NovelToon NovelToon
Regresi Sang Raja Animasi

Regresi Sang Raja Animasi

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjadi Pengusaha / Bepergian untuk menjadi kaya / Time Travel / Mengubah Takdir / Romantis / Romansa
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Chal30

Kael Ardhana, animator berusia 36 tahun yang hidupnya hancur karena kegagalan industri, tiba-tiba terbangun di tubuhnya saat berusia 18 tahun… di tahun 1991. Dengan seluruh pengetahuan masa depan di tangannya, Kael bertekad membangun industri animasi lokal dari nol, dimulai dari sebuah garasi sempit, selembar kertas sketsa, dan mimpi gila.

Tapi jalan menuju puncak bukan sekadar soal kreativitas. Ia harus menghadapi dunia yang belum siap, persaingan asing, politik industri, dan masa lalunya sendiri.
Bisakah seorang pria dari masa depan benar-benar mengubah sejarah… atau justru tenggelam untuk kedua kalinya?

Yuk ikutin perjalanan Kael bersama-sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chal30, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 13

Bulan pertama produksi Sang Penjaga terasa seperti mendaki gunung dengan mata tertutup. Mereka punya visi yang jelas, tapi mewujudkannya dalam bentuk visual yang konkret jauh lebih sulit dari yang dibayangkan.

Kael duduk di mejanya yang sudah penuh dengan sketsa karakter yang dicoret-coret, kertas kusut berserakan di lantai seperti salju putih yang gagal. Ia menatap layar proyektor yang menampilkan storyboard kasar, tiga puluh panel yang masih terasa datar, kurang nyawa.

"Ini belum dapat. Masih kurang… sesuatu," gumamnya sambil menggaruk kepala, frustrasi mulai merayap seperti semut di punggungnya.

Rani yang duduk di sebelahnya dengan tumpukan buku referensi tentang hutan tropis, mengangkat wajah dengan mata lelah tapi masih fokus. "Mungkin kita terlalu mikirin teknis. Coba kita balik ke core story dulu. Apa sih yang mau kita sampein?"

Kael terdiam, lalu menutup matanya sebentar. Pikirannya kembali ke percakapan dengan kakek penjaga hutan waktu itu. Tentang kehilangan. Tentang lupa. Tentang bagaimana sesuatu yang dulu penting bisa perlahan menghilang kalau tidak ada yang mengingat.

"Ini cerita tentang kehilangan tujuan," ucapnya pelan, membuka mata dengan tatapan yang lebih jernih sekarang. "Sang Penjaga itu dulunya punya tujuan yang jelas, menjaga hutan. Tapi seiring waktu, orang-orang lupa sama dia. Hutan mulai ditinggalkan. Dia jadi… kosong. Sampai anak kecil itu datang dan ngingetin dia kenapa dia harus tetap ada."

Rani mengangguk pelan, jari-jarinya mulai mengetuk meja dengan ritme tertentu, tanda dia sedang berpikir keras. "Jadi intinya bukan cuma tentang lingkungan. Tapi tentang… relevansi. Tentang merasa dibutuhkan."

"Tepat," jawab Kael sambil bangkit dengan cepat, energinya tiba-tiba pulih seperti habis minum kopi lima gelas sekaligus. "Kita harus bikin penonton ngerasain kesepian Sang Penjaga. Bikin mereka paham kenapa dia hampir nyerah. Baru kita tunjukin bagaimana anak itu jadi alasan dia untuk bertahan."

Mereka menghabiskan malam itu untuk menulis ulang outline, kali ini dengan fokus yang lebih tajam pada journey emosional karakternya. Bukan hanya sequence kejadian, tapi perubahan internal yang dialami Sang Penjaga dari awal sampai akhir.

Dimas yang datang pagi-pagi sekali dengan roti bakar dan kopi dari warung, menemukan Kael dan Rani masih terjaga dengan mata merah tapi senyum lebar di wajah mereka yang pucat.

"Lu berdua gak tidur?" tanyanya sambil meletakkan sarapan di meja, nada khawatir bercampur dengan rasa kagum yang sulit disembunyikan.

"Tidur nanti aja. Kita udah dapet core-nya! Lihat ini!" Rani menyodorkan outline baru yang penuh dengan catatan dan panah-panah menghubungkan satu scene ke scene lain, matanya berbinar meskipun kelopak matanya terasa berat sekali.

