Arif Pradipta, begitu Emak memberiku nama ketika aku terlahir ke dunia. Hidup ku baik-baik saja selama ini, sebelum akhirnya rumah kosong di samping rumah ku di beli dan di huni orang asing yang kini menjadi tetangga baruku.
kedatangan tetangga baru itu menodai pikiran perjakaku yang masih suci. Bisa-bisanya istri tetangga itu begitu mempesona dan membuatku mabuk kepayang.
Bagaimana tidak, jika kalian berusia sepertiku, mungkin hormon nafsu yang tidak bisa terbendung akan di keluarkan paksa melalui jari jemari sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
¹³ Ada Yang Aneh
Mungkinkah sedang kecapekan? Entahlah. Jadi, terpaksa aku membuang ego dan berinisiatif memberinya kesenangan, siapa tahu dengan begitu, dia jadi bersemangat lagi.
Namun, tadi malam aku seperti mendapati Mas Nata yang dulu, seperti awal-awal kami menikah. Dia memujaku dalam kehangatan cinta. Gemericik air terdengar dari kamar mandi, pasti suamiku itu sedang mandi keramas.
Semoga setelah tadi malam, hubungan kami kembali rekat seperti dulu. Tidak lama, priaku keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk sebatas perut, memperlihatkan dada dengan otot-otot serupa roti sobek. Dada bidang yang selalu ku jadikan tempat untuk bersandar.
I love you my husband, Mas Nata.
Namun, tunggu... aku menangkap sesuatu yang salah setelah menyelisik tubuhnya bagian atas. Rambut nya kering.
"Yang, kamu nggak keramas?"
"Hmm, memang kenapa?"
"Semalam 'kan kitaa ...." Aku malu untuk sekadar melanjutkan kalimat.
"Oh, iya... saya lupa. Hehe." Mas Nata tertawa sumbang.
Dih, apaan sih Mas Nata? Masa iya, setelah enak-enak sama istrinya, terus lupa begitu saja? Entah kenapa, aku dongkol. Kembali... aku merasa tak di cintai.
Sebuah suara yang keluar dari gawai Mas Nata mengalihkan perhatian kami. Pria ku itu segera meraihnya, padahal jarakku berdiri lebih dekat dengan gawai tersebut dari pada dirinya, 'kan bisa saja dia memintaku untuk mengambilkannya?
Mas Nata seolah tak memberiku kesempatan untuk melihat nama pengirim pesan yang tertera pada layarnya. Setelah membaca pesan tersebut, Mas Nata mengambil kemeja yang biasa dia gunakan untuk bekerja di wardrobe dan memakainya dengan tergesa.
Aku mengerutkan alis. Memangnya Mas Nata mau ke mana? Jangan bilang kalau mau bekerja, ini 'kan hari minggu? Lagian, bosnya saja masih menginap di sini, belum bangun pula.
"Mau ke mana, Yang?" tanyaku yang di abaikan oleh Mas Nata. Suamiku itu sedang sibuk merapikan pakaian di depan cermin.
"Yang, saya keluar sebentar, kamu baik-baik di rumah ya. Awas, jangan keluar rumah sendirian! Di luar banyak buaya yang siap menerkam mangsa. Kalau butuh apa-apa, minta tolong Angga untuk mengantar, tapi ingat, jangan jauh-jauh keluar rumahnya. Belanja di dekat-dekat rumah saja," ujar Mas Nata sambil mengelus puncak kepalaku.
Setelahnya, dia meninggalkanku begitu saja di dalam kamar. Ingin sekali, aku memberondongnya dengan banyak pertanyaan. Namun, situasi sedang tidak memungkinkan. Mas Nata sedang terburu-buru. Jika aku menghambat langkahnya, tidak menutup kemungkinan, dia malah marah sama aku.
Sesungguhnya aku kesal, waktu dan perhatian Mas Nata untukku jadi tersita. Ku kira, setelah tadi malam, hubungan kami kembali hangat.seperti dulu.
Aku menyusulnya keluar kamar, ingin mengantarnya sampai depan rumah.
"Loh, ternyata mereka juga sudah.rapi?" gumam ku lirih.
Aku mendekati sumber suara yang berasal dari kamar tamu. Tidak terlalu jelas, tapi mirip orang mengobrol dengan berbisik-bisik. Demi mendengarnya dengan jelas, aku menempelkan daun telinga pada lubang kecil tempat memasukkan kunci.
"Beb, ayo dong!"
"Dikit aja gapapa."
"Gue udah nggak tahan, nih."
"Ayok lah."
