut dan familiar. “Buang saja.”

“Tapi—”

“Buang, Eliot.”

Eliot menghela napas pelan, menatap majikan nya yang kini kembali menatap ke luar jendela, seolah dunia di luar sana lebih mudah dihadapi daripada seseorang yang berani menembus dinding hatinya.

Dan saat Eliot keluar, meninggalkan ruangan itu dalam kesunyian, Apollo akhirnya menunduk, menatap bekas uap hangat di meja kaca yang perlahan memudar.Seperti rasa yang mungkin pernah tumbuh, tapi terlalu cepat dibunuh sebelum sempat bernapas.

Beberapa jam berlalu.Langit di luar jendela kantor mulai berubah warna , dari biru pucat menjadi keemasan, lalu jingga tua yang perlahan ditelan kelabu senja. Apollo masih di tempat yang sama, memandangi horizon dengan pandangan kosong. Tangannya menggenggam pena, tapi lembar kontrak di depannya tetap kosong tanpa tanda tangan.

Ketika pintu kembali diketuk, kali ini yang masuk bukan Eliot. Seorang staf wanita dari resepsionis membawa sesuatu di tangannya. amplop hitam dengan segel lilin perak berbentuk rubah.Surat ini baru saja dikirim ke meja depan, " Bos ” panggilnya sopan.

Apollo menatap amplop itu, alisnya berkerut. “Dari siapa?”

“Tidak disebutkan nama pengirim, tapi kurirnya bilang… ini untuk sang pembenci cinta.”

Staf itu undur diri, meninggalkan ruangan yang kembali sunyi. Apollo menatap segel perak itu lama, sebelum akhirnya membuka amplop tersebut. Di dalamnya hanya ada satu lembar foto dan secarik kertas dengan tulisan tangan yang rapi namun dingin.

 ‘Jika luka tak pernah sembuh, mungkin karena yang terluka tak benar-benar ingin disembuhkan.’ — R.

Foto itu jatuh ke meja. Itu potret dirinya, bertahun-tahun lalu berdiri di sebuah tebing bersalju dengan seorang wanita yang wajah nya kini buram, tapi masih bisa dikenali dari bentuk tubuh dan kalung di lehernya.

Apollo membeku. Nafasnya tercekat. Rahang nya mengeras, matanya menajam.“Tch…”

Ia melempar foto itu ke meja, namun pandangannya tak bisa lepas darinya.

"R"

Huruf itu bergema di kepalanya. Sebuah nama yang pernah ia kubur dalam-dalam. Seseorang yang seharusnya sudah mati di hatinya sendiri.Langkah Apollo terhenti di depan lift. Suara gemuruh kota di luar gedung seolah lenyap, digantikan oleh detak jantung nya sendiri yang berdentum keras di dada.

“R…” gumamnya lirih, menatap tulisan di belakang foto yang kini tergenggam di tangan nya. Tinta hitam itu bergetar di mata nya, seperti hidup. Ia mengucapkannya sekali lagi, dengan suara yang nyaris seperti helaan napas .

“Rena…”

Nama itu. Nama yang seharusnya sudah terkubur bersama masa lalu, bersama semua alasan kenapa ia memilih membenci cinta dan menutup dirinya dari dunia.

Lift terbuka, namun Apollo tidak langsung masuk. Pandangannya kosong, menembus dinding metal di depannya, menembus waktu.

Gambaran itu datang begitu saja , potongan memori yang selama ini berusaha ia kubur.

Rena, dengan rambut cokelat bergelombang, tertawa di bawah hujan. Rena, yang menatap nya dari balik kaca laboratorium dengan mata yang tak lagi hangat. Rena, yang berdiri di antara kobaran api, sambil menodongkan senjata ke arahnya. “Aku menyesal tidak mengenalmu lebih cepat. Harusnya kau ku lenyapkan ”

Apollo mengepalkan tangan. Foto itu hampir remuk di genggamannya.“Tidak mungkin…” desisnya lirih. “Rena sudah pergi dari kehidupan ku. ”

Namun bayangan wajah Lyora melintas di pikirannya, senyum lembut yang sama, tatapan mata yang terasa akrab, kalimat yang menusuk mirip seperti dulu. Keduanya terasa berbeda, tapi juga terlalu mirip untuk disebut kebetulan.

Lift berbunyi ting, pintu menutup otomatis, membuat Apollo tersadar. Ia segera melangkah masuk, menekan tombol menuju basement tempat mobilnya menunggu.

Sementara pintu lift menutup perlahan, ia masih menggenggam foto itu erat di tangan.

Di bawah cahaya temaram, satu kalimat meluncur dari bibirnya dengan nada getir

 “Jika kau masih hidup, Rena… maka Lyora bukan sekadar penggantimu.”

Dan di kejauhan, di atas gedung yang sama, sosok bertopeng rubah perak berdiri di tepi atap. Cahaya bulan menyoroti senyum samar di balik topengnya. “Akhirnya, kau mengingat ku, Apollo.”

1
Chimpanzini Banananini
makin lama makin menarik. apakah mungkin sebuah kepolosan mampu meluruhkan kekejaman seseorang?
Vᴇᴇ
"Warna merah warna cinta. Lebih penting dari kamu semua. Tanpa cinta, hidup ini tidak bermakna. Sunyinya dunia~" -Mei Mei

eh ko gue apal ya 😭
Hanik Andayani
kenapa tulisan cukup hrs pake huruf tebal thor
rahmad faujan
agak lain emang hadiahnya
Wida_Ast Jcy
udah pikun ya sampai lupa segala🤭🤭🤭
Wida_Ast Jcy
idih.... singa dijadikan hadiah. gk takut di ngap ya🤔🤔🤔
☕︎⃝❥ᗰᗴᑎGᗩᖇᗴ(╯°□°)╯︵ ┻━┻
Keren penggambarannya, sayangnya bertolak belakang sama gaya kepenulisanku🤣
Mingyu gf😘
aku juga pengen melihara singa🤣
Irfan Sofyan
sini main saja sama aku 😁😊
Irfan Sofyan
Lyora istri Apollo kah
Irfan Sofyan
memang apa kerjaan Apollo
Ani Suryani
cara membuat bos gila gimana ya
iqbal nasution
aneh juga, memilih tanpa alaan
iqbal nasution
rruasnng rahasia yaa
iqbal nasution
si lyora idiot?
Vᴇᴇ: gaa gituuu 😭
total 1 replies
Chimpanzini Banananini
bentar. di flashback ini, lyora masih anak² kah?
Chimpanzini Banananini
rill. klo dia dijadikan sandera bakalan mudah si apollo untuk melakukan apa saja
☕︎⃝❥ᗰᗴᑎGᗩᖇᗴ(╯°□°)╯︵ ┻━┻
Wkwkw, malah bawa gituan ke kamar
(づ ̄ ³ ̄)づ ARUNA I'M GONE(´∀`)♡
Siap kak. nanti aku revisi. tapi untuk saat ini belum ada waktu sih..
Wida_Ast Jcy
Menurut ku thor dialog tidak perlu ditebalkan. banyak aku temukan seperti itu. kecuali membaca pesan dari telpon ditebalkan kalimat tidak aapa lho thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!