NovelToon NovelToon
Dijodohin Dengan Kepala Desa

Dijodohin Dengan Kepala Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Cintamanis / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: komurolaa

Ketika Olivia, gadis kota yang glamor dan jauh dari agama, dipaksa menikah dengan Maalik—kepala desa yang taat, dunia mereka berbenturan. Tapi di balik tradisi, ladang, dan perbedaan, cinta mulai tumbuh… pelan-pelan, namun tak terbendung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon komurolaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

[ BAB 14 ] Pagi Pertama di Desa: Kesabaran dan Kehatian Maalik

Olivia terbangun ketika cahaya matahari menembus tirai jendela kamarnya. Ia menggeliat malas, lalu setengah berteriak dengan suara serak.

“Mbokkkk!”

Hening. Tak ada jawaban.

“Mbokkkk!” panggilnya sekali lagi, kali ini lebih keras.

Tetap sunyi.

Dengan kesal, Olivia membuka mata sepenuhnya. Pandangannya menyapu ruangan asing itu, dan barulah ia tersadar: ia tidak lagi berada di rumah mewah miliknya di Jakarta. Tidak ada Mbok Nah yang selalu sigap menyiapkan sarapan, tidak ada Mbak Ana yang bisa ia suruh mengambilkan apapun sesuka hati. Kali ini, ia benar-benar sendirian. Ia harus mengurus dirinya sendiri.

Ingatan semalam langsung terbayang. Begitu Maalik berpamitan pergi rapat di balai desa, Olivia langsung merebahkan diri dan tertidur. Biasanya, jika di kota, rasa bosan ia obati dengan pergi ke klub, menonton, atau nongkrong bersama teman-temannya. Tapi di sini, di desa yang sepi dan jauh dari gemerlap, tak ada pilihan itu. Sunyi menemani malam pertamanya.

Ia mendesah malas sambil bangkit dari ranjang. Rambutnya berantakan, namun wajahnya tetap cantik meski tanpa riasan. Olivia melangkah keluar kamar, mencari keberadaan suaminya. Di ruang tengah kosong. Ia beralih ke dapur dan ruang makan, tapi Maalik pun tak ada. Hanya ada meja yang sudah tertata rapi dengan segelas susu kedelai hangat, secangkir kopi hitam, dan dua potong roti gandum bakar yang masih mengepulkan aroma hangat.

Alisnya terangkat tinggi. Maalik yang menyiapkan ini? pikirnya. Anehnya, itu memang menu sarapan Olivia setiap hari di kota. Roti gandum bakar dengan sedikit olesan mentega—sederhana, tapi menurutnya paling aman untuk menjaga bentuk tubuh. Susu kedelai pun sudah jadi ritualnya, meski sering ia dengar omelan maminya yang bilang sarapan seperti itu terlalu ringan.

“Hmm…” Olivia mendengus pelan. Dia tahu dari mana kebiasaan gue?

Penasaran, ia berjalan ke taman belakang. Lagi-lagi kosong. Rasa jengkel semakin memuncak. Olivia segera melangkah ke depan rumah, dan di sanalah ia menemukan suaminya.

Maalik sedang mencangkul tanah di pekarangan depan, entah untuk apa. Tubuhnya sudah sedikit berkeringat, kaos sederhana menempel di punggung bidangnya. Olivia menyipitkan mata, lalu melangkah mendekat.

“Ngapain lo?” tanyanya datar, tanpa basa-basi.

Maalik menoleh, dan seketika ekspresi wajahnya berubah. Ia meringis melihat penampilan istrinya. Olivia masih mengenakan piyama satin tipis bertali satu dengan belahan dada rendah, kainnya jatuh mulus membentuk lekuk tubuh. Paha jenjangnya terekspos karena potongan celana yang terlalu pendek. Sekilas, penampilannya seperti baru keluar dari kamar hotel, bukan rumah di desa.

Maalik tahu, mungkin itu kebiasaan istrinya saat di kota. Tapi di sini? Tidak mungkin ia membiarkan Olivia berkeliling dengan pakaian seperti itu. Jalan depan rumahnya sering dilewati orang, dan ia tak rela tubuh istrinya yang begitu indah menjadi tontonan mata asing.

Dengan cepat, Maalik meletakkan cangkul, mencuci tangan di keran dekat teras, lalu menghampiri Olivia.

“Saya lagi mau menanam pohon jambu air di sini,” jelasnya lembut sambil menatap tanah yang sudah setengah tergali. “Kamu sudah lihat sarapan di meja? Saya siapkan khusus buat kamu. Ayo kita masuk dulu.”

Olivia hanya mendengus kecil, tapi tetap mengikuti langkah suaminya masuk ke dalam rumah. Ia langsung menjatuhkan diri di kursi meja makan, duduk dengan sikap malas.

“Ini lo yang bikin?” tanyanya sambil menunjuk roti di piring.

“Iya. Masih hangat. Baru sekitar lima belas menit lalu saya bikin,” jawab Maalik tenang.

