NovelToon NovelToon
Rumah Rasa

Rumah Rasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: pecintamieinstant

Rumah Rasa adalah bangunan berbentuk rumah dengan goncangan yang bisa dirasakan dan tidak semua rumah dapat memilikinya.

Melibatkan perasaan yang dikeluarkan mengakibatkan rumah itu bergetar hebat.

Mereka berdua adalah penghuni yang tersisa.

Ini adalah kutukan.

Kisah ini menceritakan sepasang saudari perempuan dan rumah lama yang ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka.

Nenek pernah bercerita tentang rumah itu. Rumah yang bisa berguncang apabila para pengguna rumah berdebat di dalam ruangan.

Awalnya, Gita tidak percaya dengan cerita Neneknya seiring dia tumbuh. Namun, ia menyadari satu hal ketika dia terlibat dalam perdebatan dengan kakaknya, Nita.

Mereka harus mencari cara agar rumah lama itu dapat pulih kembali. Nasib baik atau buruk ada di tangan mereka.

Bagaimana cara mereka mempertahankan rumah lama itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pecintamieinstant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

"Pasti membeli barang tidak berguna lagi, kan?" Tekanan suara sang Kakak tidak menghentikan langkah Gita untuk menyuap sepotong martabak diatas sendok berbahan stainless steel.

"Aku tidak membelinya. Coba saja lihat toples itu. Uangnya kurang, tidak?"

Kakak melihat arahan benda yang dituju, pada benda yang berisi tumpukan uang kertas maupun uang logam bulat, Nita mengangguk tau. Dia masih ingat seberapa banyak uang yang dikumpulkan, disimpan lama di tabung itu.

Gita meneruskan sisa lauk yang diambil lama, memotong paksa, dimasukkan cepat karena rasa lapar tidak bisa ditahan lagi.

"Jadi, kamu dapat bahan-bahan gelang itu darimana?"

"Itu...ada tersendiri. Kakak tidak perlu tau. Barang itu telah lama disimpan."

"Disimpan lama?"

"Iya," Gita memakan makan malamnya. "Jangan dipikirkan. Aku akan menyimpannya dengan baik."

"Bukan masalah itu. Apa benda itu hasil prakarya yang pernah kamu buat sewaktu kecil?"

Saat Adiknya menunduk, diperlihatkan anggukan kecil yang akhirnya menjawab semua pertanyaan menggantung dari Kakak.

"Kotak kayu itu milik ibu, Dek. Kakak simpan diatas lemari kayu itu supaya kamu tidak bisa meraihnya. Mengapa kamu ambil?"

"Kak, bahan-bahan itu milik Gita sepenuhnya. Memangnya salah? Ibu menyimpannya sejak lama dan itu adalah barangku. Aku bisa melakukan apa saja dengan bahan-bahan itu. Dijadikan gelang lalu dijual, itu menghasilkan uang. Aku bisa membantu kakak mencari penghasilan, selain Kakak bekerja di kantor. Kakak juga melarangku untuk membeli makanan di sekolah, tetapi selalu saja di rumah tidak punya apa-apa."

Lampu bergoyang, bergetar cahayanya antara hidup dan mati beberapa kali. Sedikit gerakan acak menggetarkan meja dan kursi yang mengelilingi anak perempuan pertama dan anak bungsu.

"Dek, kamu merasakan sesuatu tidak?" Nita menyampingkan tangan sebagai tanda untuk menghentikan percakapan dengan Adiknya.

Nita menatap atas, plafon rumah diatas kepala mereka, barang-barang diam menetap sesuai tempatnya, hiasan rumah kecil-kecilan. Semua dipantau cermat.

Tidak bisa merasakan apapun kepada diri sang Adik, Gita melihat bimbang karena Kakaknya selalu bergerak sibuk mencari hal baru di rumah ini. Tidak peduli kepada makanan-nya yang tersisa setengah karena rasa cemas merasakan hal aneh yang mengelilingi mereka. 

Gita tidak memberikan perhatian setelah apa yang sudah dilakukan akhirnya diucapkan. Karena Gita tidak mau berdebat lebih panjang yang akan memutuskan komunikasi lebih dalam, Gita menyibukkan diri membersihkan peralatan makan. 

"Tetap saja Ibu yang menyimpannya. Kalau sudah berurusan dengan Ibu, seharusnya kamu jangan mengambilnya," kata Nita, suaranya bergetar. Turun semangatnya jika Gita tidak mau mendengarnya.

Memikirkan ocehan Kakaknya tanpa berujung, Gita segera berlekas menuju anak tangga di matanya. Membelakangi Kakaknya, Gita tidak ingin bersuara dengan menyibukkan kaki melangkah pijakan panjang sampai puncaknya. 

Pintu menutup cepat, tidak keras atau pun melambat. 

Dengan gaya memegang pinggang, Nita melamun memikirkan. "Bukannya tadi bergoncang, ya? Gita juga tidak merasakannya. Apa hanya perasaanku saja?"

...***...

Kamar gelap telah diterangi satu lampu yang menggantung.

