NovelToon NovelToon
Annaisha

Annaisha

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: -Nul

Annaisha: Rumah Penuh Hangat" adalah sebuah kisah menyentuh tentang cinta dan kekuatan keluarga. Putra dan Syifa adalah pasangan yang penuh kasih sayang, berusaha memberikan yang terbaik bagi kedua anak mereka, Anna dan Kevin. Anna, yang mengidap autisme, menjadi pusat perhatian dan kasih sayang dalam keluarga ini.

Melalui momen-momen sederhana namun penuh makna, novel ini menggambarkan perjuangan dan kebahagiaan dalam merawat anak berkebutuhan khusus. Dengan cinta yang tak kenal lelah, keluarga ini menghadapi tantangan sehari-hari dan menemukan kebahagiaan dalam kebersamaan.

Cerita ini mengingatkan kita akan pentingnya dukungan keluarga dan betapa kuatnya cinta dalam mengatasi segala rintangan. Bersiaplah untuk terhanyut dalam kisah yang mengharukan dan penuh kehangatan ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon -Nul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14. Renjana

Tak ada yang Lin lakukan selain kembali ke rumah sakit dengan tangan kosong. Ia memang tak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa Syifa yang mendorong Anna hari itu. Tapi sepertinya Syifa lupa, bahwa ia tak menghapus rekaman di hari-hari sebelumnya. Lin berhasil mengamankan salinan yang menunjukkan gerak-gerik Syifa jika tak ada Putra di rumah, ataupun obat-obatan yang dikonsumsi Putra.

Selain itu penuturan dari Kevin juga akan menentukan berhasil tidaknya polisi memecahkan kasus ini. Lin sempat ragu sebab ketika Kevin ditanyai kembali, jawabannya selalu berubah.

Pada awalnya, Kevin mengatakan bahwa Syifa yang membunuh Anna. Namun di kesempatan berikutnya, ia berujar bahwa Anna jatuh sendiri ke kolam renang.

Perempuan itu berhenti sejenak, menghela nafas gusar dan menatap pintu ruangan Putra yang sedikit terbuka. Tanpa mengetuk pintu, perempuan itu masuk ke dalam ruangan. Tatapannya langsung mengarah pada Syifa yang tengah membantu Putra meminum obatnya. Namun jika Lin perhatikan, itu bukan obat dari resep yang diberikan oleh Dokter.

"Mas Putra!" Lin berteriak kecil dan mendorong tubuh Syifa hingga wanita itu hampir terjatuh. Obat yang ada di genggamannya tercecer memenuhi lantai. Lin menatap Syifa dengan bengis, namun ia tak boleh terlalu gegabah. Syifa tak boleh tahu bahwa Lin mencurigai dirinya. Atau wanita itu akan memanipulasi bukti yang lain dan menyulitkan polisi melakukan investigasi.

"Apa yang kamu berikan pada Mas Putra, Mbak?" tanya Lin menuntut jawaban. Ia benar-benar melempar benci pada Syifa yang diam-diam menjadi monster dalam keluarganya. Jika saja ia sudah menemukan bukti itu, maka ia pastikan Syifa akan habis di tangannya.

Syifa memungut beberapa butir obat yang berserakan akibat Lin yang mendorongnya, tanpa terlalu memedulikan perempuan yang terus menodongnya dengan pertanyaan. Seolah menulikan telinga, Syifa bahkan mengabaikan suara Lin yang memanggilnya berulang kali.

"Kamu lihat sendiri kan kalau Mbak kasih vitamin biasa ke Mas Putra? Lagian Mas Putra juga lagi sakit, dia harus rutin minum obat biar cepat pulih," jawab Syifa tanpa menunjukkan raut ragu sedikitpun. Usai membereskan obatnya, ia menyimpan botol kecil itu di dalam tas.

Hal itu jauh dari ekspektasi Lin yang akan mengira bahwa Syifa takut dipergoki olehnya ketika memberi beberapa obat-obatan itu. Wanita itu sungguh terlihat tenang, seolah tak melakukan kesalahan apapun.

Pergerakan Syifa tak luput dari tatapan Lin. Ataupun Putra yang masih belum ingin membuka suara di depan pertengkaran kedua wanita itu. Sejak kemarin, ucapan Lin terus terngiang dibenaknya. Membuat Putra juga menanam keraguan pada istrinya sendiri. Hatinya merasa begitu bersalah, karena ia juga masih menyesali kematian Anna.

Ia tak akan ikut campur apa yang akan Lin selesaikan. Dan akan menunggu kebenaran yang pasti terungkap suatu hari nanti.