Bukan hanya telinga, tapi hatiku juga panas ketika mendengar kalimat-kalimat absurd yang keluar dari sumber suara. Mungkinkah Mas Nata sedang bersama dengan selingkuhannya? Aku membayangkan apa yang di lakukan suami di dalam sana.
Jadi, dia tadi menolak ku hanya untuk bersenang-senang dengan perempuan lain. Tega sekali dia. Tanpa terasa cairan bening menganak sungai di pipi. Aku sudah tidak tahan jika hanya bergeming di depan pintu, tanpa melakukan apapun.
Ku pegang handle pintu yang terbuat dari alumunium itu. Tangan ku gemetar dan terasa dingin ketika menyentuh benda tersebut.
Berbanding terbalik dengan keadaan hatiku saat ini-panas dan gerah. Jantung pun berdegup lebih kencang. Sanggup kah aku menerima kenyataan pahit ini? Tubuh ku seperti daging tanpa tulang belulang, lemas dan hampir limbung.
Jalanku untuk mengungkap kenyataan seperti di permudah, pintu itu tidak terkunci. Aku membukanya sedikit demi sedikit. Selain agar tidak menimbulkan suara, juga untuk mengumpulkan segenap keberanian. Jujur, aku masih takut menerima kenyataan pahit ini.
Pintu sudah terbuka dan aku siap untuk mengumpat serta mencakar manusia yang ada di bilik itu. Namun, aku di buat terkejut, setelah tahu siapa yang ada di dalam.
"Angga, kamu ngapain tiduran di kamar tamu?"
Lelaki itu sama terkejutnya dengan.ku. Dia terlonjak hingga handphone yang ada di tangan nya terjatuh ke kasur. Wajah nya mendadak berubah seperti kepiting rebus.
Dia rebahan tanpa memakai baju atasan yang membungkus dada. Layar gawai tersebut menyala dengan minim cahaya. Entah video apa yang tengah di putar Angga, tapi aku malu sendiri mendengar suara yang keluar dari benda digital tersebut.
Sesaat kemudian, Angga mengambil benda pipih itu dan menyentuh layar nya hingga tak lagi mengeluarkan suara.
"Loe lagi ngapain?" Tanya ku
"M-mbak Rifani ... ngapain ?"
"Lah, di tanya malah balik nanya," gerutuku.
"I-itu, ac di kamar gue sedang bermasalah. Gerah banget, Mbak." Ucap Angga
"Hmm... yaudah, besok panggil tukang servis aja."
"Tapi ngomong-ngomong, kamu lagi nonton apa?" lanjut ku karena masih penasaran dengan layar gawai yang tadi sempat menyala.
"Ah, bukan apa-apa, Mbak."
"Bukan apa-apa? Coba sini, mbak pengen liat."
"Beneran bukan apa-apa! Cuma konten youtube aja kok." Angga teguh pada pendiriannya, tidak mau menunjukkan handphonenya.
"Ya udah, cepetan tidur. Awas, jangan nonton video aneh-aneh loh!" Seruku sambil menutup pintu lagi.
"Sayang, lagi ngapain di kamar tamu?"
Terkejut untuk yang kedua kalinya. Entah dari arah mana, suamiku tiba-tiba sudah ada di belakangku.
"Hmm, tadi saya mencari mu, Mas. Kukira kamu yang ada di dalam."
Mas Nata menatapku dengan menarik sebelah alisnya ke atas,
"Mencari ku?"
"Iya, tadi 'kan, Mas pamit ke kamar mandi, tapi pas saya cari, Mas Nggak ada di sana."
"Oh, hmm, itu... saya mencari udara segar di teras," ujar Mas Nata meyakinkan.
"Ya udah, siap-siap bobok aja, yuk, Yang. Sudah ngantuk banget, nih."
Di raihnya pinggulku mendekatnya, agar langkah kami seirama. Baru beberapa menit, Mas Nata sudah terlelap di samping kiri. Sementara aku malah terjaga. Sulit sekali memejamkan mata ini.
Pikiran ku sibuk mereka ulang kejadian beberapa jam terakhir. Semakin lama, Mas Nata semakin menunjukkan sikap-sikap aneh. Dia seperti menyimpan sesuatu di belakang ku dan menutupinya rapat-rapat. Aku seperti tidak mengenali suami ku lagi.
Di atas nakas, gawai Mas Nata berkedip-kedip tanpa henti hingga membangkitkan rasa keingintahuan ku. Nakas tersebut berada di sisi kiri ranjang, dekat dengan posisi tidur Mas Nata.