Mahendra laki laki tegas dan berpendirian, ia jatuh cinta pada Retno adik tunangannya.
Satu malam Hendra melakukan kesalahan besar pada Retno, sehingga membuat gadis itu pergi meninggalkan kota kelahirannya.
Bertahun tahun Hendra hidup dalam penyesalannya, hingga tujuh tahun kemudian Retno kembali ke kota kelahirannya dengan calon suaminya.
apakah yang akan terjadi pada Retno dan Hendra, apakah kebencian masih menguasai hati Retno? dan masihkah Hendra mencintai Retno?, selamat membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bayangan
Didit mengendong putranya yang tertidur di sofa ruang tamu.
" Temani dia tidur.." ujar Ratna yang masih sibuk di depan laptopnya.
mendengar itu Didit membawa putranya itu ke dalam kamar.
Tak lama Didit kembali ke ruang tengah, menganggu istrinya yang sedang sibuk dengan pekerjaannya.
" Ayo tidur.." ajak Didit berbisik di telinga Ratna,
" ih, tidur saja duluan, aku belum selesai.." jawab Ratna,
" jangan begitu ah, lanjutkan saja besok.. Ini sudah malam.." Didit memainkan rambut Ratna.
Merasakan rambutnya di putar kesana dan kemari Ratna menatap suaminya itu.
Didit mengulas senyum, lalu mengecup bibir istrinya.
" Jalan sendiri atau kungendong?" tanya Didit,
mendengar itu Ratna rasanya geli,
" tidak usah di gendong, aku bisa jalan sendiri.." ujar Ratna bangkit dari duduknya.
Tapi Didit tetap nekat meraih tubuh istrinya itu dan menggendongnya.
" apasih?!"
" biar romantis.." jawab Didit sembari membawa Ratna ke arah kamar.
Tapi belum masuk ke dalam kamar, terdengar suara ibunya,
" Ratnaaa!! Didit..!!".
Mendengar suara sekencang itu Didit langsung menurunkan istrinya dari gendongannya, dan berjalan terburu buru ke arah kamar mertuanya, di susul Ratna.
" Ada apa Bu?!" tanya Didit setelah membuka pintu,
Betapa terkejutnya Didit dan Ratna melihat papanya tergeletak tidak sadarkan diri di lantai, sementara ibunya sedang menangis di samping ayahnya.
Didit langsung berlari kembali ke luar kamar, mencari kunci mobil yang biasanya di letakkan di laci besar di bawah TV.
Setelah menemukan kunci itu Didit segera keluar menuju garasi, di bukanya pintu mobil, lalu kembali ke dalam.
" Bantu aku mengangkat ayah?" kata Didit pada istrinya, mertuanya bertubuh tinggi besar, tentu saja Didit tidak kuat mengangkatnya sendiri.
Aryo dan Retno duduk di depan tv, keduanya duduk bersama di satu sofa panjang.
Keduanya terlihat sibuk memperhatikan jalan cerita dari film yang mereka lihat.
Sudah sejam mereka duduk tenang sembari menikmati kue kering dan keripik pisang yang Retno beli dari toko kelontong sebelah kontrakan.
" Jalan jalan ke lembangnya jadi?" tanya Aryo membuat Retno mengalihkan pandangannya dari televisi.
" kalau mas tidak capek.."
" capek sih tidak, tapi apa tidak membuang waktu? kita jarang sekali bertemu, kalau waktu kita habiskan sia sia di jalan.. Rasanya aku kurang rela.." ujar Aryo.
Retno terdiam,
" jadi kita dirumah saja?" tanyanya kemudian,
" kalau mau jalan jalan ayo.. Tapi yang dekat dekat saja.."
" ya sudah.. Apa Kata besok," Retno menaruh toples yang sejak tadi di pegangnya ke atas meja lalu berdiri.
" mau kemana?" tanya aryo menarik tangan Retno, mencegah Retno pergi.
" mau ke dapur sebentar, ambil puding yang kubuat tadi siang.."
" nanti saja.." Aryo menarik Retno agar kembali duduk disampingnya.
Keduanya beradu pandang,
" kenapa melihatku seperti itu mas?" tanya Retno,
" karena semakin kesini kau semakin cantik saja.." jawab Aryo sembari mencium tangan retno,
" ret..."
" hemm.."
" bagaimana kalau.. Pernikahan kita ajukan.." kata aryo sembari menarik Retno untuk lebih dekat dan menyandarkan kepala Retno di bahunya.
" bukankah tahun depan tinggal sembilan bulan lagi?"
" tetap saja, itu lama bagiku yang sudah menunggumu tiga tahun lamanya.."
" bersabarlah sedikit lagi mas, aku tidak akan kemana mana.."
