Kalista langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Julio, kakak dari sahabatnya yang merupakan seorang CEO muda. Selain memiliki ketampanan dan kerupawanan, Julio juga memiliki karakter yang sangat baik, penyayang dan tidak suka memandang rendah seseorang. Kalista jatuh hati padanya, terutama pada ketampanannya, maka bagaimanapun jalan yang harus ditempuh, Kalista akan mengejar Julio.
Ketampanan dia tidak boleh disia-siakan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Candradimuka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14.
Kalista yang had no idea bahwa bapaknya ada di ruangan Sergio cuma tersenyum-senyum menunggu Julio kembali. Dia pergi cukup lama. Mungkin sekitar setengah jam sebelum dia kembali dengan sejumlah orang yang membawa barang-barang.
"Pak—Kak Julio serius aku kerja sama Kakak sekarang?"
Julio cuma bisa tersenyum karena mulutnya lelah habis meladeni Rahadyan. "Yap," jawabnya singkat. Fokus melihat orang-orang mengatur meja dan kursi untuk Kalista bisa duduk, mengerjakan tugas yang akan diberikan nanti.
"Tapi Kak, kok sampe kerja di ruangan Kak Julio? Beneran boleh? Serius?" Kalista terlalu senang sampai dia tak percaya.
Tentu saja Julio tidak bisa bilang bahwa alasannya memindahkan Kalista adalah agar dia tidak bertemu siapa-siapa. Agar Julio bisa terus menyibukkan dia dengan pekerjaan dan menghentikan dia bersosialisasi di mana dia terus dipanggil anak gundik.
"Aku enggak terlalu suka manggil-manggil orang dari luar," jawab Julio asal. "Lebih enak ngasih tau sesuatu langsung. Tapi kamu jangan berisik kalo lagi kerja, oke? Sisanya terserah kamu."
Kalista penuh kepatuhan mengangguk, menerima ucapan Julio sebagai Firman Tuhan yang suci.
Dengan cepat meja dan kursi Kalista jadi, bersama semua peralatan yang diperlukan untuknya di sana. Kalista pun duduk di sana, senyum-senyum melihat Julio duduk di kursi CEO, mulai fokus pada layar komputer.
Hehe, memang orang ganteng dipandangi bagaimanapun tetap menghibur hati.
"Kalista," ucap Julio setelah lama fokus. "Aku kirim file ke komputer kamu, koreksi kalo ada salah kata."
"Siap, Pak." Kalista cengengesan senang diberi perintah. Duh, makin hot malah kalau dia serius.
Sepenuh hati, jiwa dan raga Kalista mengerjakan tugasnya, demi mendapat pujian dari Julio. Begitu selesai Kalista mengirimnya balik.
"Kamu udah pastiin?"
"Sudah, Pak."
Julio fokus pada layar tapi masih sempat berkata, "Saya bukan bapak-bapak."
"Siap, Sayang," gumam Kalista tanpa suara. "Siap, Kak, hehe."
"Hehe," Julio menoleh, "kalo gitu sekarang baca semua file yang saya kirim, hafalin, presentasi ke saya nanti sore tanpa nyontek. Kalo ada salah kata, koreksi juga. Oke?"
Wajah Kalista langsung pucat. "Nanti sore, Kak?"
"Jam lima, kira-kira." Julio beranjak dari kursinya. "Jangan ke mana-mana sebelum saya balik. Nanti jam makan siang sekretaris saya nganterin makanan, camilan sama minum ambil sendiri di sana." Julio menunjuk sudut tempat mesin kopinya berada. "Jadi enggak ada alasan buat ke mana-mana. Fokus."
Kalista mengangguk kaku dengan kepala yang sudah pening. Sialan! Kalista paling benci presentasi sejak jaman SMA! Lagian memangnya sekretaris tuh presentasi, yah?
*
"Halo, Budak Korporat."
Kalista langsung mendongak dari komputer begitu pintu ruangan Julio dibuka dan Sergio datang menenteng nampan makanan.
"Sergioooooo!" rengek Kalista seketika. Gadis itu bahkan menggaruk kepalanya, siap untuk mewek detik itu juga. "Kak Julio nyuruh gue presentasi, masa! Nanti sore pulak! Hueeeeee!"
"Mampus lo." Sergio malah terbahak. Lompat ke atas meja Kalista dan meletakkan makanannya begitu saja. "Lo kira kerja kantoran bisa modal cantik doang? Nehi, Sayang."
"Tapi kan sekretaris tuh kerjanya bukan presentasi! Gue magang buat jadi sekretaris!"
"Heh, Kecebong, udah dibilang tugas karyawan tuh dengerin bosnya. Lo belum liat karyawan disuruh dijilatin kaki bosnya biar enggak dipecat?"
"Huek!"
Sergio terkekeh. Mengacak-acak rambut Kalista yang sudah berantakan karena dia menggaruknya frustrasi. "Mau gue bantuin?" tawarnya sekalipun tahu Julio pasti menyuruh Kalista begini biar dia sibuk saja.
