Apakah pengasuh hanya berlaku untuk bayi dan anak-anak?
Ariana, gadis berusia 22 tahun di janjikan upah cukup besar hanya untuk mengasuh putra dari seorang duda kaya raya.
Kenakalannya sudah tak bisa di tolerir, namun sang ayah yakin jika Ariana mampu mengubah sifat anak remajanya itu.
Akankah Ariana berhasil menaklukkan anak remaja itu? Atau justru timbul konflik yang rumit di antara mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terngiang-ngiang
Makan malam kali ini, terlihat wajah Arga yang sumringah. Tak ada laporan tentang kenakalan sang anak. Dan lebih senang dengan laporan yang Ariana berikan.
”Tumben wajah papa cerah, lagi jatuh cinta?” Arkana bertanya asal, dia sedikit terganggu dengan tingkah papanya yang berbeda.
”Ya, papa merasa tidak salah menjadikan Ariana pengasuhmu. Karena dia, kita tahu ada penipu yang memanfaatkan kesalahan yang kau buat tiga bulan lalu.”
Arkana pun tersenyum karena tebakannya benar jika garis itu yang mempengaruhi sang ayah untuk menyita motornya.
”Berarti, motor boleh dong kupakai lagi?” Tanya Arkana penuh harap.
”Maksudmu? Papa masih ingat kemarin kau pulang malam. Tak ada motor sampai kau bisa memperbaiki nilai-nilaimu di sekolah.”
Jawaban Arga mengecewakan pemuda itu, dia semakin benci pada Ariana. Rasa bencinya terhadap perempuan semakin besar.
Malam semakin larut, Arkana tak bisa memejamkan matanya. Apalagi setelah tahu jika yang terjadi pada dirinya karena saran dari si pengasuh. Membuat dia memikirkan rencana untuk membuat gadis itu keluar dari rumahnya.
”Selamat pagi Tuan Muda, anda harus segera bangun dan bersiap ke sekolah.”
Suara gadis itu masih ada di rumah ini, Arkana pun membuka mata dan melihat gadis cantik itu dengan seragam kerjanya yang imut. Tak lupa senyum pagi yang selalu dia tunjukkan.
”Ini hari ke tiga kau kerja kan?” Tanya Arkana berbasa basi.
Ariana menganggukan kepalanya, lalu pergi menuju lemari dan menyiapkan seragam majikannya. Tak lupa juga Ariana menyiapkan buku pelajaran sekolah majikannya.
Tiba-tiba, tangan Arkana menarik tangan pengasuhnya dan membawanya keluar menuju taman belakang.
”Kita mau kemana Tuan Muda?” Tanya Ariana yang saat ini entah akan dibawa kemana oleh sang majikan.
Sementara mereka semakin mendekat ke kolam renang.
”Aku mau renang, tapi—”
Arkana tiba-tiba menggendong tubuh gadis yang ada di sampingnya, dengan ringan dia lemparkan tubuhnya ke kolam yang cukup dalam.
”Tidak. Blub.. blub.. blub,” Ariana tentu panik karena dia tak bisa berenang, tangannya terus bergerak agar tubuhnya bisa ke atas.
Namun, trauma masa kecilnya teringat kembali. Siluet dari kejadian buruk itu terbesit di hadapannya. Dirinya seolah melihat ayah tirinya yang berusaha menenggelamkannya di bak mandi.
”A.. ayah,” tubuhnya lemas, tangannya tak lagi bergerak mencoba meraih permukaan air. Rasanya dia pasrah ketika melihat wajah bringas ayah tirinya saat itu.
Arkana yang hanya memperhatikan, mulai sadar jika gadis itu tak bergerak.
”Sial, kenapa dia gak gerak,” ucapnya sambil menyeburkan diri ke dalam kolam. Dengan cepat dia meraih tubuh gadis itu dan membawanya ke permukaan.
Arkana terus menampar pipi pengasuhnya agar tetap sadar. Namun tak ada tanda-tanda kehidupan.
”Heh, gue cuma mau jailin loe. Kenapa malah loe yang berbalik jailin gue,” Arkana terus melakukan CPR, berusaha agar gadis itu sadar dan memuntahkan air yang tertelan.
Tak ada respon, Ariana masih saja tidak sadar. Dia pun memikirkan cara lain, lalu memberikan nafas buatan pada pengasuhnya.
Ariana pun terlihat merespon, dia memuntahkan air yang tertelan. Gadis itu terbatuk dan berusaha untuk berdiri. Tubuhnya begitu lemas karena terlalu lama dalam air.
