Aruna Nareswari, seorang wanita cantik yang hidup sebatang kara, karena seluruh keluarganya telah meninggal dunia. Ia menikah dengan seorang CEO muda bernama Narendra Mahardika, atau lebih sering dipanggil Naren.
Keduanya bertemu ketika tengah berada di tempat pemakaman umum yang sama. Lalu seiring berjalannya waktu, mereka berdua saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah.
Mereka berharap jika rumah tangganya akan harmonis tanpa gangguan dari orang lain. Namun semua itu hanyalah angan-angan semata. Pasalnya setiap pernikahan pasti akan ada rintangannya tersendiri, seperti pernikahan mereka yang tidak mendapatkan restu dari ibu tiri Naren yang bernama Maya.
Akankah Aruna mampu bertahan dengan semua sikap dari Maya? Atau ia akhirnya memilih menyerah dan meninggalkan Narendra?
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ya, terima kasih...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon relisya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Elena dibuat terkejut dengan perkataan yang keluar dari mulut Haikal, "Bagaimana dia bisa tau perasaan gue?" batinnya.
"Hahaha, nggak usah terkejut gitu. Gue tau kalo lo suka sama dia," celetuk Haikal seraya menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi tempat ia duduk.
"Benar begitu Elena?" lontar Maya yang penasaran setelah mendengar perkataan sang keponakan.
Elena yang tidak bisa mengelak hanya bisa menundukkan kepalanya saja. Di bawah sana ia meremas jari-jemarinya sendiri, dengan keringat dingin yang mulai keluar dari tubuhnya.
"Sial! Gue harus gimana? Pasti bu Maya marah besar dan pecat gue," batin Elena yang ketakutan.
"Kalo ditanya itu jawab dong! Jangan diam aja!" seru Diandra yang kesal melihat kediaman dari Elena.
"I-iya bu, maafkan saya," akhirnya Elena menjawabnya, namun masih dengan pandangan melantai.
Maya menyeringai, "Ohh, jadi benar kamu menyukai anak saya?"
"Maafkan saya bu Maya, saya sudah lancang. Tapi saya nggak bisa untuk bohongin hati saya sendiri," jelas Elena.
"Oke nggak masalah kalau kamu suka sama Narendra. Saya akan dukung kamu untuk mendekatinya, kalau bisa buat dia jatuh cinta dengan kamu!" pinta Maya dengan tegas.
"Mama serius?" tanya Diandra sedikit terkejut.
Sedangkan Elena yang juga terkejut hanya bisa mengangkat kepalanya, sembari menatap ke arah Maya dengan mata yang membulat sempurna.
Maya beralih menatap ke arah sang putri, "Dia lebih pantas daripada wanita miskin itu Diandra!"
"Yaudah deh terserah mama aja!" seru Diandra pada akhirnya.
"Jadi, bagaimana Elena? Kamu bisa kan dekati anak saya?" Maya kembali bertanya kepada gadis itu.
Elena tambah terkejut dengan pernyataan itu, "Ma-maksud bu Maya gimana?"
"Buat Narendra jatuh cinta sama kamu!" Maya mengulanginya kata-katanya lagi.
"Tapi kenapa bu? Nanti istri pak Narendra bagaimana?" lontar Elena yang khawatir.
"Kamu nggak usah pikiran masalah itu, yang harus kamu pikirkan adalah bagaimana caranya Narendra bisa secepatnya jatuh cinta sama kamu," jawab Maya.
Elena yang kebingungan tak langsung menjawab. Ia masih takut jika ini hanyalah permainan saja, dan suatu saat pasti Maya akan melarang Narendra untuk mendekatinya.
"Jangan kebanyakan mikir deh! Lo harusnya bersyukur karena gue sama mama sendiri yang suruh lo buat dekatin kak Naren. Lo juga nggak usah khawatir, karena kita juga akan bantuin lo," celetuk Diandra yang sudah malas berada di sini.
"Kesempatan nggak datang dua kali Elena! Jika kamu menolaknya, maka saya akan cari orang lain yang mau menuruti perkataan saya ini!" Maya menekankan kata-kata terakhirnya.
Mendengar kata 'orang lain', seketika itu juga Elena langsung terkesiap. Ia tidak boleh melepaskan kesempatan emas ini, belum tentu dia bisa mendekati Narendra sendiri tanpa bantuan dari Maya dan Diandra.
"Baik bu Maya, saya setuju dengan perkataan anda barusan. Mulai besok saya pastikan pak Narendra akan pulang larut malam, dan saya pastikan pak Narendra akan jatuh cinta dengan saya," ucap Elena dengan percaya diri.
