SHE IS VERY DANGEROUS

Adrianna terdiam mendengar apa yang dikatakan calon suaminya. Ia tidak pernah mengira jika calon ibu mertuanya memiliki pemikiran yang sangat sensitif seperti itu.

Namun hal ini pun dapat di bilang wajar, mengingat seberapa besar saham yang sekarang di miliki Damian.

Mendadak, Adrianna menjadi khawatir. Jika apa yang dikatakan ibu mertuanya menjadi kenyataan? Bagaimana dengan rencananya dan Leon untuk menguasai perusahaan William?

"Ini tidak bisa di biarkan. Aku harus secepatnya membicarakan masalah ini dengan Leon!" batin Adrianna.

"Lalu, apa rencana mu mengenai ini?" tanya Adrianna sambil menyipitkan matanya.

"Nah, itu juga yang ingin aku diskusikan denganmu An. Aku tidak tahu harus berbuat apa dengan masalah ini." ucap Damian tidak berdaya.

"Dasar, lelaki tidak berguna! Begini saja harus aku yang berfikir? Lalu apa kerjamu? Jika saja bukan karena uangmu, sudah ku tinggalkan kau sejak lama." batin Adrianna merotasi-kan bola matanya.

"Sejujurnya, aku juga belum mendapatkan ide untuk masalah ini. Mungkin nanti aku akan memikirkannya. Apa tidak masalah?" ucap Adrianna dengan raut wajah tidak enak-nya.

"Tidak-tidak! Tentu saja tidak masalah. Harusnya aku yang meminta-maaf karena telah merepotkan mu dengan masalah ku. Padahal kamu sedang sakit." balas Damian dengan wajah menyesalnya.

"Tidak apa-apa sayang. Aku mengerti." ucap Adrianna menunjukan ekspresi lembutnya.

"Oh, iya! Maaf sayang, aku tidak bisa berlama-lama disini. Aku sudah terlambat kerja." ucap Damian sambil menengok jam di tangan kirinya.

Adrianna juga melihat jam di dinding. Waktu sudah menunjukan pukul 10 siang.

"Ya sudah, kamu berangkat sana. Jangan sampai Auryn berbuat macam-macam di kantor." ucap Adrianna mengingatkan.

Pria itu tersentak, kemudian menganggukkan kepalanya. Dengan terburu-buru, dia beranjak dari kursinya lalu melangkahkan kakinya berbalik menuju pintu.

Tak lupa, pria tersebut mencium kening sang pujaan hati sebelum dirinya pergi meninggalkan ruang rawat.

Melihat pria tersebut pergi, Adrianna tidak bisa untuk tidak menghela nafas lega.

Sebenarnya dia tengah susah payah menyembunyikan ruam merah yang di ciptakan Leo sebelumnya. Meski tidak sampai melakukan hal 'itu', tetap saja kiss mark telah melingkupi sebagian leher juga dada dan sebagian p*y*d*r* wanita itu.

"Huft.. Untungnya, Damian tidak melihat tanda merah ini." ucap wanita itu mendesah lega.

"Jika sampai ketahuan, bisa gawat. Semua yang telah aku rencanakan bersama Leon untuk menguasai semua harta keluarga William akan gagal." gumam Adrianna pelan.

Wanita itu beranjak dari ranjangnya, berjalan dengan sedikit tertatih-tatih menuju kamar mandi.

Mengunci pintunya, Adrianna dengan cepat membuka kancing pakaiannya satu persatu. Terlihat, bercak merah yang memenuhi seluruh dada bawah hingga leher.

"Leon ini, benar-benar tidak bisa menahan nafsunya sebentar." ucap Adrianna mengeluhkan selingkuhannya.

Tangan kanan Adrianna terangkat, mengelus beberapa ruam di sana. Berharap dengan apa yang baru saja dirinya lakukan, ruam itu akan perlahan menghilang.