Olivia mengerling. “Kok lo tau sarapan gue?” tanyanya sambil menyesap susu kedelai.

Maalik tersenyum tipis. “Saya tanya ke Mami dan Eyang Putri.”

Olivia terdiam sejenak, lalu mengeluarkan gumaman kecil. “Wow…” entah kagum atau sekadar heran. Ia tak menyangka Maalik begitu teliti.

Sarapan pun berlangsung tenang. Olivia melirik ke arah suaminya, yang tampak menikmati roti bakar gandum sama seperti dirinya. Roti itu sederhana: potongan gandum panggang dengan lapisan tipis mentega, tanpa selai manis atau tambahan lain. Olivia sendiri hanya bisa meminum susu kedelai, karena ia alergi terhadap susu sapi—setiap tetes susu sapi bisa membuatnya gatal-gatal dan perutnya menderita. Sering ia makan dengan perasaan terpaksa, demi menjaga tubuh tetap langsing. Bahkan maminya kerap mengomel, menganggap kebiasaan itu terlalu membatasi diri.

“Lo nggak apa-apa?” tanya Olivia tiba-tiba, suaranya terdengar cuek.

Maalik menoleh. “Maksud kamu?”

“Makan roti doang. Lo nggak laper?” tanyanya lagi sambil mengunyah pelan.

Maalik tersenyum kecil. “Saya biasanya malah cuma minum kopi di pagi hari.”

Olivia langsung ber-“oh” pendek, seperti baru paham.

Beberapa saat kemudian, Maalik meletakkan kopinya. “Nanti kalau mau mandi, airnya sudah ada di atas kompor. Saya panaskan biar kamu nggak kedinginan.”

Olivia menoleh cepat, menatapnya dengan sedikit curiga. “Lo nanya ke Mami juga?”

“Iya,” jawab Maalik, tenang tapi mantap. “Semua tentang kamu harus saya tahu.”

Kata-kata itu membuat Olivia tercekat sesaat. Ia tidak membalas, hanya kembali menunduk pada rotinya. Namun, dalam diam, hatinya sedikit terusik.

-----

Setelah mandi dengan air hangat yang telah disiapkan oleh Maalik, tubuh Olivia terasa lebih segar. Ia memilih mengenakan sebuah dress berwarna cokelat muda, lembut di kulit, dengan panjang hanya sebatas paha. Kainnya jatuh mengikuti lekuk tubuh, memperlihatkan betis jenjang dan pahanya yang mulus.

Ketika melangkah keluar kamar, matanya langsung tertuju pada sosok Maalik di ruang tamu. Lelaki itu duduk tegak, menunduk pada layar laptop yang terpampang di hadapannya. Jemari panjangnya bergerak lincah di atas keyboard, wajahnya fokus tanpa terganggu oleh sekeliling. Olivia menghampiri, lalu menjatuhkan diri ke sofa di depannya. Ia menyilangkan kaki, membuat dressnya sedikit tersingkap.

Maalik sempat terhenti. Pandangannya, meski hanya sepersekian detik, tertuju pada kulit mulus istrinya. Seketika ia buru-buru mengalihkan tatapan ke wajah cantik Olivia yang kini sedang cemberut.

"Ada apa, Olivia?" tanyanya lembut.

"Gue bosen," jawabnya singkat, suara malas terucap.

Maalik menutup sedikit laptopnya. "Kamu mau jalan-jalan? Keliling desa, mungkin?" tawarnya dengan senyum tipis.

Olivia menoleh cepat. "Di sini nggak ada mall apa?" tanyanya penuh harap.

Maalik terkekeh kecil, nadanya hangat. "Tidak ada, Olivia. Di sini hanya ada pasar," jawabnya dengan tenang.

Olivia langsung menyandarkan punggung ke sofa, menghela napas panjang. "Tapi gue bosen banget..." rengeknya, suaranya meninggi seperti anak kecil yang sedang mengeluh.

Maalik menatapnya penuh pengertian. "Kalau kamu mau, kita bisa jalan-jalan keliling desa. Di sini pemandangannya indah, Olivia. Sawah hijau terbentang luas, udara segar yang belum terkontaminasi, dan suara burung-burung bisa bikin hati lebih tenang. Tidak sama dengan kota, tapi bisa bikin pikiran lebih lega," jelasnya lembut.

Olivia berpikir sejenak. Ia ingin menolak, tapi kebosanan benar-benar membuatnya terpojok. "Yaudah... ayo," ucapnya akhirnya, meski dengan nada setengah malas.

Maalik tersenyum, lalu menutup laptopnya sepenuhnya. Ia bangkit, menatap istrinya dengan penuh kesabaran. "Kamu... tidak ganti baju dulu?" tanyanya hati-hati.

Olivia mengernyit, lalu menunduk melihat pakaiannya sendiri. "Kenapa sama baju gue? Jelek?" tanyanya heran. Ia merasa penampilannya justru sangat cantik.

