Felisha Agatha Christie gadis barbar , mulut ceplas-ceplos, dan non akhlak harus mati ditangan sang ayah karna wajah nya yang mirip dengan sang Bunda.
Bukan nya masuk ke alam baka, Felisha justru terbangun ditubuh seorang wanita yang sudah bersuami lebih parah lagi dia memasuki tubuh seorang Antagonis yang memiliki tiga suami yang tidak ia pedulikan karna sibuk mengejar cinta sang protagonis pria.
____
"Gue mau cerai!" Felisha
"Jangan berharap bisa lepas Baby" A
"Bisa ntar gue menghilang" Felisha
"Sayangnya saya sudah menanam benih di perutmu" J
"Gampang, nanti gue cariin bapak baru buat anak gue" Felisha
"Saya kurang kaya? Tampan? Seksi? Kuat" D
"Punya lo kecil kagak puas gue" Felisha
Yuk lanjut......
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penulismalam4, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28_Honey Moon di akhir liburan
Malam menggulung langit dengan kelembutan angin pantai. Cahaya bulan jatuh ke halaman villa, memantul di permukaan kolam renang. Di dalam, suasana senyap — semua anak sudah tertidur pulas, termasuk Meteo yang tadi sempat ngambek karena bonekanya ketinggalan di pantai.
Airin berdiri di balkon lantai dua, mengenakan kimono tipis, rambutnya tergerai panjang. Ia memandang bintang-bintang sambil menghela napas panjang.
Sepuluh hari liburan.
Sepuluh hari penuh tawa, jeritan, pelukan rebutan, es krim tumpah, dan drama-dramatisan bapak-bapak cemburuan.
Capek?
Iya.
Tapi hatinya penuh.
“Lagi mikirin kami, ya?”
Suara lembut itu muncul dari belakang.
Airin menoleh dan mendapati Alister berdiri di ambang pintu balkon, diikuti oleh Jayden yang sudah menenteng gelas teh, dan Darion yang seperti biasa — membawa keheningan bersamanya.
Mereka bertiga berdiri di sana, satu-satu mendekat.
“aku baru selesai nyelimutin Raisa. Anak itu ngigau minta es krim tengah malam,” ujar Jayden, duduk di sebelah Airin.
“Julian ngambek karena Meteo ngorok,” sahut Alister sambil duduk di sisi lain.
Darion tidak banyak bicara. Ia hanya berdiri di belakang Airin, lalu menyentuh bahunya perlahan.
Dan saat itu, keheningan berubah menjadi kenyamanan.
Airin menatap mereka satu per satu. Wajah-wajah yang sudah ia hapal lebih dari apapun di dunia ini.
“Terima kasih,” bisiknya.
“Tapi belum selesai,” sahut Alister sambil tersenyum misterius.
Jayden menjentikkan jarinya dan tiba-tiba — lampu gantung balkon redup. Musik pelan mulai mengalun dari speaker kecil yang dipasang Jayden diam-diam di pojok balkon.
Darion mengulurkan tangan ke Airin.
“Boleh saya ajak Ibu menari?”
Airin tertawa pelan. “Tentu saja, Pak ke-3.”
Darion menggenggam tangan Airin, menariknya pelan ke tengah balkon. Tubuh mereka mulai bergerak perlahan mengikuti irama lagu romantis yang diputar.
Jayden langsung ikut menyelipkan diri di sisi kiri Airin.
"Aku juga mau bagian. Gak adil kalau Darion doang.”
Alister menyusul dari kanan. “Kalau rame-rame, baru namanya Airin style.”
Dan akhirnya, di bawah bintang malam dan musik pelan itu, mereka menari berempat — sedikit kikuk, sedikit konyol, tapi benar-benar hangat.
Alister memeluk dari belakang, Darion menggenggam tangan Airin, dan Jayden mencium ubun-ubunnya dengan lembut.
“Kamu tahu gak,” bisik Alister.
“Kita bertiga beda banget. Tapi satu hal yang bikin kita sama... kita semua mencintai kamu,” sambung Jayden.
“Dengan cara kami masing-masing. Tapi sama dalamnya,” tutup Darion.
Airin menahan napas. Matanya memanas.
“Gila ya... aku dulu pikir cinta yang kayak gini tuh cuma ada di film.”
Jayden tersenyum. “Kita bukan film. Kita... drama berseri panjang.”
Dan mereka tertawa.
Tawa yang kecil.
Tapi cukup untuk memenuhi ruang hati yang kosong.
Malam itu, Airin tahu...
Mereka bukan keluarga sempurna.
Tapi mereka adalah rumah.
Dan cinta mereka, meski tak biasa, tak akan pernah pudar.
_______________
Villa itu sunyi. Angin laut menelusup lembut dari jendela yang dibiarkan sedikit terbuka. Tirai tipis melambai perlahan, seolah menari mengikuti detak jantung waktu yang melambat malam itu.
Airin berdiri di depan cermin, mengenakan gaun tidur berwarna lembut yang jatuh anggun di lekuk tubuhnya. Ia tidak memoles wajahnya. Tidak menyisir rambutnya dengan teliti.
Tapi malam itu... ia merasa cantik.
Karena matanya memantul pada tiga pasang mata penuh rasa.
Alister, duduk di ujung ranjang, menatap Airin dengan senyum nakal penuh kekaguman.
Jayden, bersandar di dinding, menggulung lengan jubah tidurnya sambil memandangi istrinya seperti puisi yang ia hafal namun tak pernah bosan baca.
Darion, berdiri di sisi jendela, membiarkan cahaya bulan menyentuh sisi wajahnya yang dingin... tapi matanya tak pernah lepas dari Airin.
