Seorang laki-laki diminta menikahi puteri pengusaha kaya mantan majikan ibunya. Padahal baru saja ia juga melamar seorang wanita. Bimbang antara membalas budi atau mewujudkan pernikahan impian, membuatnya mengalami dilema besar. Simak kisah cintanya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 14
"Apa?", tanya Nadya jengah.
"He..he.. mau nagih hutang. Mau dibayar sekarang gak?", jawab seseorang itu cengengesan yang tak lain adalah Aris.
Nadya mengernyit.
"Hutang? Kapan aku ngutang sama kamu. Jangan mengada-ada ya?", sahutnya kesal karena merasa tidak pernah berhutang pada Aris.
"Ya ampun.. emang benar ya, kalau yang ngutang itu lebih galak daripada yang ngasih hutang", sahut Aris tak mau kalah.
"Eh, non.. Situ lupa ya kalau punya hutang traktiran sama saya. Kalau ada perlu aja, rayuannya selangit. Tapi kalau sudah lewat, lupa..", kini Aris yang sewot.
Nadya hanya menarik napas panjang. Makhluk yang satu ini benar-benar tidak peka situasi. Apa Aris tidak bisa melihat kalau dirinya masih galau tingkat tinggi, bisa-bisanya yang dipikirkan orang ini malah urusan traktir makan.
Melihat raut muka Nadya yang masam, Aris malah menggodanya.
"Itu muka kalau gak cepat-cepat diseterika, bakal kusut permanen. Yang lihat pasti mengira kalau restoran ini memperlakukan karyawannya dengan buruk", ucap Aris asal.
"Memang kenyataannya begitu kan?! yang punya restoran telah memperlakukan karyawannya dengan buruk", timpal Nadya makin kesal sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Aduh.. salah lagi. Ya sudah, kalau gak mau bayar sekarang juga gak apa-apa. Nanti-nanti juga gak masalah", Aris mengalah hendak beranjak dari tempatnya, tapi ucapan Nadya menahannya.
"Sekarang saja, daripada nanti kamu tagih- tagih terus. Ayo berangkat", jawabnya ketus sambil meraih tas dan jaketnya kemudian berlalu mendahului Aris.
Aris hanya geleng-geleng kepala melihat sikap Nadya.
"Lagi mode singa betina kayanya nih", ucapnya pelan sambil bergidik.
*********
"Jadinya gimana?", tanya Aris sambil mengunyah pizza.
Dirinya dan Nadya sedang makan malam di sebuah bangku taman dengan menu pizza dan minuman ringan. Padahal Nadya bermaksud mentraktirnya makan malam sungguhan, tapi Aris menolak dan beralasan dia sedang ingin makan pizza langganan mereka. Menagih traktiran ini hanya akal-akalan Aris saja karena sebenarnya ia ingin mencari tahu apa keputusan Nadya tentang masalah Ardha.
"Apanya?", jawab Nadya balik bertanya.
"Kamu mau lanjut apa batal nerima lamaran Pak Ardha?", tanya Aris menjelaskan.
Nadya menatapnya tajam tak suka. Tapi yang ditatap seolah-olah tidak menerima sinyal dari tatapan tajam itu. Wajahnya masih tetap seperti sebelumnya dengan raut wajah yang menampakkan rasa ingin tahu yang besar.
"Terus, apa urusan kamu saya lanjut atau batal?", Nadya tambah kesal.
"Kamu keberatan kalau saya mau tahu?", sahut Aris.
Dialog serba pertanyaan itu masih berlanjut.
"Kalau saya memang keberatan, kamu mau apa coba?", laki-laki disampingnya ini semakin membuat Nadya kesal.
"Kalau boleh tahu kamu keberatannya dimana?", lanjut Aris jadi tambah kacau.
"Aah.. sudah, sudah, jadi tambah pusing ni..", Nadya merasa kesal sampai ke ubun-ubun.
"Aku pulang duluan", sambung Nadya kemudian berlalu dari hadapan Aris.
Aris hanya diam dan memandangi temannya. Misinya hari ini untuk mencari tahu keputusan Nadya gagal sudah. Kemudian dia mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.
"Maaf pak, saya belum berhasil. Dia kayanya masih kesal parah tuh, jadinya saya yang kena omel nih", curhatnya.
"Iya, gak apa-apa. Maaf sudah merepotkan kamu", sahut Ardha di seberang saluran.
"Tidak masalah pak. Besok akan saya coba lagi dengan pendekatan yang berbeda, semoga bisa berhasil. Mohon doanya ya pak", Aris terbawa situasi.
"Ah, iya.. iya.. Sekali lagi terimakasih ya Ris", Ardha yang sedikit bingung kemudian mengakhiri panggilan.
Seharian ini Ardha merasa benar-benar galau. Ia merasa kurang fokus bekerja dan sering larut dalam pikirannya sendiri. Ia sebenarnya sadar hal ini bisa mengacaukan pekerjaannya. Karena itu dia merasa perlu meminta bantuan Aris untuk mencari tahu keputusan Nadya secepat mungkin. Supaya dia tidak merasa gundah dan bisa memutuskan langkah selanjutnya.
Suara notifikasi pesan di ponsel menyadarkan lamunannya. Ardha membuka dan membaca pesan tersebut yang ternyata dari Nadya.
"Saya memutuskan akan menunggu anda"
Ardha terperangah membaca pesan itu. Di satu sisi ia merasa senang karena Nadya tetap menerima lamarannya, namun di saat yang sama ia juga merasa bersalah telah menyakiti perasaan wanita itu.
"Terima kasih banyak karena bersedia menunggu saya dan semoga kamu mau memaafkan saya atas semua yang terjadi"
Balasan itu dia ketik dan kirim dengan jari sedikit bergetar. Setelah itu dia berbaring untuk menenangkan diri.
Sedih & lucu...
Masih ada beberapa kesalahan nama...