Angelo, yang selalu menyangkal kehamilannya, melarikan diri setelah mengetahui bahwa ia mengandung anak Maximilliam, hasil hubungan semalam mereka. Ia mencari tempat persembunyian terpencil, berharap dapat menghilang dan menghindari konsekuensi dari tindakannya. Kehamilan yang tak diinginkan ini menjadi titik balik dalam hidupnya, memaksanya untuk menghadapi kenyataan pahit dan melarikan diri dari masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Living together?
Angelo terbangun dengan perasaan bingung. Cahaya matahari pagi menerobos celah tirai, menciptakan bayangan samar di ruangan yang terasa asing. Ia merasakan sisa-sisa kelembutan di tubuhnya, mengingatkannya pada pelukan Maximilliam semalam. Keadaan di dalam ruangan itu terasa sangat canggung, terutama saat ia mengingat bagaimana ia terbangun di dalam pelukan Maximilliam.
Theodore masuk, membawa keranjang buah yang harum. Wajahnya tampak lelah, namun senyum hangat terukir di bibirnya. "Maaf, aku baru datang hari ini. Aku harus melakukan perjalanan bisnis mendadak saat kau dilarikan ke rumah sakit," ujarnya, meletakkan keranjang buah di atas nakas. Aroma buah-buahan segar memenuhi ruangan, mencoba menetralisir suasana canggung.
"Tidak masalah, Paman. Lagipula aku tidak apa-apa," jawab Angelo, suaranya terdengar sedikit gugup. Ia berusaha bersikap tenang, namun pipinya memerah.
"Bagaimana keadaanmu sekarang? Dan… calon cucuku?" Theodore duduk di samping Maximilliam yang tengah menyesap kopinya dengan tenang. Tatapannya beralih antara Angelo dan Maximilliam, mencoba memahami situasi.
"Kami baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hari ini, aku juga akan keluar dari rumah sakit," jawab Angelo, suaranya lebih percaya diri. Ia berusaha menetralisir canggung dengan senyum tipis.
Theodore mengangguk-angguk. Seorang suster datang membawa nampan berisi makan siang. "Kau belum makan?" tanya Theodore, sedikit terkejut melihat makan siang Angelo datang lebih awal.
Angelo menggeleng, "Aku baru saja terbangun," jawabnya. Ia langsung mulai makan dengan lahap, tanpa mempedulikan tatapan Maximilliam dan Theodore yang memperhatikannya. Suasana canggung masih terasa, namun Angelo berusaha mengabaikannya dengan fokus pada makanannya.
Maximillian bangkit dari duduknya, meraih keranjang buah segar yang tadi Ayahnya bawa khusus untuk Angelo. Dipilihnya jeruk yang tampak ranum dan sebuah apel merah yang menggoda. "Kau ingin jeruk yang manis ini, atau apel yang renyah?" tanya Maximillian lembut, menyodorkan kedua buah itu pada Angelo yang masih menikmati sarapan siangnya dengan tenang.
"Aku ingin jeruk saja," jawab Angelo tanpa mengalihkan pandangannya dari piring.
Theodore, yang duduk di seberang mereka, tersenyum hangat menyaksikan interaksi penuh perhatian antara putranya dan Angelo. Sebuah harapan akan kabar bahagia di antara keduanya mulai bersemi di hatinya. "Apakah Jacob tidak tahu kalau kau ada di sini, Nak?" tanya Theodore, memecah keheningan yang nyaman.
Angelo mendongak sejenak, lalu kembali fokus pada makanannya. "Dia tahu, kami sudah bertemu kemarin. Tapi, entahlah kenapa dia belum kembali ke sini," jawabnya dengan nada acuh tak acuh, seolah kehadiran Jacob bukanlah hal yang terlalu penting baginya saat ini.
Dengan telaten, Maximillian mengupas jeruk itu, membaginya menjadi beberapa bagian sebelum menyerahkannya pada Angelo. Setelah memastikan Angelo menikmati buahnya, Maximillian menoleh pada sang Ayah dengan kerutan di dahi. "Di mana Janet? Mengapa dia tidak ikut ke sini?" tanyanya, merasa ada yang janggal.
Theodore tampak berpikir sejenak, dahinya ikut berkerut. "Aku pikir dia menginap di rumah Arnold semalam," ucapnya, mencoba mengingat-ingat.
Maximillian menggelengkan kepalanya perlahan. "Tidak mungkin. Semalam dia baru saja dari sini. Apakah dia tidak kembali ke kediaman setelah itu?" Nada suaranya menunjukkan kekhawatiran yang mulai menyelimutinya.
. . .
Di sisi lain, suasana kamar yang berantakan mencerminkan gairah yang baru saja terjadi. Pakaian berserakan di lantai, sprei terlepas dari kasur, dan aroma tubuh yang masih tertinggal di udara. Sinar matahari pagi menyinari ruangan yang semrawut itu, mengungkapkan kekacauan yang terjadi semalam.
"Ugh!" Sebuah erangan pelan terdengar dari balik selimut sutra, mengungkapkan rasa sakit yang masih membekas di tubuh wanita itu. Rambutnya yang terurai menutupi sebagian wajahnya yang pucat.
Jacob, yang tertidur di sampingnya, mulai terusik oleh cahaya matahari yang semakin terang. Ia mengerjapkan mata, melihat bayangan samar wanita di sampingnya.
