Keyra Onellia, seorang putri angkat keluarga Arlott yang kini sudah tak dianggap akibat keluarganya kembali menemukan sang anak kandung. Dari umur 13 tahun, Keyra mulai tersisihkan. Kembalinya Dasya, membuat dirinya tak mendapatkan kasih sayang lagi. Di hancurkan, di kucilkan, di buang dan di rendahkan sudah ia rasakan. Bahkan diakhir hidupnya yang belum mendapatkan kebahagiaan, ia harus dibunuh dengan kejam.
Keyra mengira jika hidupnya telah berakhir. Namun siapa sangka, bukannya ke alam baka, jiwanya malah bertransmigrasi ke tubuh bibinya—adik dari daddy angkatnya.
•••
"Savierra, kau hanya alat yang akan dikorbankan untuk kekasihku. Ku harap kau jaga sikap dan sadar diri akan posisimu!"
Mampukah Savierra yang berjiwa Keyra itu menghadapi tiran kejam, yang sial nya adalah suaminya itu? Takdir benar benar suka bercanda! Apakah Savierra harus mengalami kemarian tragis untuk kedua kalinya? Tidak! Savierra akan berusaha mengubah takdir hidupnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sweetstory_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Sinar matahari masuk melalui celah celah ventilasi. Suara burung berkicau, menjadi melody indah di pagi hari yang sejuk itu. Suara monitor tampak terdengar beraturan.
"Enghh.."
Lelaki yang tengah tertidur di sofa itu nampak mengeluh dan merenggangkan otot ototnya. Ia perlahan membuka mata, mencoba menyesuaikan cahaya matahari dari sela gorden yang menyilaukan mata.
"Shitt! Apa yang terjadi!?" erang lelaki itu frustasi dengan suara serak. Ia menatap dirinya sendiri yang tengah telanjang, dan hanya ada sehelai selimut yang menutupi tubuhnya.
Ya, dia Ryden. Lelaki itu terdiam, mencoba mencerna dan menyatukan ingatan ingatannya tentang semalam.
Deg!
Tubuh Ryden membeku, tangannya mengepal menahan amarah. "Bajingan kau Ryd! Apa yang kau lakukan?" desis nya menyesal.
Bayangan seorang perempuan yang menangis meminta permohonan, bayangan perempuan memberontak tak luput membuatnya meringis kala mengingatnya.
"Savierra.." lirih Ryden merasa sedikit bersalah. Netranya menatap Caroline sendu. Ia merasa bersalah pada dua wanita.
"Sial! Ini gara gara minuman itu! Sebenarnya siapa yang ingin menjebakku!?" resah Ryden. Tanpa pikir panjang, lelaki itu segera memakai pakaiannya lagi.
Ryden melangkah mendekati ranjang Caroline. "Im sorry babe. Im sorry.. aku melanggar janji aku sayang.." lirihnya lalu mengecup lembut tangan Caroline.
Setelah itu ia keluar dari ruang Caroline dan sudah mendapati Samuel yang kini berdiri tegak karena tadi sudah di panggilnya.
"Apakah kau sudah menyelidiki siapa yang berani menjebakku?" tanya Ryden dingin.
Samuel mengangguk tegas, ia memberikan sebuah pad kepada Ryden, dengan segera lelaki itu menerima dan melihat video berdurasi pendek itu.
"Dia Syella Damanio, putri tunggal tuan bangsawan Damanio. Dia sepertinya menargetkan anda tuan. Namun untung nya kita berhasil pulang lebih dulu dan.."
Diam. Samuel tak berani melanjutkan kalimatnya. Ia menatap takut ke arah Ryden yang berwajah masam.
"Dr. Alvaro semalam sudah saya hubungi tuan, namun ternyata dia tidak bisa meninggalkan kota karena sudah ada janji lain. Dan sarannya, ya mungkin anda bisa menebak.." lanjutnya dengan pelan, takut menyinggung Ryden.
Terlihat Ryden yang menghela nafas berat. Ia merasa sebuah beban yang sangat berat di punggungnya. Rasa bersalah dan penyesalan menggerogoti hati.
•••
Kau semakin berani sering menginjakkan kaki di mansion ini ya!
Di hatiku hanya ada Caroline. Tidak akan ku biarkan siapapun untuk dekat denganku. Dan tidak akan mau bagiku untuk menyentuh siapapun kecuali Caroline ku!
Ingat Savierra Arlott! Kamu disini hanya orang lain! Pernikahan ini ada karena ibuku hanya ingin membalas budimu karena kau telah menyelamatkannya! Dan aku, tidak pernah menginginkan pernikahan tak jelas ini!