"Udah Lin, kamu jangan marah-marah," lerai Putra dari kursi roda tempatnya duduk. Ia terlalu lemas untuk menangani Lin yang bisa saja kehilangan kendali. Lelaki itu menatap istrinya, mengisyaratkan untuk berhenti. Pikirannya sudah terlalu penuh, dan kepalanya begitu pusing mendengar orang berdebat.

"Sebaiknya kamu keluar, biarkan Mas Putra istirahat dulu," ucap Syifa dengan nada mengusir. Mendorong kursi roda Putra untuk mendekat ke arah ranjang, dan membantu lelaki itu untuk kembali beristirahat.

Syifa menaikkan selimut hingga sebatas dada Putra, memastikannya tetap hangat tanpa peduli Lin yang masih berdiri menatap mereka. Tangan Putra yang masih tersalur infus itu terus Syifa usap dengan lembut. Seolah mereka adalah keluarga yang begitu utuh, dan hangat tanpa celah.

"Andai kamu tahu apa yang sudah wanita itu lakukan, Mas," gumam Lin dengan penuh luka. Tangannya mengepal, berusaha meredam emosi yang membuat dadanya sesak.

Wanita itu pamit untuk pergi ke kamar mandi, dan tanpa disadari oleh Syifa, tangannya membawa sebuah pil yang diberikan pada Kakaknya. Ia berhasil membawanya diam-diam saat beberapa butir obat itu berjatuhan tadi.

"Sudah saatnya Mas Putra tahu apa yang kamu lakukan pada keluarga kita, Mbak."

🪐✨️🌙

Syifa mengeluarkan sebuah sarung tangan dari dalam tasnya begitu dirasa kondisi sekitar sudah aman. Perempuan itu bersembunyi di kamar mandi guna menguji jenis obat apakah yang Syifa sering berikan pada Putra.

Ia memang tak ahli dalam bidang seperti ini, namun temannya yang seorang ahli dalam obat-obatan memintanya untuk mencuri sampel obat agar mereka bisa melakukan uji lab.

Syifa menatap puas sebuah pil yang ada di dalam botol kecil itu, namun saat teringat kembali dengan keadaan sang kakak, membuatnya tertawa miris. Sudah sejak awal Lin memperingati Putra agar tak menikah dengan Syifa, namun lelaki itu tak pernah mendengarkannya.

Putra terus meyakinkan Lin bahwa Syifa adalah wanita yang baik, dia pintar, sopan dan taat dalam beribadah. Sejak itupun Putra mempunyai keinginan untuk menikahi Syifa secepatnya.

Tahun-tahun berlalu tanpa ada hal buruk yang terjadi. Namun sifat Syifa perlahan berubah ketika ia mengetahui fakta bahwa anak pertamanya mengidap autisme. Syifa sempat depresi selama beberapa waktu, namun Putra selalu mendampinginya.

Lin pun tak paham, jika memang benar semua kejahatan ini bermula dari Syifa. Apa motif wanita itu melakukan semua ini? Apakah wanita itu masih belum menerima kondisi Anna sepenuhnya? Lin juga masih memikirkan perihal luka lebam di sekujur tubuh Anna maupun Kevin.

Menghubungi seseorang lewat ponselnya, Lin kembali menyimpan barang bukti itu dalam tasnya agar tidak hilang. Ia pasti akan membongkar kebusukan Syifa bagaimanapun caranya. Walau hal itu juga harus menyakiti perasaan sang kakak.

"Tolong segera lakukan uji cek lab. Saya akan mengirimkan sampel obatnya segera."

Menatap kosong dengan pikiran yang begitu penuh. Lin tanpa sadar kembali menitikkan air mata. Wanita itu sudah menganggap Anna sepertinya putrinya sendiri, dan sudah menemani anak perempuan itu sejak ia lahir.

Masih Lin ingat dengan betul bagaimana bahagianya dia melihat Anna bisa duduk sendiri, walau dalam pertumbuhannya yang tak sebaik anak-anak lain. Bagaimana anak itu bisa berbicara untuk pertama kali, walau ia penuh dengan kekurangan.

"Maaf Anna, maafin Tante belum bisa melindungi kamu," gumam perempuan itu sembari meredam tangis agar tak terdengar siapapun. Tubuhnya bersandar ke tembok, duduk pada kloset yang tertutup dan membiarkan emosinya keluar selama beberapa waktu.

"Tante nggak tahu seberapa menderita kamu saat mendapat luka itu. Tante juga nggak tahu, seberapa sakit kamu menahan semua itu sendirian, dan malam yang pasti tak membuat tidurmu nyenyak."

Lin terus bergumam, ia begitu merindukan Anna padahal baru beberapa hari anak perempuan itu pergi meninggalkannya lebih dahulu.

"Tante janji akan menangkap pelakunya, agar kamu mendapat keadilan, Anna."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!