NovelToon NovelToon
Cerita Kita

Cerita Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Idola sekolah
Popularitas:579
Nilai: 5
Nama Author: cilicilian

kisah cinta anak remaja yang penuh dengan kejutan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rasa Penasaran

Ternyata Andra membawa Dara ke taman belakang sekolah. Mereka duduk di bawah pohon rindang di taman belakang sekolah. Bangku kayu tua terasa nyaman di bawah mereka. Andra menggaruk tengkuknya, sedikit gugup. "Ra, makasih buat kemarin udah mau temenin aku ke perpus,"

Dara, dengan tangan menyanggah dagu, menyipitkan mata. "Lo bawa gue ke sini cuma buat ngomong makasih doang?" suaranya terdengar datar, tanpa beban. Dia sudah menduga ada sesuatu yang lebih dari sekedar ucapan terima kasih.

Andra menggeleng, senyum gugup tercetak di wajahnya. "Aku juga mau ngajak kamu buat makan siang bareng, nanti abis pulang sekolah. Gimana?" Ia menatap Dara dengan harap-harap cemas. Andra benar-benar butuh Dara, dan Dara adalah satu-satunya orang yang mau berinteraksi dengannya sejak dia pindah sekolah walaupun awalnya Dara sangat cuek padanya

Dara mengerucutkan bibir, lalu menjawab singkat, "Males, gue." Dara menunjukkan keengganannya.

Kekecewaan terlihat jelas di mata Andra. Ia mencoba sekali lagi, "Ra, plis, mau ya? Aku beneran nggak punya temen di sini. Kamu orang pertama yang mau ngobrol sama aku." Suaranya terdengar sedikit memohon. Kegelisahannya terlihat nyata. Pindah sekolah ke tempat yang baru memang berat, apalagi kalau ia kesulitan beradaptasi dan bersosialisasi. Ia berharap Dara bisa memahami situasinya.

Dara mengangkat satu alis, menatap Andra dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Ya, lo usaha dong buat beradaptasi. Lagian, lo nggak malu gitu temenan sama cewek?" tanyanya, nada suaranya terdengar sedikit mengejek, tapi sebenarnya ada sedikit rasa iba di baliknya

Andra menggeleng cepat, wajahnya memerah. "Nggak! Aku nggak malu sama sekali!" Ia menekankan kata-katanya, seakan ingin meyakinkan Dara agar mau pergi dengannya.

Dara diam sejenak, ia tampak berpikir sejenak. memperhatikan ekspresi wajah Andra. Hatinya memang mudah tergerak melihat orang kesusahan. Dia tidak tega melihat wajah memelas seperti Andra. Dengan menghela napas panjang, ia berkata, "Ya udah, terserah lo deh." Nada suaranya lebih lembut dari sebelumnya.

Andra langsung bersinar, matanya berbinar senang. "Oke! Berarti nanti pulang sekolah kita bareng, ya? Jangan pake supir!" Ia sudah tidak sabar untuk menghabiskan waktu bersama Dara, berharap ini bisa menjadi awal dari sebuah pendekatan.

"Em, oh ya," Dara memulai, suaranya sedikit lebih pelan dari biasanya. "Sebelum-sebelumnya, emang lo udah kenal gue?" Pertanyaan itu terlontar, didorong oleh rasa penasaran yang menggunung. Kedatangan Andra yang tiba-tiba di taman, perpindahannya ke kelas yang sama, dan kebetulan duduk bersebelahan. Semuanya terasa terlalu kebetulan. Dara ingin memastikan, apakah ini memang sebuah kebetulan belaka, atau ada sesuatu yang memang disengaja.

Andra mengedikkan bahunya, menunjukkan sikapnya yang santai dan tidak terlalu peduli. "Memang kenapa, Ra?" ucap Andra bertanya balik, suaranya menunjukkan rasa penasaran. Ia ingin mengetahui alasan Dara bertanya seperti itu. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di balik pertanyaan Dara.