Aku muak melihatmu disini!
Nikmati malam ini bitch!
"TIDAK!! JANGANN!" racau seorang perempuan dengan tubuh gemetar. Tangannya menggapai, seakan meminta pertolongan. Matanya yang masih memejam bergetar, meneteskan air mata.
Prangg!
Tanpa sengaja, tangannya menyenggol gelas yang ada di atas nakas. Karin, yang sedari pagi sudah stan by di luar kamar Savierra pun terkejut mendengar suara nyaring itu.
"Nyonya!" seru nya khawatir setelah memasuki kamar dengan tergesa.
"Astaga, apa yang terjadi pada nyonya!" Karin segera memanggil pelayan untuk membersihkan pecahan gelas.
Omong omong, disini Savierra sudah mengangkat Karin menjadi pelayan pribadinya. Jadi, pelayan utama pun harus mengikuti perintah Karin juga.
"Sania, tolong kamu ambilkan air hangat juga ya! Sepertinya nyonya demam," imbuh Karin yang diangguki oleh pelayan bernama Sania.
Beberapa saat kemudian, Karin selesai mengompres Savierra, bertepatan dengan bersihnya lantai yang tadi sempat tercecer pecahan gelas.
"Biarkan nyonya istirahat sebentar. Aku akan memanggil dokter. Tolong kalian jaga di luar dulu, kalian harus cepat tanggap jika nyonya memanggil!" titah Karin, yang diangguki oleh 3 pelayan disana.
"Baik kak Karin!"
Setelah itu, Karin segera bergegas menelpon dokter untuk segera berangkat ke kediaman Hander.
Gadis itu menatap kosong ke depan, merasa iba melihat kondisi sang nyonya. "Nyonya, Karin mohon agar nyonya tetap kuat! Karin akan selalu ada di sisi nyonya. Tolong, sehat kembali nyonya.." lirih nya sendu.
•••
Zyonel—pangeran itu pagi pagi sudah sampai di mansion Hander. Entah apa yang akan beliau lakukan, hingga bertamu pagi pagi seperti ini.
"Selamat pagi, pangeran kedua!"
"Hm, pagi Sam! Dimana tuanmu?" tanya Zyonel singkat.
Samuel mengusap tengkuk, merasa bingung ingin memberikan penjelasan apa. "Itu.. tuan dari pagi berdiam diri di kamar nya yang mulia. Saya juga tidak tahu apa yang dia lakukan," jawab Samuel gugup.
Netra Zyonel memicing, menatap Samuel curiga. "Apa kau menyembunyikan sesuatu tentang Ryden?" tuduhnya membuat Samuel gelagapan.
"Anu.. itu.. tu-"
"Permisi!"
Sapaan itu membuat pangeran Zyonel dan Samuel menoleh, menatap seorang perempuan dewasa yang sangat cantik lengkap dengan balutan baju khas kedokteran.
Samuel menundukkan kepalanya singkat, "Iya nona, ada yang bisa saya bantu?" tanya nya dengan nada gugup.
Dokter cantik itu menatap kedua lelaki di hadapannya. "Salam yang mulia pangeran, maaf sebelumnya. Saya kesini karena mendapat undangan untuk memeriksa seseorang," terang dokter cantik itu.
Pangeran mengernyitkan alis, "Siapa yang sakit? Sam! Apakah Ryden sakit? Tapi jika iya, kenapa ia tak memanggil Dr. Alvaro?" tanya pangeran Zyonel bingung.
Samuel menatap sang pangeran, lalu menggeleng cepat. "Se-sepertinya bukan tuan yang sakit. Maaf dokter, siapa nama pasiennya?" tanya Sam cepat.
Dokter itu menatap polos, ia merasa bingung, kenapa ajudan pemilik mansion bahkan tak tahu jika ada wanita yang sakit di sini. "Maaf, kalau tidak salah pasien atas nama Savierra. Apakah benar, nyonya Savierra tinggal di sini?"
Deg!
"Apa!? Savierra sakit? Baiklah, ayo saya tunjukkan jalannya dokter! Tolong ikuti saya!" sela Zyonel lalu berjalan tergesa, menuju lorong kanan, yang lebih dekat dengan rumah Savierra.
Dokter itu pun mengangguk, dan segera menyusul Zyonel yang tampak khawatir. Walaupun di kepalanya banyak pertanyaan pertanyaan yang mengganjal, ia tetap berusaha profesional dan fokus pada tugasnya.