"Akh!" Sebuah teriakan tiba-tiba menggema di ruangan, membuat Jacob tersentak bangun. Wanita itu, Janet, menggerakkan tubuhnya dengan susah payah, menahan rasa sakit yang menusuk.
"Apa... apa yang terjadi?" Janet tersentak, mendapati dirinya telan.jang bulat di samping Jacob. Wajahnya memerah menahan malu dan terkejut. Ruangan yang berantakan semakin memperburuk keadaannya.
Jacob, tampak tenang dan acuh tak acuh. "Berhenti berteriak," katanya datar.
"Kau..." Janet ingin menyalahkan Jacob, namun kata-kata itu terhenti di tenggorokannya.
"Diamlah, kita menikmati malam yang menyenangkan semalam. Kau bahkan tak berhenti meneriakkan namaku," potong Jacob cepat, suaranya terdengar sedikit menantang. Ia menatap Janet dengan tatapan yang sulit diartikan.
Janet terpaku di tempatnya. Kepala terasa berputar hebat, kenangan semalam kembali berputar di kepalanya dengan jelas: sentuhan, bisikan, dan gai.rah yang membara. Ketakutan, kebingungan, dan kesedihan bercampur aduk dalam dadanya, membuatnya merasa sesak. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ruangan yang berantakan di sekitarnya seakan semakin memperkuat rasa malu dan penyesalannya.
Jacob, menyadari keterkejutan Janet, dengan cepat bertindak. Ia menarik tubuh Janet, menggendongnya dengan mudah ke kamar mandi. "Jangan berpikir untuk pergi, setelah kau menjadi milikku," bisiknya, suaranya terdengar dingin namun penuh keyakinan. Tubuh mereka menghilang di balik pintu kamar mandi, meninggalkan ruangan yang sunyi dan berantakan.
...
Angelo dan Maximillian tiba di kediaman megah keluarga McKlaine. Rumah itu besar dan megah, dengan taman yang terawat rapi dan aroma bunga yang harum. Angel memutuskan untuk tinggal bersama mereka, terbujuk oleh rayuan Maximillian dan permintaan Theodore. Mereka tak ingin ia kelelahan jika harus tinggal sendiri di apartemennya.
Di kediaman McKlaine, Angelo akan mendapatkan perawatan terbaik. Para pelayan yang ramah dan cekatan akan siap melayani setiap kebutuhannya, dan Maximillian, Janet, dan Theodore akan selalu ada di sisinya.
"Selamat datang di kediaman McKlaine, Angelo," sambut Theodore dengan hangat. Sejumlah pelayan berbaris rapi di depan pintu utama, menyambut kedatangan Angelo dengan senyum ramah dan hormat. Suasana hangat dan penuh perhatian menyelimuti Angelo, memberikan rasa nyaman dan ketenangan di tengah kebingungannya.
Setelah sambutan singkat dari Theodore, Maximillian mengantar Angelo ke kamarnya. Kamar itu terletak tepat di samping kamarnya sendiri, sebuah kamar yang luas dan elegan dengan pemandangan taman yang indah dari jendela besarnya. "Ini kamarmu sekarang, Angelo. Jika ada apa-apa, kamu bisa langsung ke kamarku. Kamarku tepat di sebelah," ujar Maximillian dengan lembut, suaranya menenangkan. Ia memperhatikan ekspresi Angelo, mencoba memahami perasaannya.
Di lantai tiga yang sunyi itu, hanya ada dua kamar tidur yang bersebelahan: kamar Maximillian dan kamar Angelo yang baru. Angelo mengamati sekeliling kamarnya, kemudian menyipitkan mata, sebuah pertanyaan terbersit dalam benaknya. "Kenapa aku tidak tinggal di kamar sebelah Janet saja?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit ragu.
Maximillian tersenyum tipis, membantu Angelo merapikan pakaiannya ke dalam walk-in closet yang luas. "Itu bukan kamar, melainkan gudang yang sudah tidak terpakai," jawabnya, nada suaranya terdengar sedikit menyembunyikan sesuatu.
Sebuah alis Angelo terangkat, menunjukkan rasa penasarannya. "Gudang?" gumamnya. Kenangan akan Rain, mantan penghuni kamar itu, tiba-tiba muncul dalam pikirannya. Ia tahu betul kamar yang disebut Maximillian sebagai gudang itu, adalah kamar Rain dulu, kamar yang menyimpan banyak kenangan dan misteri. Rasa ingin tahu yang besar menggelitik hatinya.
tmbh lg trauma msa lalu,pst bkin dia mkin down....mga aja max bsa bkin dia lbh smngt.....
lgian,udh ada ank sndri knp mlah adopsi????sukur2 kl ga iri pas udh dwsa,kl iri kn mlah bhya....
jgn blng kl goerge d jbak skretarisnya pke ssuatu,trs dia tau dn nyri istrinya????
tp mmdingn gt sih,drpd jd skandal....
kl angelo nkah sm max,brrti janet jd adik ipar....tp kn janet bkln nkah sm jacob,pdhl jacob pmannya angelo....
🤔🤔🤔
ppet trs smp angelo brsdia buat nkah sm max.....
janet bbo bareng sm jacob...enth bgaimna smp mreka bs brsma,mngkn krna trbwa suasana....
jgn2 janet bno bareng sm jacob?????