Hallo readers. Selamat datang di cerita pertama author. Mohon dimaklumi kekurangannya ya.
__________
Kehidupan seorang gadis cantik berusia 18 tahun yang sering dipanggil Jeje. Hidup tanpa kasih sayang seorang ibu.
Namun dia memiliki sosok ayah yang sempurna. Kasih sayang dan perhatiannya tanpa batas. Dia sangat menyayangi putri bungsunya. Menjaganya bak berlian paling berharga di dunia.
Jeje juga memiliki seorang kakak laki laki yang melengkapi kebahagiaan hidupnya. Walaupun mereka sering bertengkar, tapi kasih sayang di antara keduanya tak dapat dijabarkan dengan kata kata.
Dibalik kebahagiaan itu semua, ada sisi gelap kehidupan yang dijalani daddynya. Tak jarang berbagai bahaya selalu mengancam keselamatan dirinya.
Bagaimana Jeje menghadapi setiap ancaman itu? Mampukah dia menjalaninya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DeLiani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. KEPUTUSAN JEJE
Harsen baru sampai di rumah nya, dia tidak menyetir sendiri. Axel, sang kaki tangan kepercayaan sekaligus sekretaris di perusahaannya, merasa khawatir dengan keadaan majikannya, lalu dia mengantarkannya dengan beberapa anak buah yang lain mengikutinya dari belakang dengan mobil lain.
Saat masuk rumah, Axel masih mengikuti Harsen dengan menenteng tas kerja bosnya.
Harsen berhenti di ruang tamu, berbalik pada Axel dan berbicara padanya.
"Sepertinya besok aku akan libur. Kau, atur semuanya di kantor. Aku tidak ingin Jeje semakin curiga dan mengetahui penyelidikan kita. Kau tau sendiri akhirnya jika itu terjadi. Dia akan mengacau dan memaksa ikut. Terus lanjutkan penyelidikannya, dan beritahu aku jika ada kabar terbaru." jelas Harsen.
"Baik, bos." Axel mengangguk mengerti perintah majikannya.
"Sekarang pergilah." perintah Harsen.
Axel menundukkan badannya sedikit, menunggu Harsen masuk kemudian menyerahkan tas kerja kepada pelayan. Dia pun keluar dan bukannya pulang ke rumah, dia malah kembali ke markasnya bersama anak buah nya yang lain.
Saat Harsen berjalan menuju kamarnya dia melihat Rey sedang berjalan menuruni tangga. Harsen dengan ekspresi datar menatap tajam putra sulungnya.
"Dadd." sapa Rey saat melihat Harsen pulang dan sedang menatapnya kurang ramah.
Rey mengerti dia salah karena meninggalkan adiknya demi kepentingannya sendiri. Tapi Rey melakukan itu untuk adiknya juga. Dia ingin membantu daddynya menyelidiki kasus ini dengan kemampuan 'hacker' nya. Dan dia mendapatkan satu petunjuk, namun belum pasti. Jadi dia tak akan memberitahukannya dulu pada Harsen. Biar dia memastikannya lagi lebih dalam.
"Darimana saja kau. Kenapa kau meninggalkan adikmu. Sudah daddy katakan, jangan sampai dia merasa kesepian dan ketakutan lagi!" ujar Harsen dengan suara rendah menahan kesal pada anak sulungnya ini.
Rey yang mendengar suara Harsen, menelan salivanya dengan susah. Bisa habis dia jika membuat daddynya marah.
"Sorry, dadd. Tapi aku juga mengkhawatirkan Jeje. Dan aku tak bisa terus berdiam diri dengan menunggu. Aku ingin membantu daddy menyelidiki semua ini dengan kemampuanku." jawab berani Rey walau sedikit gemetar.
Harsen yang mendengar itu tidak melunak.
"Tidak perlu. Itu urusan daddy. Kau hanya perlu menjaga adikmu dengan baik." ujarnya lagi.
Rey menunduk takut.
Kini ekspresi Harsen sedikit berubah dan menatap Rey dengan wajah lelahnya.
"Daddy juga tak ingin sesuatu terjadi padamu. Daddy sangat menyayangi kalian. Daddy tidak memiliki siapapun lagi selain kalian. Jadi daddy mohon, jangan bertindak gegabah tanpa ijin dari daddy. Itu bisa saja membahayakanmu juga Rey!" Akhirnya dia meluapkan segala resahnya yang dia pendam selama ini.
Harsen mengusap wajahnya kasar sambil menghela napas dalam berkali kali.
Rey yang melihat itu merasa bersalah.
Dia mendekati Harsen dan memeluk tubuh kekar itu.
"Sorry dadd. I'm so sorry. Aku berjanji akan menuruti perintah daddy dan menjaga Jeje dengan baik." ujar Rey sedih.
Harsen membalas pelukan Rey, dan menepuk nepuk punggung kokoh putranya.
Walaupun sudah dewasa, Harsen tak akan membebaskan putranya begitu saja. Terlalu banyak bahaya di luar sana yang mengancam keselamatan anak anaknya.
Harsen menghela napas sebelum menjawab.
"Baiklah. Lupakan semuanya. Pergilah istirahat, ini sudah malam. Apa adikmu sudah tidur?" tanya Harsen tak ingin memperpanjang masalah.
"Dia baru saja terlelap. Dia sangat mengkhawatirkan daddy sampai menangis." jawab Rey.
"Daddy akan menemuinya nanti dan meminta maaf. Istirahatlah."
Rey mengangguk kemudian berbalik menuju kamarnya.