Dimas membaca dengan seksama sambil mengunyah roti bakarnya yang masih hangat. Ekspresinya berubah dari skeptis menjadi tertarik, lalu menjadi antusias yang sulit disembunyikan. "Ini… ini bagus. Jauh lebih dalam dari versi kemarin. Anak kecilnya bukan cuma muncul random. Dia ada alasan kenapa dia nyasar ke hutan. Dia juga lagi cari sesuatu."

"Iya. Dia lagi cari ayahnya yang hilang. Dan ternyata, ayahnya dulu adalah orang terakhir yang peduli sama hutan itu. Jadi ada koneksi yang kuat antara anak dan Sang Penjaga. Mereka saling butuh satu sama lain." Kael menjelaskan dengan gestur tangan yang ekspresif, semangatnya tidak bisa ditahan meskipun tubuhnya sudah menuntut istirahat.

"Gue suka twist di akhir. Bahwa Sang Penjaga itu sebenarnya manifestasi dari hutan itu sendiri. Ketika anak itu memutuskan untuk terus jaga hutan, Sang Penjaga gak hilang, dia jadi bagian dari anak itu. Simbolis tapi gak terlalu berkhotbah." Dimas berkomentar sambil mengangguk-angguk, pikirannya sudah mulai membayangkan bagaimana visualisasi scene tersebut.

Rani tersenyum lega mendengar persetujuan dari Dimas. "Makanya kita begadang. Kita tau ini harus bener sebelum masuk ke fase produksi yang lebih berat lagi."

"Kalian berdua istirahat dulu. Gue dan Budi yang lanjutin hari ini. Kalau kalian drop di tengah jalan, kita semua bakal kesulitan." Dimas berbicara dengan nada tegas tapi penuh perhatian, tangannya sudah menarik selimut tipis dari pojok ruangan dan melemparkannya ke arah Rani.

Kael ingin protes, tapi tubuhnya tidak bisa berbohong lagi. Kepalanya pusing, matanya perih, dan kakinya terasa seperti jelly yang sudah terlalu lama dibiarkan di luar kulkas. "Oke. Tapi bangunin gue kalau ada yang perlu didiskusiin."

"Gak akan gue bangunin. Lu tidur sampai sore kalau perlu. Gue udah paham konsepnya. Gue bisa handle." Dimas menjawab dengan senyum lebar yang penuh percaya diri, membuat Kael akhirnya pasrah dan berbaring di sofa tua yang sudah empuk di beberapa bagian.

Rani sudah tertidur duluan di lantai dengan tas ransel sebagai bantalnya, napasnya teratur dan tenang seperti anak kecil yang habis bermain seharian.

Kael menatap langit-langit sebentar dengan pikiran yang masih setengah terjaga. Di kehidupan sebelumnya, ia selalu merasa harus mengontrol segalanya sendiri. Tidak percaya orang lain bisa handle tanggung jawab besar. Tapi sekarang, ia belajar untuk melepaskan, percaya bahwa timnya bisa jalan tanpa harus selalu ada dia di setiap keputusan kecil.

"Mereka bisa. Mereka pasti bisa," bisiknya pada diri sendiri sebelum akhirnya terlelap dengan senyum tipis yang masih menempel di wajah lelahnya.

Siang itu, Dimas dan Budi bekerja dengan fokus yang luar biasa. Dimas mulai menggambar character design final untuk Sang Penjaga, sosok tinggi dengan tubuh yang seperti terbuat dari akar pohon dan dedaunan, mata yang dalam dan penuh kesedihan, tapi ada kehangatan tersembunyi di dalamnya.

Budi sementara itu merekam berbagai sound effect yang mereka butuhkan, suara langkah di tanah hutan, suara dedaunan bergesekan, suara sungai kecil yang mengalir pelan. Ia bahkan pergi ke pasar untuk membeli berbagai bahan yang bisa dijadikan efek suara, batang bambu, kerikil, daun kering yang masih renyah.

"Mas Dimas, lu lihat ini. Kalau gue gesek-gesekin daun bambu kayak gini, kedengerannya kayak angin sepoi-sepoi di hutan. Pas banget buat background ambience." Budi mendemonstrasikan dengan antusias, wajahnya berseri-seri seperti anak kecil yang baru menemukan mainan baru.