Sebenarnya, bukan jawaban itu yang Dara inginkan. Ia ingin tahu lebih banyak, tapi rasa ragu menghalanginya. Menanyakan hal yang lebih dalam justru akan membuatnya terlihat aneh di mata Andra. Dengan sedikit keraguan, ia hanya mampu berujar, "Nggak papa, sih… cuman…" Kalimatnya menggantung di udara, meninggalkan Andra dalam rasa penasaran yang menggelitik.

"Cuman apa, Ra?" Andra langsung bertanya, suaranya terdengar penuh rasa ingin tahu. Ia penasaran dengan apa yang sebenarnya ingin Dara tanyakan.

Dara mengalihkan pertanyaan dengan sedikit kekesalan. "Nggak, udah kan itu doang yang mau lo omongin? Apa emang ada lagi?" Ia berusaha menyembunyikan rasa penasarannya yang sebenarnya, mencoba untuk bersikap biasa saja.

Andra menganggukan kepalanya, bahwa percakapan mereka sudah selesai. "Udah. Ayo ke kelas," ujarnya, lalu hendak mengajak Dara dengan menggandeng lengannya.

Dara dengan cepat menepis tangan Andra. "Jangan pegang-pegang! Gue bukan mau nyebrang!" ujarnya, menunjukkan ketidaksukaannya pada sentuhan Andra. Ia ingin menunjukkan jarak di antara mereka.

Andra tersenyum dengan santai, mencoba untuk meredakan ketegangan di antara mereka. "Iya, maaf. Jangan galak-galak, nanti cantiknya ilang," ujarnya, mencoba untuk bercanda. Ia ingin mencairkan suasana yang agak tegang.

Dara menunjukkan rasa jengkelnya. "Setres lo," ujarnya, lalu berjalan lebih dulu, meninggalkan Andra yang masih tersenyum.

Ia ingin menunjukkan bahwa ia tidak terlalu peduli dengan perkataan Andra. Namun, di balik sikap dinginnya, tersimpan rasa penasaran yang besar mengenai tujuan sesungguhnya Andra mendekati nya. Ia masih belum mempercayai Andra sepenuhnya.

Namun, di balik sikap dinginnya, rasa penasaran itu tetap menggerogoti Dara. Langkah kakinya terasa lebih cepat dari biasanya, namun pikirannya masih melayang pada percakapan barusan. Kenapa Andra tiba-tiba pindah sekolah? Kenapa dia selalu berusaha mendekatinya? Apakah ada maksud tertentu di balik semua ini?

Pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya, membuat langkahnya sedikit terhenti di dekat lorong kelas. Ia melirik ke belakang, melihat Andra masih berdiri di tempat semula, senyumnya masih terukir di wajah. Senyum itu… entah kenapa, terasa sedikit mengganggu.

Dara menghela napas panjang. Ia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya dulu. Mungkin memang hanya kebetulan. Mungkin Andra hanya orang yang ramah dan supel. Tapi, suatu firasat mengatakan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan di balik senyum ramah itu.

Suasana kelas masih ramai saat Dara memasuki ruangan. Sella dan Dela, dua temannya, sudah berbisik-bisik sejak tadi, penasaran dengan percakapan Dara dan Andra di luar.

Namun, Dara hanya berjalan lurus ke bangkunya, menatap lurus ke depan, menunjukkan ia tak ingin menjawab pertanyaan mereka. Ia meletakkan tasnya dengan sedikit kasar, sebuah sinyal jelas bahwa ia ingin sendiri. Keheningan yang dipancarkan Dara membuat Sella dan Dela mengurungkan niat untuk bertanya lebih lanjut.

Tak lama kemudian, Andra muncul di ambang pintu. Langkahnya tenang, matanya menyapu ruangan sebelum akhirnya berhenti pada Dara. Senyum masih terpatri di wajahnya, senyum yang membuat Dara sedikit mengernyit.

