Sebuah tragedi menimpa keluarga gadis berusia 18 tahun bernama Larissa Haninda. Sang Ibu dimasukkan ke dalam jeruji penjara oleh Adiknya sendiri. Wanita itu menuduh Ibu Larissa telah membunuh Kakaknya yang tak lain suami atau Ayahnya Larissa. Si Bibi pun mengusir keponakannya dari rumah, dia tidak peduli dengan apa yang akan terjadi pada gadis tersebut diluaran sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shn_Bryy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 14
Setelah menikah, Larissa diminta untuk belajar bela diri oleh suaminya. Tanpa gadis itu ketahui, keluarga Wardhana selain memiliki koneksi mereka juga memiliki banyak musuh. Pram ingin istrinya tersebut bisa menjaga diri jika suatu saat dia sedang bepergian ke luar kota atau negri. Bisa saja dia meminta bantuan kakaknya mengawasi Larissa dari orang-orang yang membencinya. Namun, Riko juga pasti mempunyai urusannya sendiri, tidak akan selalu berada didekat sang adik ipar. Pram ingin melihat istrinya menjadi wanita kuat, mandiri, tangguh dan tidak lemah ketika ditindas oleh seseorang.
Setiap sore Larissa dilatih suaminya. Keluhan demi keluhan dia lontarkan pada Pram, rasa lelah terus dia rasakan, badannya pun terasa pegal-pegal namun sang suami tidak menghiraukan. Menurutnya Pram adalah pria kejam, tidak membiarkan dirinya untuk istirahat walau hanya beberapa menit saja. Jika Larissa membantah maka gadis itu akan mendapatkan hukuman.
“Aku nggak mau dipeluk terus tiap tidur, sesak banget,” gumamnya sambil berdiri melamun. Dia tidak sadar bahwa suaminya siap menyerang.
Pram berhenti sejenak, dia mengangkat sebelah alisnya heran. Lalu tangan kekar itu mengacak rambut gadis cantik didepannya. Dia sedikit menunduk, menatap Larissa lekat sampai membuat jantungnya berdegup kencang. Hidung mungil milik istrinya dia cubit lembut, walaupun sedang melamun tapi pesona kecantikan Larissa tetap terlihat bahkan menggemaskan.
“Kenapa hm?”
Larissa menggelengkan kepalanya cepat. Dia membuang muka saat pria tampan di depannya menatap tajam. Dengan nada lirih Larissa berkata maaf, dia merasa belum siap untuk melakukannya. Pram tersenyum, dia kembali mengelus istrinya. “Masalah itu? Aku akan menunggu sampai kamu siap. Lagipula kamu masih ingin melanjutkan sekolah bukan?”
“Iya, makasih Om.”
Pram langsung berdehem dan memasang wajah dingin saat Larissa menyebutnya Om. Gadis itu terkekeh, menutup mulut lalu meminta maaf. Lupa jika keduanya telah menikah dan kini mereka merupakan sepasang suami istri. Tak hanya bibirnya yang tersenyum tetapi matanya juga, Larissa benar-benar menjadi gadis yang menggemaskan kala senyuman itu diperlihatkan. Dengan wajah yang masih dingin, Pram memperingatkan istrinya untuk tidak memberikan senyuman tersebut pada pria lain selain dirinya.
Satu ciuman mendarat di keningnya. Sudah tiga kali Larissa mendapatkannya. Dia sedikit merasa bersalah pada suaminya itu, di saat orang lain melakukan malam pertama setelah pernikahan berbeda dengan mereka. “Udah mau maghrib, ayo masuk.” Pram meraih tangan istrinya, membawa Larissa masuk kedalam rumah. Rara yang sedang beres-beres melihat keromantisan tuannya merasa kesal. Sedangkan Mitha tersenyum miring melihat kesalahan itu.
“Kamu itu harus sadar diri Ra, tuan muda Pram nggak akan pernah suka sama wanita modelan kayak kamu. Jangan berpikiran untuk merebutnya dari Larissa.”
Matanya langsung menatap tajam Mitha. Dia melemparkan kain lap juga kemoceng yang di pegangnya. “Bukan urusan kamu!”
Gavin bersama Sania selalu menghabiskan waktu berdua. Tapi mereka tidak menjalin hubungan yang spesial, Sania tahu jika cowok di sampingnya itu hanya menyukai sang sahabat, Larissa. Entah bagaimana reaksi keduanya ketika mengetahui bahwa sahabatnya sudah menikah? Akan dipastikan ada dua perasaan yang berbeda yang mereka rasakan. Satunya merasa senang dan satunya lagi merasa sedih.
“Kamu mending ngomong lagi ke Larissa, Vin. Kalo kamu tuh masih suka dan cinta sama dia, aku yakin Larissa juga masih memiliki perasaan yang sama kayak dulu. Nggak akan ada seseorang yang menghalangi cinta kalian lagi.”
“Nunggu waktu yang tepat aja, takutnya nanti ditolak lagi.” Gavin menghela napasnya, dia melihat ponselnya ada foto dirinya bersama sang pujaan hati. Besok paginya, Larissa bersiap dengan seragam sekolah. Pram memindahkan istrinya ke sekolahan baru, dia tidak mau jika Larissa kembali ke sekolah lamanya. Tempat dimana istrinya akan dilecehkan oleh si anak kepala sekolah.
“Bona akan mengantar kamu, aku ada kerjaan yang harus segera diurus nggak papa kan?”
“Iya, semangat kerjanya.” Larissa menganggukkan kepala lalu dengan ragu memberikan kecupan di pipi Pram setelahnya gadis itu pergi keluar kamar.
Di dalam kamar, Pram loncat-loncat seperti anak kecil. Dia memegang pipinya yang baru saja mendapatkan kecupan manis dipagi hari dari istrinya. Sedangkan Larissa merasa malu dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Akibat tidak fokus gadis itu menabrak Riko. Raut wajah kakak ipar terlihat seperti biasanya, ketus.
“Pagi,” sapa Larissa sambil mengangkat tangannya.
“Hm....”
Riko mulai melangkahkan kaki, namun langkahnya tersebut terhenti saat mendengar ocehan Larissa. Dia menghela napasnya berat, berbalik badan menatap si adik ipar dengan tatapan dingin. Mereka berdua kini terlihat seperti adik kakak yang tidak pernah akur. Sikap Riko kembali ke setelan awal, padahal saat acara pernikahan kemarin dia begitu berbeda.
“Apa?! Minta uang jajan buat sekolah? Nggak dikasih kah sama suami kamu?”
Larissa tidak menjawab, dia mengibaskan rambutnya berjalan melewati Riko yang masih berdiri. Pram tertawa kecil di atas tangga melihat pertengkaran antara istrinya dengan sang kakak. Sifat Larissa mulai terlihat, dia sebenarnya gadis yang ceria dan aktif. Namun semenjak kasus itu seketika berubah menjadi pendiam.
Pram memukul pelan pundak kakaknya, dia mengatakan jika istrinya itu sudah diberikan uang jajan yang sangat banyak. Riko berdecih, dia melepaskan tangan adiknya yang masih ada di bahunya.