Maalik langsung menggeleng cepat. "Tidak, sama sekali tidak jelek. Sangat bagus, malah," katanya tulus. Ia berdehem pelan sebelum melanjutkan. "Hanya saja... terlalu terbuka. Di desa beda dengan di kota, Olivia. Nanti warga desa..."

"Gue nggak peduli apa kata warga desa!" potong Olivia ketus. Ia berdiri mendadak, wajahnya masam. "Gue nggak jadi jalan-jalan. Udah nggak mood," ucapnya, lalu berbalik menuju kamar, meninggalkan Maalik yang hanya berdiri diam dengan tatapan bingung.

Benar kata mertuanya. Olivia masih sangat labil, manja, dan mudah tersulut emosi. Wajar, mengingat usianya baru dua puluh satu tahun. Namun Maalik tidak pernah merasa terbebani. Ia menerima Olivia sepenuhnya, bahkan ketika Olivia sendiri belum mampu menerima dirinya. Ia sadar betul, semua ini konsekuensi dari sebuah perjodohan.

Dengan helaan napas panjang, Maalik menyusul istrinya. Ia membuka pintu kamar perlahan, dan mendapati Olivia sudah meringkuk di atas ranjang, tubuhnya tertutup selimut tebal dari ujung kaki hingga kepala. Hanya terlihat sedikit helai rambut cokelatnya yang menjuntai keluar.

Tanpa sadar, Maalik tersenyum. Ada rasa gemas sekaligus sayang melihat tingkah polos istrinya. Ia mendekat, lalu duduk di sisi ranjang. Springbed itu memantul sedikit menyesuaikan bobot tubuhnya, empuk dan nyaman, menimbulkan suara gesekan halus kain seprai.

Maalik menatap gundukan selimut itu sejenak, lalu berkata pelan, suaranya nyaris seperti bisikan agar tidak mengusik lebih jauh, "Olivia... saya tahu kamu terbiasa berpakaian seperti itu di kota, dan saya tidak akan pernah melarang kamu untuk jadi diri sendiri. Tapi di sini... situasinya berbeda. Warga desa polos, pandangan mereka sederhana. Jika kamu berpakaian terlalu terbuka, orang-orang akan memperhatikan. Tidak hanya ibu-ibu yang mungkin berbisik, tapi juga para lelaki yang matanya tak bisa menahan diri."

Ia menunduk, jemarinya menggenggam ujung ranjang. "Saya yakin kamu tidak akan nyaman dengan itu. Saya pun... tidak akan tenang kalau tubuh indah kamu dilihat banyak orang. Bukan karena saya melarang, tapi karena saya ingin kamu selalu merasa aman, terhormat, dan dijaga. Hanya itu."

Maalik menarik napas panjang, lalu menambahkan dengan nada penuh kelembutan, "Kamu cantik, Olivia. Bahkan tanpa perlu pakaian terbuka sekalipun."

Olivia masih dengan wajah cemberut didalam selimut. Ia tidak langsung menjawab, hanya mendengus pelan. Namun, tak lama kemudian, ia menyerah pada rasa panas yang mulai membuat kulitnya gerah. Dengan gerakan malas, ia menurunkan selimut itu sedikit, hanya menyisakan bagian kepalanya yang muncul dari balik lipatan kain.

Rambutnya yang sedikit berantakan jatuh menutupi sebagian wajah, membuat ekspresi cemberutnya semakin jelas. Ia tetap diam, membiarkan hanya ujung dagu hingga kepalanya yang terlihat.

“Lo pikir gue bakal luluh cuma gara-gara lo bilang gitu?” gumamnya lirih, suaranya terdengar serak bercampur malas.

Maalik menatap istrinya dengan penuh perhatian. Sebuah senyum tipis tersungging di bibirnya, nyaris tak bisa ia tahan, seolah ia bisa membaca bahwa meski Olivia terlihat kesal, hatinya tak sepenuhnya tertutup. Tatapan Maalik lembut, menenangkan, namun Olivia buru-buru memalingkan wajah, masih menyembunyikan diri di balik selimut.

Maalik tak beranjak, hanya mengamati. Olivia, meski pura-pura tidak peduli, bisa merasakan tatapan itu menempel erat, membuatnya gelisah tanpa alasan. Ia pun menghembuskan napas berat, pipinya mengembung kesal.

“Jangan liatin gue mulu, nyebelin,” ucapnya cepat, tapi tidak cukup tegas untuk menutupi bahwa ia sebenarnya terganggu oleh perhatian itu.

Maalik tersenyum lembut, mencondongkan tubuh sedikit agar lebih dekat, namun tetap menghormati batas yang dibuat Olivia. “Saya hanya ingin pastikan kamu nyaman, Olivia." Ucapnya pelan, nadanya hangat namun tenang.

1
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor /Good/
komurolaa: terimakasih kak💗
total 1 replies
Gái đảm
Endingnya puas. 🎉
Hoa xương rồng
Teruslah menulis dan mempersembahkan cerita yang menakjubkan ini, thor!
komurolaa: terimalasih kak
total 1 replies
Dani M04 <3
Menggugah emosiku.
komurolaa: terimakasih sudah mampir kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!