Langkah demi langkah, Airin mendekat. Bukan sebagai ibu dari lima anak. Tapi sebagai perempuan yang dicintai tiga pria sekaligus.
Ketiganya berdiri bersamaan.
Alister mencium tangan Airin lebih dulu, lama, seolah menyembunyikan doa di sana. Jayden membungkuk mencium pundaknya, lembut dan pelan, seperti pujian yang tak diucap. Darion tak berkata apa-apa, hanya menggenggam wajah Airin dan menatap matanya dalam-dalam. Dan dalam diam itu... ada janji.
Malam itu... tubuh dan hati tak lagi terpisah.
Ranjang besar itu menjadi panggung diam bagi cinta mereka.
Tangan-tangan yang saling menyentuh, tapi tak berebut.
Desahan napas yang menyatu, tak bising tapi menghanyutkan.
Ciuman yang berpindah, dari leher ke pipi, dari bahu ke dahi. Lembut, intens, dan penuh makna.
Tak ada yang terburu-buru.
Mereka saling merayakan.
Airin tak merasa dimiliki.
Airin merasa... dicintai. Diterima. Dimanja. Diutamakan.
Dan untuk pertama kalinya, dia tak merasa bersalah untuk membiarkan dirinya dinikmati.
Bukan karena kewajiban. Tapi karena cinta.
Jam terus berjalan.
Namun malam itu tak pernah terasa cukup.
Ketika semuanya akhirnya diam, hanya suara ombak di kejauhan yang terdengar.
Airin berada di tengah. Ditarik pelan oleh tangan Alister yang mendekap dari belakang. Jayden mencium ubun-ubunnya dari sisi kiri. Darion, dengan tangan menggenggam jemarinya erat, menyandarkan kepala di pundaknya.
Tubuh mereka lelah.
Tapi hati mereka… penuh.
Ranjang itu menjadi rumah.
Dan malam itu...
adalah bukti, bahwa cinta yang dibagi bukan berarti cinta yang berkurang. Tapi cinta yang berlipat.
Pagi datang perlahan.
Cahaya matahari menelusup malu-malu di balik tirai putih yang masih tertutup setengah. Udara masih sejuk, wangi laut dan aroma lembut dari tubuh suami-suaminya bercampur, menciptakan pelukan tak terlihat yang menyelimuti seluruh ruang.
Airin membuka mata.
Lambat, malas, tapi dengan senyuman tipis yang tak bisa ia tahan. Kepalanya masih bersandar di dada Darion — tubuh dinginnya tak lagi terasa dingin. Di sisi lain, Jayden masih tertidur, wajahnya tenang, satu tangan masih menggenggam jemari Airin seolah takut kehilangan. Alister… si paling manja, memeluknya dari belakang dengan kaki yang melingkar tak tahu aturan. Bahkan dalam tidur pun, ia tetap posesif.
Airin tak bergerak. Ia hanya... meresapi.
Semalam bukan hanya tentang keintiman tubuh.
Tapi tentang... penerimaan total.
Tentang bagaimana tiga pria itu, yang sangat berbeda satu sama lain, menyentuhnya dengan cara yang unik — namun semua terasa benar.
Airin menghela napas panjang, bahagia.
Lalu perlahan mencium dahi Darion. Gerakan itu membangunkan pria itu sedikit, matanya terbuka separuh.
“Pagi...” bisik Darion, suaranya berat dan serak, namun justru membuat dada Airin hangat.
“Pagi...” balas Airin.
Jayden ikut terbangun, matanya masih sayu. “Kenapa bangun cepat? Kita kan belum puas rebahan.”
Alister menggeliat dari belakang. “Siapa bilang udah selesai? Honeymoon kan bisa sampai siang, sore, bahkan... sesi ke-—”
“MAS!” tegur Airin setengah ketawa, menepuk pipi Alister.
Tawa pelan terdengar. Jayden menyandarkan kepalanya ke lengan Airin. “Malam tadi... sempurna.”
Darion mengangguk. “Aku gak pernah ngerasa seutuh ini.”
Alister memeluk Airin makin erat. “Masih belum percaya aku bisa punya kamu. Dan... kita kayak begini.”
Airin memejamkan mata sejenak. Hatinya terasa penuh. Ada cinta, ada rasa aman, ada kelembutan, dan ada rasa dimiliki… tanpa dikekang.
“Terima kasih,” bisiknya pelan.
“Untuk apa?” tanya Jayden lembut.
“Untuk mencintaiku... bukan sebagai istri ideal, atau ibu dari anak-anak kalian. Tapi sebagai aku.”
Darion mencium keningnya. “Karena kamu... Airin. Yang kami cintai, apa adanya.”
Dan pagi itu, sebelum dunia kembali sibuk…
Mereka tetap dalam pelukan, saling berbagi keheningan.
Tak butuh banyak kata.
Cinta mereka... sudah bicara sejak malam sebelumnya.
trs knp raisa yg d incar???
tar mreka iri loh krna ga bs kmpul,mskpn d rmh skt....
julian bkln bbak blur sm preman sklahnya....
airin pst cpe....apalgi ankny jg skit,tp dia hrs kuat.....smngttt....
d rmh d jailin adeknya,d sklah msti ngadepin preman.....🤣🤣🤣
tnpa tkut dia kluar sndrian dmi mncari anknya,mskpn bkn ank kndungnya....
msih pnuh msteri....mreka pst pnya rhsia msing2.....🤔🤔🤔
🤣🤣🤣
mna psesif smua....
Aku udh mmpir....slm knal....
So,airin jd ngasuh 7 ank y,yg 3 bayi gorila....yg 4 bnrn ank2....kbyang dong pusingnya gmna?????