Harsen melangkah menuju kamarnya. Membersihkan diri supaya tubuhnya lebih segar.
Setelah berganti pakaian, Harsen naik menuju kamar Jeje.
Tanpa mengetuk pintu, dia masuk perlahan tanpa menimbulkan suara, takut jika tidur putrinya terganggu.
Setelah sampai tempat tidur, lalu duduk di samping tubuh Jeje. Dia menatapi wajah Jeje merasa bersalah karena mengabaikannya selama seminggu ini.
Harsen mengusap lembut kepala Jeje menyalurkan kasih sayangnya, kemudian menyandarkan tubuh dan kepalanya pada sandaran lalu memejamkan matanya dengan tangan yang masih terus mengusap kepala Jeje.
Jeje yang merasa ada sebuah gerakan pada kepalanya, perlahan membuka matanya dan menengok ke atas. Bisa dia lihat daddynya memejamkan mata sambil bersandar dan mengusap kepalanya.
"Dadd." panggil Jeje, kemudian bangkit dan menatap Harsen dengan pandangan sendu.
Harsen merasa tercubit hatinya saat melihat raut wajah Jeje yang matanya sedikit sembab itu.
Dia kemudian merangkup wajah putrinya dengan kedua tangan besarnya.
"Daddy minta maaf sayang." lirihnya menatap Jeje.
Jeje menghambur ke pelukan Harsen. Dia sangat merindukan ayahnya.
"No dadd. Aku yang minta maaf. Karena aku, daddy jadi kelelahan setiap hari." bisik Jeje menahan air mata.
"Tidak sayang, jangan bicara seperti itu. Ini bukan salahmu, sayang." jelas Harsen sambil mengecup kepala Jeje.
Menyadari daddynya sudah berganti pakaian, perlahan Jeje melepaskan pelukan dan menatap Harsen.
"Apa daddy sudah makan?" tanya Jeje khawatir.
Harsen yang memang selalu melupakan makan jika sudah bekerja itu, menggeleng pelan.
Jeje hanya menghela napas, sudah dia duga. Kemudian dia turun dari tempat tidur dan menarik tangan daddynya menuju ruang makan.
Harsen hanya menurut tanpa banyak bicara.
Kemudian dia duduk di kursi menghadap meja makan, dan menunggu Jeje memanggil para pelayan untuk menyiapkan makanannya.
"Ayo makan dadd. Jangan sampai daddy sakit." ujar Jeje saat makanan sudah disajikan.
Harsen tersenyum dan mulai melahap makanannya dengan Jeje di hadapannya yang terus mengawasinya itu.
"Kau juga harus makan, honey." ucap Harsen.
"Aku sudah makan tadi bersama kak Rey. Daddy saja yang makan." jawab Jeje.
Tanpa bicara lagi, Harsen segera menghabiskan makanannya.
Saat makanan sudah tandas. Dan para pelayan membereskan peralatan makan. Jeje yang masih duduk di hadapan Harsen segera berkata.
"Mulai besok, setelah kuliah, aku akan ke kantor daddy dan memastikan daddy tidak akan pernah pulang terlambat lagi." ucapnya datar.
Harsen yang mendengar itu hanya bisa menelan salivanya kasar. Dia tidak bisa apa apa jika anak perempuannya yang satu ini sudah membuat keputusan dengan nada serius seperti itu. Maka keputusannya sudah dipikirkan baik baik. Dan itu benar benar akan terjadi.
Harsen hanya mengangguk sambil mencoba tersenyum menatap Jeje.
"Baiklah. Daddy ikut maumu. Asal kau tidak kelelahan, daddy akan mengijinkan. Sekarang tidurlah."
"Oh iya. Untuk besok kau tidak usah ke kantor, karena daddy akan mengambil libur. Dan berada di rumah menghabiskan waktu dengan kalian, oke." jelas Harsen sembari tersenyum menenangkan.
"Tapi besok aku ada kelas pagi." ujar Jeje.
"Maka daddy yang akan mengantarmu." jawab Harsen.
"Lalu siapa yang mengurus pekerjaan daddy? Kak Rey juga masih belum ke kantor bukan?" tanya Jeje.
"Masih ada Axel. Dia yang akan mengurus semuanya."
"Dia sekretaris daddy kan? Tapi kenapa rasanya aku tidak asing mendengar namanya. Axel.. Axel.. emm?"
Jeje mengetuk ngetuk dagunya dengan jari telunjuk berpikir ada apa dengan nama Axel itu.
Kedengarannya memang sedikit tidak asing untuknya. Tapi apa hubungannya dengannya. Dia sungguh tidak bisa mengingat apapun saat ini. Memang begitu bukan, saat kita mencoba mengingat sesuatu dengan keras, seakan akan semua ingatan itu menghilang. Namun, saat kita sudah melupakan dan tidak mencoba mengingatnya lagi, ingatan itu akan muncul dengan sendirinya.
Harsen yang melihatnya tersenyum.
"Kau masih belum ingat?" tanya Harsen.
Jeje menggeleng dengan wajah polos.
Harsen terkekeh.
"Kau akan mengingat semuanya perlahan. Jangan dipikirkan lagi. Sekarang tidurlah, ini sudah larut."
Jeje hanya mengangguk kemudian melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.
Harsen menghela napas dalam. Dia juga bangkit, masuk ke kamarnya untuk beristirahat.
.
.
.
Bersambung.
kan emaknya dah koit tuh, kapan menghianati nya 🤔🤔🤔