Ia berjalan menuju bangku Dara dan duduk di sebelahnya, jarak yang sangat dekat membuat Dara merasa sedikit tidak nyaman. Aroma parfum Andra yang samar-samar tercium, membuat Dara semakin kesal. Ia berusaha fokus pada buku catatannya, mencoba untuk mengabaikan keberadaan Andra yang terasa begitu dekat.

Keheningan menyelimuti mereka untuk beberapa saat. Sella dan Dela, yang masih mengamati, bertukar pandang penuh arti. Mereka tampak penasaran dengan sikap Dara yang dingin dan Andra yang terlihat begitu santai.

Tiba-tiba, Andra bersuara, suaranya pelan namun terdengar jelas di telinga Dara. "Kamu marah, ya?" Pertanyaannya membuat Dara tersentak. Ia mengangkat wajah, menatap Andra dengan tatapan tajam.

Suasana tegang di antara Dara dan Andra terasa seperti arus listrik statis di udara, menarik perhatian beberapa siswa lain. Bisikan-bisikan pelan mulai terdengar, menambah rasa penasaran yang sudah ada. Apakah Dara akan meledak seperti saat pertama kali Andra duduk di sebelahnya, menunjukkan kekesalannya dengan menepis tangan Andra? Atau, mungkin ini adalah awal dari sesuatu yang lebih rumit daripada sekadar pertengkaran kecil? Ketegangan itu terasa nyata, seperti sebuah pertanda akan datangnya sebuah konflik.

"Marah? Marah buat apa?" Dara menjawab dengan nada datar, mencoba terlihat cuek, namun pipinya sedikit memerah. Jawabannya terdengar singkat, namun ada suatu hal yang tersirat di balik sikapnya yang seakan acuh tak acuh.

Andra berusaha menjelaskan, "Waktu aku mau gandeng tangan kamu, terus kamu marah kan Ra?" Ia berusaha membaca ekspresi Dara, mencoba memahami apa yang sebenarnya dirasakan gadis itu. Sikapnya menunjukkan ia ingin memperbaiki kesalahpahaman di antara mereka.

"Biasa aja," Dara menjawab singkat lagi, tetapi matanya masih menatap Andra. Sikapnya yang terlihat cuek, justru menunjukkan bahwa ia masih menyimpan rasa kesal. Pertanyaan Andra malah mengingatkannya pada kejadian sebelumnya yang membuatnya tidak nyaman.

"Jangan marah, ya, Ra," pinta Andra, suaranya terdengar lebih lembut. Ia menambahkan sedikit memohon dalam suaranya, menunjukkan keseriusannya dalam meminta maaf dan berharap Dara tidak terus menyimpan amarahnya. Wajahnya terlihat sedikit cemas, menunjukkan ia benar-benar ingin memperbaiki hubungan mereka.

Dara menatap lekat wajah Andra. Ada sesuatu yang aneh, sebuah perasaan yang tidak biasa tiba-tiba muncul. Wajah Andra… entah kenapa, terlihat lebih manis. Pikiran itu muncul begitu saja, membuat Dara terkejut.

Ia langsung menggelengkan kepala, mencoba untuk menepis pikiran yang menurutnya tidak seharusnya ada. Ini bukan waktunya untuk memikirkan hal-hal yang tak penting, ia harus fokus pada perasaannya yang sebenarnya terhadap Andra.

Andra memperhatikan gelagat Dara yang menggelengkan kepalanya merasa khawatir. "Kenapa, Ra? Kepala kamu sakit?" Andra bertanya dengan nada khawatir, menunjukkan kepedulian yang tulus.

Ia melihat adanya perubahan ekspresi di wajah Dara dan ingin memastikan apakah gadis itu sedang tidak enak badan. Pertanyaan itu juga sekaligus menjadi celah untuk mengetahui apa yang sebenarnya dirasakan Dara.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!