Sementara, Samuel masih melongo di tempat. Ia ternganga, saat mengetahui jika dirinya masih tertinggal disini. "Kenapa pangeran Zyonel sangat panik?" beo nya lalu berlari ke dalam mansion, ingin memberitahukan pada sang tuan, jika pangeran tengah berkunjung
•••
"Nyonya, apa yang anda rasakan saat ini?" tanya dokter itu dengan tersenyum. Ia sedikit mengetahui, jika hal yang terjadi pada pasiennya ini bukanlah hal yang biasa.
Savierra masih terdiam, bingung akan penjelasan seperti apa yang akan ia sampaikan pada sang dokter. Dirinya teramat malu dan merasa tak percaya diri.
Savierra tertarik dalam lamunannya, kala tangannya di genggam oleh dokter. "Nyonya cerita saja. Saya menjadi dokter, saya juga bisa menjadi teman cerita pasiennya. Saya tidak akan membocorkan apa yang saya dengar. Tapi jika nyonya masih belum berkenan, tidak usah di paksakan." Dokter itu mencoba menyakinkan Savierra yang terlihat gugup dan sedikit takut.
"Nama saya, Sabrina Anderson. Nyonya bisa memanggil saya Sabrina." ia mengulurkan tangan yang disambut oleh Savierra dengan ragu.
"S-savierra, maaf dokter. S-saya masih belum bisa bercerita," ucap Savierra terbata.
Dr. Sabrina mengangguk kecil, "Tidak apa apa nyonya! Jika nyonya berkenan, ini adalah kartu nama saya. Anda bisa menghubungi saya kapanpun untuk sekedar bercerita." Dr. Sabrina memberikan kartu namanya pada Savierra. Bukan tanpa alasan dia memberikan kartu nama. Sabrina melihat adanya luka di mata biru milik Savierra itu. Luka yang sangat dalam, luka yang sangat membuat Savierra rapuh dan tak berdaya.
Akhirnya Dr. Sabrina keluar dari kamar Savierra. Ia sedikit terkejut saat melihat orang yang paling mungkin menjadi tersangka atas apa yang menimpa Savierra.
"Salam, tuan Hander dan pangeran kedua," sapa nya lalu memberikan secarik kertas pada gadis pelayan yang ia yakini adalah orang yang menghubunginya tadi.
"Ini adalah resep obat untuk nyonya Savierra. Tolong jangan membuat nyonya kelelahan dulu. Jangan sampai membuat mentalnya terguncang lagi. Untuk demamnya juga sudah mereda," jelasnya membuat Karin mengangguk.
"Dokter, bagaimana bisa mental Savierra terguncang dok? Apa yang sebenarnya terjadi sama dia?" sahut pangeran Zyonel merasa khawatir.
Dr. Sabrina terdiam. Ia melirik beberapa orang di hadapannya dengan ekspresi tenang. "Kalau masalah itu, coba anda tanya kepada yang bersangkutan. Permisi yang mulia pangeran, tuan Hander. Saya pamit undur diri."
Setelah kepergian Dr. Sabrina, Zyonel segera menatap Ryden dengan curiga. "Sebenarnya dia sakit apa? Apa yang membuat mentalnya sampai terguncang?" selidiknya tajam, membuat Ryden mengalihkan pandangan ke sembarang arah.
"Aku juga tidak tahu!" balas Ryden sarkas. Walau selanjutnya, tenggorokannya terasa tercekat. Ia merasa bersalah.
"Ku kira kemarin hanya sakit demam saja. Tidak tau jika sampai parah seperti ini," desis Zyonel dengan nafas memburu. Dadanya bergemuruh, menahan sesak. "Aku akan masuk untuk melihat!" seru nya.
"Tunggu, yang mulia!" sela Karin. Dengan keberanian yang sudah sangat menipis, ia menghalangi langkah Zyonel.
"M-maaf yang mulia, namun nyonya Savierra tadi sudah berpesan, bahwa ia tak mau di temui oleh orang luar dulu," kata nya terbata. "Termasuk tuan Hander juga," lanjut Karin yang semakin bergetar karena di tatap tajam oleh mata ruby tersebut.
"Huft, baiklah. Tolong setelah ambil obat nanti, suruh dia minum dengan teratur. Tolong jaga nyonya mu ya!" titah Zyonel setelah menghela nafas lirih.
"Baik yang mulia," jawab Karin sebelum melirik ke arah Ryden yang hanya diam saja.
•••
Hayy all, done double up yaa!!
Happy reading!