" siapa yang tau.."
" maksudnya?"
" siapa tau ada seseorang yang merebutmu dariku..?"
" ih..! Melantur ngomongnya?" Retno mencubit paha Aryo.
" tabunganku sudah cukup Ret.. Aku juga sudah mencicil rumah di Surabaya.."
Retno memandang Aryo heran,
" sejak kapan mencicil rumah? Kenapa aku tidak di beri tahu?"
" sudah berjalan setahun, kalau kuberitahu.. Kau tidak akan mengijinkan ku..
Aku kan hanya seorang pegawai negeri sipil, kalau tidak mencicil.. Dari mana aku bisa membeli rumah?"
Retno menghela nafas panjang,
" kau marah?" tanya Aryo,
" aku tidak marah, hanya saja.. Andai setelah menikah kita pulang ke Batu, kau tidak perlu sampai menyicil rumah mas.."
" memangnya kau mau kembali ke malang?"
Retno diam tidak menjawab,
" kau bilang tidak senang hidup di malang dan setuju tinggal di Surabaya setelah menikah, karena itu aku nekat mengambil perumahan..
Aku ingin kita hidup berdua saja, lepas dari orang tuaku.." Aryo menatap Retno, berharap kata katanya di setujui,
" aku punya tanah di malang, kalau mas bicara terlebih dulu padaku,
Aku bisa menjual tanah itu guna membeli rumah di Surabaya,"
Aryo tersenyum mendengar itu,
" tidak.. Dimana letak harga diriku sebagai seorang laki laki jika sampai membiarkanmu melakukan hal itu..?"
Retno tidak menjawab, ia terdiam cukup lama,
" sekarang apa yang kau pikirkan lagi?" tanya Aryo sembari menghela dagu Retno,
Karena Retno tak kunjung menjawab, di kecupnya bibir mungil milik Retno,
" lihat aku Ret.." pinta Aryo karena Retno tidak memandangnya.
Lama Aryo menunggu dan Retno masih sibuk dengan pikirannya yang entah kemana.
Di helanya dagu Retno lebih tinggi agar bibir Retno mudah Aryo raih.
Lalu di ciumnya Retno dengan lembut dan hati hati.
Awalnya Retno membalas, perempuan itu membiarkan dirinya di cium dengan begitu mesra, ia juga mengalungkan tangannya di leher aryo
Tapi tak lama setelah itu, tiba tiba Retno terhenti,
Ia mendorong dada Aryo agar menjauh dari dirinya.
Entah kenapa, setiap Aryo menyentuhnya, ia merasa tidak baik baik saja, perasaannya menjadi kacau dan yang lebih tidak masuk akal,
bayangan wajah Hendra selalu muncul.
Tidak hanya sekali dua kali hal ini terjadi, hingga Aryo tidak lagi heran.
Selama ini Aryo hanya bisa mencium Retno, tidak bisa lebih dari itu.
Awalnya Aryo sedikit tersinggung karena Retno selalu mendorongnya menjauh.
Tapi seiring waktu Aryo menyadari, mungkin saja ada yang menganggu batin Retno.
Aryo yang semula emosi mulai tenang dan menerima keadaan..
Yang ia cintai adalah Retno secara keutuhan, bukan hanya fisiknya.
Retno mundur, ia duduk menjauh dari Aryo dengan perasaan tidak nyamannya, bayangan Hendra yang samar benar benar menganggu pikirannya, seakan akan mencegah laki laki lain untuk menyentuh Retno.
" tidak apa apa ret.." suara Aryo teduh,
Ia membelai kepala Retno penuh kesabaran.
" aku mengerti.. Kita akan belajar pelan pelan setelah pernikahan.." imbuh Aryo, namun Retno masih terdiam, tenggelam dalam kericuhan pikirannya.
Diam diam timbul rasa kesal dalam hati Retno,
tentu saja ia kesal dengan sosok Hendra yang belum juga lepas dari pikirannya, tujuh tahun berlalu, Retno pun sudah pergi jauh, tapi kenapa sosok laki laki itu masih menghantui pikirannya.
Setelah lebih tenang, Retno menatap Aryo, diam diam ia kasihan dengan laki laki disampingnya itu,
Bagaimana jika nanti mereka sudah menikah hal seperti ini masih tetap terjadi?
Bagaimana jika ia tidak bisa melayani Aryo dengan baik sebagai istri?
Retno menatap Aryo sayu,
" maafkan aku mas.." ucap Retno lirih,
" sudahlah.. Bagaimana kalau kita keluar sebentar.. Mencari angin segar di alun alun.." ujar Aryo mengulas senyum manis.
kenapa dia gak mau sm Hendra?