Arkana segera menggendong Ariana dan membawanya ke dalam rumah. Dia meminta Bi Ipeh mengambil handuk untuk menutup tubuh Ariana. Arga yang baru keluar dari ruang kerjanya dengan Wildan terkejut melihat anaknya yang menggendong tubuh Ariana.
...~~~...
Ariana membuka matanya, melihat ruangan yang tampak seperti kamar rumah sakit. Arga yang sadar jika Ariana sudah terbangun segera menghampiri gadis itu.
”Ariana, akhirnya kau sadar. Apa yang kau butuhkan? Kau lapar? Sebentar, aku akan panggil dokter dulu.”
Melihat Arga yang panik, dia tahu jika dirinya tidak baik-baik saja. Lalu teringat sesuatu yang membuatnya trauma. Ariana menangis, bersusah payah dia melupakan kejadian itu namun harus teringat lagi karena anak majikannya.
Arga yang masuk bersama dengan dokter panik melihat Ariana yang sedang menangis.
"Ariana, apa yang terjadi? Ada yang sakit?”
Dokter pun memeriksa kembali Ariana dan menjelaskan jika fisiknya pulih, namun gadis itu mengalami trauma hebat.
”Sepertinya kondisi mentalnya tidak stabil. Gadis ini trauma berat.”
Arga hanya bisa menghela nafas panjang mendengar ucapan dokter. Dia merasa bersalah pada Ariana, dan begitu emosi pada putranya.
”Ariana, maafkan saya. Saya meminta maaf atas tindakan putra saya yang sudah membuat kamu seperti ini,” ucap Arga yang merasa malu dengan perbuatan Arkana.
Ariana tak menjawabnya, dia hanya berpikir untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Sementara, Arkana tak bisa fokus belajar di sekolah. Dia terus memikirkan pengasuhnya yang hampir kehilangan nyawa gara-gara tindakan jahilnya.
”Bos, kok baby sitter ga antar makanan?” Tanya Dimas yang tak mendapati kedatangan Ariana ke kelas. Arkana hanya diam, sambil mendengarkan musik yang bisa membuat dia bisa mengalihkan perhatian. Namun kejadian tadi masih terbayang di pikirannya, apalagi saat memberi nafas buatan gadis itu.
Arkana menyentuh bibirnya, apa itu pun termasuk ciuman pertama baginya? Selama ini dia sama sekali tak pernah berpacaran atau jatuh cinta. Namun dia sudah merasakan bibir pengasuhnya.
”Wangi strawberry,” gumamnya sambil memejamkan mata dan mendengarkan musik kesukaannya.
”Gue hampir hilangin nyawa orang,” perkataan Arkana membuat Rio dan Dimas terkejut.
”Siapa bos?” Tanya keduanya bersamaan.
”Pengasuh gue, dia tenggelam gara-gara gue ceburin ke kolam renang.”
”Ih, ngeri amat. Mana kolam renang loe dalamnya dua meter. Terus sekarang keadaannya gimana?” Tanya Rio yang penasaran, sementara Dimas pun menunggu jawaban ketuanya.
”Dia dibawa ke rumah sakit sama papa gue, gue juga gak tahu sekarang keadaannya gimana. Tapi gue yakin kalau dia pasti benci banget sama gue.”
Arkana terdiam sendiri saat kata benci keluar dari mulutnya, bukankah itu yang dia inginkan?
Tiba-tiba Wildan muncul ke kelas anak majikannya. Dia memberikan bungkusan makanan yang sepertinya di pesan dari restoran.
”Nih, boy. Makanlah, kau harus bertenaga menghadapi kemarahan ayahmu di rumah.”
Arkana menatap pria itu dengan tatapan sinis. Lalu memberikan makanan itu pada dua temannya.
”Makasih bos, kita udah lapar nih,” ucap kedua temannya sambil menikmati makanan itu.
”Lho, memangnya kalian juga gak di kasih uang saku sama orang tua kalian?” Tanya Wildan yang melihat dua orang itu makan seperti kucing lapar.
”Di kasih lah Om, tapi kami tuh setia kawan, kalau si bos gak makan kami juga sama. Tapi kalau ada yang kasih makanan kaya gini yah sikat lah,” ucap Dimas dengan lahap menyantap makan siang milik Arkana.
”Dasar bocah, urusan perut tak ada hubungannya dengan setia kawan. Memangnya kalau bos mu ini masuk jurang, kalian pun ikut masuk, hah?”
Wildan menggelengkan kepalanya, lalu pergi untuk kembali ke kantornya. Sementara Arkana harus bersiap menghadapi kemarahan sang ayah dan juga Ariana.