Maya semakin menyeringai ketika mendengarnya, "Bagus Elena, saya janji akan menerima kamu sebagai menantu saya nantinya,"
"Terima kasih bu Maya," ucap Elena tersenyum bahagia.
"Sekarang lebih baik kamu kembali lagi ke kantor, jangan sampai ada orang yang mengetahui pertemuan kita ini," pinta Maya ketika sudah merasa tidak ada lagi yang dibicarakan.
Tanpa banyak berucap, Elena langsung berdiri, "Baik bu Maya, kalau begitu saya permisi dulu. Selamat siang bu Maya, bu Diandra, dan pak Haikal."
Maya, Diandra dan juga Haikal hanya menjawabnya dengan senyuman kecil saja. Lalu, Elena berjalan sedikit cepat meninggalkan restoran tersebut. Ia merasa menang daripada Aruna, karena saat ini dirinyalah yang mendapatkan dukungan dari Maya.
"Lihat saja Aruna, sebentar lagi suami lo pasti akan jadi milik gue." Batin Elena yang terus berjalan keluar dari restoran tersebut.
Setelah Elena pergi, Maya, Diandra dan Haikal juga memutuskan untuk segera pergi dari sana sebelum Narendra mengetahuinya.
"Padahal tadi Haikal asal bicara aja tan, nggak taunya dia emang punya perasaan sama Narendra," cetus Haikal sembari mengemudikan mobil milik Maya.
"Nggak masalah, ini akan mempermudah kamu untuk mendekati Aruna," jawab Maya dengan santai.
"Iya juga sih tan, kalo nggak gitu pasti Narendra nggak akan izinin aku antar jemput Aruna," ucap Haikal.
"Makannya itu kamu harus bersyukur karena Elena beneran suka sama Narendra. Kita juga nggak perlu repot-repot buat naikin gajinya lagi kan?" lontar Maya.
"Iya tan," jawab Haikal.
"Iya sih ma, tapi mama serius mau jadiin dia menantu di rumah kita? Dia itu cuma sekretaris ma," Diandra yang duduk di kursi belakang mengungkapkan keluh kesahnya.
"Kamu tenang aja Di, untuk masalah itu kita pikirkan nanti. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya Aruna dan Narendra berpisah," ujar Maya sembari melirik sang putri.
Diandra menghembuskan napasnya kasar, "Yaudah deh, aku ngikut mama aja,"
"Terus ini kita mau ke mana tan?" lontar Haikal yang kebingungan.
"Gimana kalo kita pergi ke butiknya Aruna aja ma?" Diandra memberikan idenya.
Maya menoleh kebelakang sebentar, lalu kembali menatap lurus ke depan, "Mau apa datang ke sana?"
"Nggak mau apa-apa sih ma, sekalian juga anterin kak Haikal biar tau sana. Lucu kan kalo kak Haikal belum tau butiknya, tapi udah disuruh antar jemput orangnya?" lontar Diandra.
"Bener tuh tan! Sekalian juga aku mau pendekatan sama Aruna!" seru Haikal yang terlihat bersemangat.
Maya menghela napasnya dalam, lalu membuangnya secara perlahan. Memang ada benarnya perkataan dua bocah itu, dengan begitu pasti rencananya akan segera berjalan, dan Aruna juga akan segera keluar dari rumahnya.
"Yaudah, mama ikut aja kalian mau ke mana," jawab Maya.
"Diandra, kamu yang tunjukkan jalan ke Haikal ya," sambung Maya lagi.
"Siap ma!" seru Diandra dari belakang sana.
Haikal yang sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan Aruna langsung menambah laju kecepatan mobil. Namun ia tidak berani terlalu kencang, karena takut Maya dan Diandra akan marah besar.
.
Saat di tengah perjalanan, tiba-tiba saja Diandra mendapatkan sebuah telepon dari sang kekasih.
"Halo sayang, ada apa?"
"..."
"Oh, iya iya. Aku ke sana sekarang juga,"
"..."
"Nggak kok, aku sama sekali nggak sibuk. Walaupun aku sibuk, pasti aku akan luangin waktu buat kamu,"
"..."
"Iya sayang, love you,"
"..."
Setelah percakapan singkat tersebut, Diandra kembali memasukkan ponselnya ke dalam tasnya.
"Galang kenapa Di?" tanya Maya yang penasaran, karena tidak bisa mendengar dengan jelas percakapan antara Diandra dan Galang.