"Mengapa aku tidak boleh memakai barangku sendiri? Barang itu juga milikku, bukan Ibu. Ibu hanya meminjamkan kotak itu untuk menyimpan bahan prakaryaku." Gita telah memegang kotak kayu kuno. 

Kaki-kaki Gita menendang asal kepada karpet berbulu di dalam ruangannya sebagai tempat pelampiasan karena barang miliknya telah disebut sebagai barang milik Ibu oleh Kakaknya. 

Ditempatkan ulang kotak kayu di mejanya, Gita segera meletakkan kepala pada lengan-lengan yang melipat. Duduk membungkuk bukan masalah berat karena ia selalu melakukan itu selama pelajaran berlangsung dan selama menghabiskan waktu di rumah kedua.

Kepala diketuk menyentuh papan kayu penutup ruangan, Gita merenung atas. Mengingat kisah lama diantara percakapan Ibu dan Anak, Gita melamun panjang.

Dari sofa hingga ke kasur berbunga lama yang bergerak memantul, jendela membuka terang sepenuhnya serta partikel-partikel debu mengambang di ruangan sepetak, seorang anak meluruskan kedua kaki, mengayunkan pelan-pelan hingga menyentuh lutut besar yang ditutupi kain panjang.

Dibawa kotak kayu polos, Gita memandang bingung karena tatapan Ibu selalu mengarah ke benda biasa itu. Tidak mau melihat anak kecilnya disamping.

Karena rasa jahil dan penasaran bercampur padu pada Gita kecil, juluran tangan  meraih permukaan atas kotak itu.

"Eh, Gita, jangan nakal." Ibu menurunkan satu tangan nakal untuk menjauhi benda kesayangan.

Gita kecil memperbaiki duduknya dan kepala disandarkan mengenai baju sang Ibu. Beberapa kali terjatuh karena tidak seimbang dan harus menyaingi gerakan bahu Ibu, tetapi Gita tidak menyerah. Gadis kecil selalu melihat kotak kayu untuk waktu lama.

"Gita tau ini pemberian dari siapa?"

Karena anak kecil terbata-bata jika harus menjawab sekarang dan belum bisa lancar berbicara, Gita memberikan tanda menggeleng.

"Ayah memberikan kepada Ibu." Ibu menyentuh ujung hidungku. "Ayahmu memang romantis," bisik halus.

Kotak kayu tidak ada ukiran karena itu tidak spesial. Ayah mengakui bahwa semasa kuliah, tidak pernah becus menerima pelajaran, padahal jurusan yang diambil adalah bidang kekayuan. Rasa malas dan bodoh merenggut ilmu yang seharusnya dapat membawa kepada kotak kayu yang bisa diukir cantik. Namun tidak, kenyataannya.

Tentu saja sifat pemalas dan sangat sulit untuk menerima pembelajaran telah diturunkan kepada anak perempuan terakhir.

Mungkin gen ayahnya lebih kuat dan unggul dibandingkan Ibunya.

Ayah tidak pandai mengukir benda cantik seperti apa yang Ibu mau, karena Ibu menyukai bunga, jadi Ayah kesusahan membuat motif bunga ke kotak itu.

Membeli kayu berbunga saja tidak mampu, maka dengan otak cerdasnya, Ayah merakit sendiri menggunakan kayu-kayu yang didapatkan dari tetangga-tetangga ramah.

Lekukan tajam pada bagian runcing ujung kotak pun dihaluskan.

Diberikan benda empuk pada bagian dalam, mengisi benda-benda yang paling Ibu sukai. Karena Ibu menyukai tanaman bunga berbagai jenis, Ayah sengaja rela pergi berhari-hari sampai jarang pulang, demi membeli beragam jenis benih bunga.

Tujuh jenis benih yang bisa didapatkan, diletakkan dengan kemasan-kemasan yang menutupinya.

Lavender, Anggrek, Mawar, Lily, Bougenville, Tabebuya, Sedap malam.

Hadiah itu merupakan bukti sebuah cinta pasti dari Ayah, ketika ulang tahun pernikahan mereka dirayakan. Gita tidak tau angka pasti perayaan itu karena setiap kali Gita bertanya berapa lama mereka menikah, pasti Ibu tidak akan menjawabnya. Paling bisa hanya senyuman halus.

Ayah pun sama seperti istrinya. Gagap, kaku, tidak tau ingin menjawab apa karena sudah pasti lupa.

Ibu adalah orang yang paling ingat tanggal pernikahan mereka kecuali tahunnya. Dia sudah lupa, tapi tidak begitu buruk seperti suaminya.

Yap, 17 Oktober.

Pemberian itu adalah kotak polos dan seikat bunga merah. Ibu menganggapnya paling spesial di muka bumi ini.

Dan sekarang benda itu jatuh di tangan anak perempuan. Pasti, dia akan menjaga peninggalan hadiah Orang Tuanya.

1
S. M yanie
semangat kak...
pecintamieinstant: Siap, Kak 🥰👍😎
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!