Sayangi aku.. Dua kata yang tidak bisa Aurora ucapkan selama ini.. Ia hanya memilih diam saat mendapatkan perlakuan tidak adil dari orang- orang di sekitarnya bahkan keluarganya. Jika dulu dia selalu berfikir bahwa kedua orang tuanya itu sangat menyayangi dirinya karena mereka yang tidak pernah memarahi bahkan menuntut dirinya untuk melakukan apapun dan sangat berbanding terbalik dengan perlakuan ke dua orang tuanya pada kakak dan adiknya.. Tapi semakin dewasa Aurora menyadari bahwa selama ini ia salah.. Justru keluarganya itu sedang mengabaikan dirinya.. Keluarganya tidak peduli dengan apapun yang ia lakukan ...
INGAT !!! Ini hanya cerita fiksi dimana yang mungkin menjadi tidak mungkin dan yang tidak mungkin menjadi mungkin..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#14
Happy Reading...
.
.
.
Untuk pertama kalinya Rora berani untuk menceritakan apa yang ia rasakan selama ini. Sejak dulu banyak sekali hal yang ingin dirinya ceritakan, tetapi pada akhirnya Rora lebih memilih untuk memendam semua itu sendiri bahkan kepada Ezra sekalipun. Rora takut hanya akan menjadi beban dan akan berakhir dengan di remehkan.
"Sayang, banyak orang di luaran sana yang mungkin tidak suka atau bahkan membenci kita, dan jangan membuang- buang waktumu untuk memikirkan hal- hal yang tidak penting seperti itu. Hidup tidak harus sesuai dengan keinginan kamu. Mulailah belajar untuk menerima hal- hal yang tidak sesuai dengan keinginan kamu. Cobalah untuk menjalaninya dengan ikhlas. Karena ikhlas akan selalu jadi akhir yang terbaik.Dan satu lagi." Devano mengusap kepala Rora. "Cobalah buka hati kamu untuk Dika. Dia anak yang baik. Om yakin dia tulus menyukai kamu. Dia akan bisa menjaga dan melindungi kamu." Ucap Devano sebelum mengakhiri percakapan mereka semalam.
Rora menghela nafasnya. Dika memang baik. Terlalu baik malah. Tapi apakah nanti keluarganya akan bisa menerima dirinya. Bagaimana jika nanti kedua orang tua Dika menentang hubungan mereka?
"Sedang apa?" Tanya Aluna sambil mendudukkan dirinya di sisi Rora.
Rora mengerutkan keningnya. Ia merasa sedikit anaeh saat Aluna berinisiatif untuk memulai berbicara dengan dirinya terlebih dahulu.
"Kenapa?" Tanya Aluna lagi saat menyadari ekspresi yang di tunjukkan Rora.
Rora menggelengkan kepalanya. "Tidak apa- apa."
"Apa aku boleh bertanya sesuatu?" Tanya Aluna. "Ada apa dengan kamu dan Dika? Apa kalian berdua sedang bertengkar?"
Rora menggelengkan kepalanya. "Kami baik- baik saja."
"Lalu kenapa Dika sepertinya menghindari kamu?" Aluna bertanya dengan rasa penasaran yang sangat terlihat jelas.
Rora hanya mengendikkan bahunya. Sungguh Rora tidak ingin membahasnya apalagi dengan Aluna. Sedangkan di kejauhan Dika menatap sendu Rora. Dika sangan merindukan sosok Rora yang dulu. Rora yang selalu membuatnya merasa nyaman, Rora yang selalu bisa membuatnya merasa tenang, Rora yang selalu membuatnya merasa dibutuhkan dan Rora yang tidak pernah ragu untuk bersikap manja kepada dirinya. Sungguh Dika sangat merindukan semua itu.
Jika di ingat- ingat kembali bagaimana sikap Rora dulu membuat rasa bersalah dalam diri Dika kembali tumbuh. Ia yang kadang beberapa kali menolak secara terang- terangan physical touch yang Rora berikan kepada dirinya yang membuat orang yang ia cintai berubah seperti sekarang. Rora anak yang baik, ia tidak pernah mencampuri apapun yang bukan urusannya. Ia tidak pernah membicarakan keburukan orang lain. Rora bahkan selalu tersenyum saat menghadapi suatu masalah dan bahkan Dika tidak pernah mendengarnya mengeluh. Ia selalu berusaha untuk ada di saat teman- temannya membutuhkan sandaran dan selalu paling cepat memberikan pertolongan kepada siapapun yang membutuhkan bantuannya.
"Apa kalian berdua sedang bertengkar?" Kali ini Bara yang mengajukan pertanyaan kepada Dika.
"Tidak." Jawab Dika di sertai gelengan kepala.
Bara mengerutkan keningnya sambil menatap Dika. "Kita bersama dari kecil kalau kamu lupa." Ucap Bara.
Dika mengalihkan pandangannya ke arah Bara yang duduk tepat di hadapannya.