Namun tentu saja itu hal yang mustahil. Ruam hanya akan memudar setelah beberapa hari. Tidak akan semudah itu untuk menghapusnya dari tubuh.

"Aku harus segera menyembunyikan ruam ini sebelum ditemukan oleh Damian." gumam wanita itu.

Setelahnya, ia keluar dari kamar mandi kemudian berjalan menuju nakas dekat tempat tidur. Sebuah tangan terulur, mengangkat handphone yang tergeletak di sana.

Tanpa membuang banyak waktu, Adrianna menyentuh layar handphonenya hanya untuk menghubungi salah satu temannya.

Tut...

Tut...

Tut...

Di dering ke tiga, akhirnya yang dihubungi mengangkat telponnya.

"Hallo, An?" ucap seseorang di sebrang sana.

"Hallo, Sherly? Bisa tolong aku sebentar?" tanya sang penelepon to the point.

"Ya, tentu. Apa yang bisa ku bantu?" balas Sinta bertanya.

"Bisakah sekarang kamu membawakan ku sebuah syal dan fondation ke rumah sakit tempat ku di rawat?" tanya Adrianna.

"Ya, aku bisa mengantarkan sekarang. Tapi untuk apa semua barang-barang ini?" jawab Sinta penasaran.

"Aku tidak bisa menjelaskannya, lebih baik bawakan barang-barang itu sekarang juga. Aku tunggu!" balas Adrianna sembari menutup telponnya.

"Ya, tapi..." ucapnya terpotong saat mengetahui sambungannya mati.

"Ck, dasar! wanita ini benar-benar..." lanjutnya kesal sambil menatap layar hitam di handphone-nya.

Segera saja, Sherly melakukan apa yang diminta temannya itu. Meski sedikit penasaran, ia juga punya sopan santun untuk tidak melewati batasan.

...****************...

...****************...

Apa yang di lakukan Adrianna terekam jelas dalam mata sang kupu-kupu hitam. Segera, adegan tersebut segera binatang itu mentransmisikan kepada majikannya.

Wanita tersebut masih mengawasi pelakor itu di balik layar.

"Pria itu benar-benar ganas dalam melahap pasangannya." ujar Auryn mengernyit jijik ketika melihat sejumlah ruam merah yang musuhnya dapatkan.

Auryn jelas tidak melihat adegan ranjang wanita itu bersama sang kekasih gelap, namun ia bisa membayangkan betapa liarnya pasangan itu dalam mengerjakan olahraga malam.

Wanita itu pun menyandarkan punggungnya di sofa. Terkekeh kecil saat mendengar tujuan dari wanita tersebut.

"Ahh, jadi ini tujuanmu mendekati mantan suami ku. Untuk mendapatkan seluruh hartanya?" ucap Auryn.

"Dasar manusia serakah. Tapi jika tidak seperti itu, bukan manusia namanya. Dan aku pun, termasuk dari manusia jenis itu." lanjut Auryn mengakui dirinya sendiri jika dirinya bagian dari kelompok yang sama dengan Adrianna, sambil terkekeh pelan.

"Ahh, bagaimana ini? Haruskah aku memberitahukan semua ini pada sang mantan?" tanyanya pada diri sendiri sembari mengelus dagu bawahnya.

Namun segera ia menggelengkan kepalanya. Menolak mentah-mentah ide tersebut.

"No, no, no, itu jelas bukan ide yang bagus." ucap Auryn.

"Tanpa bukti yang kongkrit, Damian tidak akan mempercayainya. Apalagi, yang ku miliki hanya sekedar ucapan. yang ada, dia malah menuduhku dengan pencemaran nama baik." lanjutnya lagi bergumam.

"Sepertinya, aku harus membangunkan semua anak buah ku. Tentu aku tidak bisa bekerja sendiri, terlebih di dunia yang belum terlalu ku kenal ini." ucap sang ahli racun sembari menyeringai licik.

Entah apa lagi yang sedang di rencanakan otak piciknya tersebut.