Kerjaan ini sebenarnya tidak ada gunanya.
Mendengar ucapan Sergio yang sangat manis bagaikan madu, Kalista langsung memasang wajah anjing kucu. "Pliiiiis?"
Wajah yang membuat Sergio cuma bisa menahan debaran jantungnya. Hah, Kalista. Sebenarnya kapan dia menyadari bahwa Sergio—
Ting!
Sergio merogoh sakunya, mengeluarkan ponsel hanya untuk melihat chat Julio.
Julio :
Kamu nengok Kalista?
Jangan bantuin.
Sergio :
Masa gue enggak boleh bantuin cewek gue?!
Julio :
Aha, karena kamu babunya bukan pacarnya.
Inget kan?
Cuek.
Ceh! Dasar pengganggu hubungan orang.
"Gak jadi gue bantuin." Sergio melompat turun dari meja. "Gue sibuk."
"Heh! Lo udah janji mau bantuin!"
"Cuma nanya, bukan bilang janji." Sergio menjulurkan lidah. "Adios, Beibeh."
"SERGIO!"
Kalista mengacak-acak rambutnya untuk melampiaskan frustrasi. Memang dasar temam breng-sek. Tapi sekalipun Kalista bernafsu mengejar Sergio untuk menimpuk dia dengan sepatu, Kalista harus tetap di sini mengerjakan tugasnya.
Sambil cemberut, Kalista melahap sandwich pemberian Sergio.
Haduh, nanti sore ia bakal ditertawakan oleh Julio.
*
Sesuai dugaan, presentasi Kalista gagal total.
Gadis itu menunduk malu pada dirinya sendiri karena tidak berhasil melakukan yang terbaik padahal seharian suntuk berusaha. Sedangkan Julio justru menahan senyum pada ekspresi Kalista sekarang.
Tentu saja dia tidak berhasil. Kalista tidak pernah bekerja sebelumnya dan dia hanya lulusan SMA—walau itu SMA terbaik di negara ini. Hal-hal yang Julio mintakan padanya mustahil sebab Kalista tidak tahu seluk-beluk dari isi file itu, juga dia tampaknya tidak terlalu percaya diri bicara di depan orang dalam situasi formal.
Lucu, kalau kata Julio sekarang. Ia pikir Kalista itu percaya diri karena dia sampai datang ke sini buat mengejar Julio, tapi sepertinya dia justru tidak punya kepercayaan diri selain pada hal kecil.
"Maaf, Pak." Kalista meminta maaf sungguh-sungguh. "Publik speaking saya selalu eror kalo kayak gini. Terus juga—"
Julio mengangkat tangan, mengisyaratkan dia berhenti. Sejak awal Julio melakukan ini supaya Kalista mengundurkan diri, jadi memang bagus kalau dia sekarang berpikir dia salah tempat.
"Enggak pa-pa." Julio membuat ekspresi kecewa tapi juga terkesan pasrah karena Kalista karyawan nepotisme tingkat akut. "Duduk lagi."
Reaksi Julio itu jelas membikin Kalista ketar-ketir. Dengan sedikit gemetaran Kalista duduk, tapi kemudian sibuk mengintip ekspresi Julio.
Dia pasti menganggap Kalista sangat bodoh sekarang. Dia pasti sedang berpikir bahwa Kalista membuang-buang waktunya dan Kalista sangat merepotkan. Dia pasti berpikir bahwa Kalista itu menyebalkan dan mengganggu dan seharusnya tidak ada di sini.
Dia pasti membenci Kalista sekarang.
Sepanjang hari, Kalista memikirkan hal itu. Apalagi waktu jam pulang kantor tiba, Julio sedikitpun tidak menoleh tapi sibuk mengurus sesuatu di layar super lebar dekat mejanya.
Kalista beranjak sambil diam-diam pamit, tak mau mengganggu. Tapi sebelum mencapai ke pintu, Julio menghentikannya.
"Kalista."
"Iya, Pak?" Kalista menjawab sangat cepat.
Tapi Julio menoleh dan menatapnya tanpa suara. Cukup lama Kalista gugup sampai ia mengerti maksudnya apa.
"Iya, Kak?" ulangnya, untuk mengubah panggilan.
"Kopi."
Eh? Setelah sekian lama diam, sekarang dia minta kopi?
Tapi karena dia ganteng, Kalista maafkan. Buru-buru ia kembali buat meletakkan tasnya, pergi ke sudut di mana mesin kopi bahkan rak camilam diletakkan. Kalista juga menyiapkan kue dari lemari es kecil, membawanya ke meja Julio.
"Silakan, Pak—eh, maksudnya Kak."
*
aaaahhhh sedihnya akuu
knpa harus yg terakhir ini😥😥😪😪
gmna nanti klanjutannya
ganas juga julio kalau dikasurrrr ya
biar uppp😊😃😁😂
plissssss up lagiiii
gmna reaksi sergiooooo😭😭😭😢