"Kamu tidak bisa membohongiku Dik." Dika menghela nafasnya lalu menundukkan kepalanya sambil meremat kedua jari- jari tangannya. "Apa dia masih marah kepadamu? Tapi bukankah dulu kalian sangat dekat?"
"Sedekat apapun kami dulu kalau sudah terpisah jauh, hubungan pasti akan renggang dan akan ada timbul kecanggungan diantara kami. Apalagi dengan rasa kecewa yang sudah aku berikan kepadanya." Dika menjeda ucapannya. "Untuk saat ini aku memutuskan untuk memberikan Rora waktu. Aku berharap ia bisa memaafkan aku dan kembali bisa menerima ku seperti dulu lagi."
.
.
.
Sudah tiga hari sejak mereka berdua pulang dari danau Dika benar- benar membuat jarak dengannya dan Rora menyadari itu. Meskipun Dika mengurangi interaksi dengannya tapi Rora tahu Dika masih selalu ada di sekitarnya. Dika selalu mengawasinya. Bahkan tidak sekali dua kali Dika selalu ada untuk menolongnya saat Rora membutuhkan bantuan.
"Mungkin lebih baik seperti ini." Batin Rora. Rora masih dengan ke overthingkingannya beranggapan bahwa Dika berhak mendapatkan perempuan yang lebih baik dan lebih sempurna dari dirinya.
"Kamu jadi ikut sayang." Ucap Elina sambil berjalan memasuki kamar Rora. "Kalau kamu ingin disini tidak apa- apa. Jangan dengarkan ucapan tante Daniah."
Kerana liburan mereka tinggal beberapa hari lagi, mereka memutuskan untuk berjalan- jalan. Sebenarnya Rora ingin tinggal tapi karena ucapan Daniah yang mengatakan bahwa Rora harus ikut karena jika tidak ia hanya jadi penghalang liburan mereka karena sudah dapat ia pastikan bahwa Elina akan merasa khawatir dan mengajak mereka untuk cepat- cepat pulang.
Rora menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Tidak apa- apa tante. Rora memang ingin ikut." Jawab Rora.
Elina mengusap kepala Rora penuh kasih. " Ya sudah, kamu siap- siap dulu. Tiga puluh menit lagi kita berangkat." Ucap Elina. Paling tidak dengan Rora ikut, dirinya jadi bisa lebih menjaganya tanpa perlu rasa khawatir.
Karena perjalanan menuju danau yang sulit untuk di lalui menggunakan mobil jadi mereka semua memutuskan untuk kesana menggunakan sepedah roda dua saja. Rora kembali di bonceng Dika karena permintaan Elina. Dengan ragu Rora meraih ujung baju Dika untuk di jadikan pegangan. Hingga melewati jalanan yang sedikit terjal membuat sepedah yang di kendarai Dika sedikit oleng. Rora reflek memeluk perut Dika yang membuat Dika mengulas sedikit senyuman.
Sesampainya di danau mereka semua berjalan beriringan. Dika berjalan sambil menggenggam tangan Rora tanpa ada penolakan darinya. Dika membawa Rora untuk berkeliling dan berpisah dengan yang lainnya. Kurang lebih tiga puluh menit mereka berdua berjalan besama. Dika membawa Rora untuk singgah di batu cinta.
"Kita duduk disana ya." Ajak Dika yang di jawab anggukkan kepala oleh Rora.
Cukup lama terdiam akhirnya Dika memutuskan untuk memulai pembicaraan. " Apa kamu tahu, nama Situ Patengan berasal dari kata ‘pateang-teangan’ yang memiliki makna saling mencari. Dan menurut kisah, pasangan yang pernah singgah di Batu Cinta dan mengeliling pulau Asmara diyakini akan menemukan cinta abadi seperti dua sejoli Ki Santang dan Dewi Rengganis." Tutur Dika.
Rora memilih diam sambil mendengarkan.
"Ra.. Apa aku boleh bertanya?"
"Hmm."
"Apa kamu masih belum bisa memberikan jawaban padaku?" Tanya Dika yang membuat Rora langsung menundukkan kepalanya.
"Apa kita tidak bisa untuk berteman saja?" Rora balik bertanya.
"Kenapa? Apa kamu tidak menyukaiku? Apa kamu belum bisa memaafkan aku? Atau apa aku kurang baik untuk kamu?"
Rora menggelengkan kepalanya. "Tidak.. Bukan seperti itu. Aku sudah bilang, aku sudah memaafkan kamu. Kamu baik Dik.. Tapi aku bukan yang terbaik untuk kamu." Jawab Rora. "Lebih baik kamu pikirkan lagi.. "
"Tidak ada yang perlu aku pikirkan lagi.." tolak Dika. "Aku hanya ingin kamu Ra.. Aku tidak mau dengan yang lain.. Aku hanya menyukai kamu.. Bahkan dari dulu." Ucap Dika lirih. "Aku harus apa untuk bisa membuktikannya kepada kamu?"
Jangan lupa tinggalkan jejak...