Wanita itu hanya tersenyum sendiri kemudian memasuki ruang pribadinya. Ruang itu tentu saja merupakan ruang bawaannya.

Setelah memasuki ruang, Auryn berjalan lurus ke arah sebuah gua. Disana nampak beberapa orang tertidur dalam sebuah peti mati hitam.

Hewan iblis, atau di dunia ini sering disebut siluman.

Di dunia Auryn yang dulu, hewan iblis dapat dijadikan sebagai bawahan dengan sebuah kontrak.

Selama tingkat kultivasi mereka cukup tinggi, hewan iblis ini bisa berevolusi menjadi bentuk manusia. Sebagai salah satu contoh ialah mereka yang sekarang koma di dalam peti.

Awalnya Auryn tidak menyadari jika hewan kontraknya mengikuti sampai ke dunia ini. Hanya saja, saat dirinya tengah mengamati ruang pribadinya dengan seksama, ia bisa merasakan aura para bawahannya meski samar.

Penasaran dengan apa yang baru saja ia rasakan, Auryn pun segera bergegas menuju sumber asal aura tersebut.

Dan alangkah terkejutnya ia, saat menemukan ke 3 hewan kontraknya terbaring tak sadarkan diri di salah satu sudut ruangnya.

Wanita itu senang ketika mengetahui jika bukan hanya dia yang terjebak di dunia ini. Namun saat itu, dia juga tidak bermaksud untuk membangunkan hewan kontraknya terlebih dahulu.

Auryn sadar, dengan komanya mereka, para hewan iblis itu tengah memulihkan energi masing-masing.

Maka dari itu, Auryn membiarkan mereka menyerap energi yang terkandung dalam ruangnya untuk memulihkan diri.

"Tiba-tiba aku berubah pikiran." gumam Auryn.

"Aku tidak akan membangunkan mereka semua sekaligus. Untuk saat ini, aku hanya akan membangunkan Xiaofei." gumam Auryn lagi.

Memejamkan kedua matanya, Auryn segera menyebarkan auranya di sekitar peti yang ditinggali Xiaofei.

"Xiaofei bangunlah, aku membutuhkan bantuanmu." ujar Auryn pelan.

Segera, wanita tersebut dapat melihat jika jari-jari tangan Xiaofei bergerak walau hanya sedikit. Bulu matanya pun bergetar, keningnya mengerut, berusaha membuka mata.

Disaat pandangan Xiaofei menjadi lebih jelas, wanita itu menatap Auryn dengan memicingkan kedua matanya.

Merasakan aura yang akrab dari wanita dihadapannya, Xiaofei langsung terduduk.

"Master!" panggil Xiaofei sambil menundukkan kepalanya.

"Angkat kepala mu dan ikuti aku." ujar seseorang yang Xiaofei panggil master.

"Ya, master." jawab Xiaofei tegas.

Setelahnya, kedua wanita itupun keluar dari ruang pribadi milik Auryn. Xiaofei yang baru pertama kali melihat pemandangan dunia modern tidak bisa menahan rasa terkejutnya.

Matanya terus melirik area sekitar sambil mendengarkan penjelasan sang majikan.

"Saya tidak menyangka akan melakukan perjalanan lintas dimensi seperti ini, master." ujar Xiaofei sedikit terpana setelah mendengar ringkasan yang diceritakan Auryn.

"Hmm, aku pun juga tidak menyangka jika takdir akan membawa jiwa ku sampai kemari." balas Auryn tersenyum kecut.

"Anda tidak perlu khawatir, master. Saya pasti akan membantu balas dendam pemilik tubuh asli." ucap Xiaofei dengan tatapan seriusnya.

"Ha ha ha... Kalau begitu, tolong bantu aku Xiaofei." balas Auryn sembari tertawa terbahak-bahak.

"Tentu, master." ucap Xiaofei.

.

.

.

TO BE CONTINUE.