Dimas mengangkat kepala dari sketsanya, mendengarkan sebentar, lalu tersenyum lebar. "Itu perfect, Bud. Rekam sebanyak mungkin variasi. Nanti kita bisa layer-layer buat bikin suasana yang lebih kaya."

Agus dan Sari yang seharusnya fokus ke episode TV reguler, sesekali melirik ke arah Dimas dan Budi dengan tatapan penasaran yang sulit disembunyikan.

"Pengen ikut bantu film pendek-nya sih. Kayaknya seru banget," bisik Sari ke Agus sambil terus menggambar frame untuk episode TV, tangannya bergerak otomatis sementara pikirannya melayang ke proyek yang lebih besar.

"Sabar. Nanti kalau kita udah lebih jago, pasti kita bakal dilibatin juga di proyek-proyek gede. Sekarang kita fokus dulu bikin episode TV kita sekualitas mungkin. Itu juga bentuk kontribusi kita." Agus menjawab dengan bijak, meskipun ia sendiri merasakan perasaan yang sama, ingin terlibat lebih dalam di proyek yang terasa lebih prestisius.

Sore itu, Kael terbangun dengan badan yang jauh lebih segar. Rani juga sudah bangun dan sedang minum kopi sambil melihat hasil kerja Dimas dan Budi.

"Kalian… kalian udah sejauh ini?" tanya Kael dengan nada tidak percaya sambil menatap character design Sang Penjaga yang sudah selesai dan detail sekali, ekspresi di wajahnya berubah dari shock menjadi kagum yang tulus.

"Gue bilang kan, gue bisa handle." Dimas menjawab dengan senyum bangga, dadanya sedikit membusung dengan rasa puas yang pantas ia rasakan.

Kael menatap desain itu dengan seksama. Setiap detail, dari tekstur kulit yang seperti kulit kayu, hingga mata yang seperti bisa bicara meskipun tidak ada dialog, semuanya sempurna. "Mas Dimas… ini lebih bagus dari yang gue bayangkan. Lu ngerti visi gue bahkan lebih baik dari gue sendiri."

Dimas tertawa kecil, wajahnya sedikit memerah karena tidak terbiasa dipuji seterang itu. "Gak juga. Gue cuma… gue dengerin baik-baik waktu lu jelasin konsepnya tadi malem. Dan gue ngerasain apa yang lu rasain. Makanya gue bisa translate ke visual."

Rani berjalan menghampiri mereka dengan senyum lebar yang jarang ia tunjukkan. "Kita punya tim yang solid. Ini yang bikin gue yakin kita bakal berhasil. Bukan karena kita punya skill paling jago, tapi karena kita saling percaya dan saling ngerti."

Malam itu, mereka berkumpul lagi untuk finalisasi konsep sebelum masuk ke production phase yang sesungguhnya. Kael memaparkan timeline detail, berapa frame yang harus selesai per minggu, kapan milestone penting yang harus dicapai, dan bagaimana mereka akan balance antara produksi film pendek dan episode TV reguler.

"Lima bulan itu ketat. Tapi kalau kita disiplin dan gak ada drama besar, kita bisa. Yang paling penting komunikasi. Kalau ada masalah, langsung bilang. Jangan tunggu sampai terlambat." Kael menekankan poin terakhir dengan tatapan serius yang membuat semuanya mengangguk paham.

"Kita juga harus siap dengan plan B. Kalau ada yang sakit atau ada kendala teknis, kita harus punya backup plan." Rani menambahkan sambil mencatat di buku catatannya yang sudah penuh dengan notes produksi.

"Gue udah bikin sistem shift. Jadi setiap orang gak terlalu banyak pekerjaan. Kita kerja maksimal delapan jam sehari, gak lebih. Kualitas lebih penting dari kecepatan. Lagian, kalau kita burnout, malah produksi bakal terhambat lebih lama." Kael menjelaskan sistem baru yang ia pelajari dari kesalahan di kehidupan sebelumnya, terlalu memaksakan tim sampai mereka kelelahan dan kualitas kerja menurun drastis.

"Sistem yang bagus. Gue setuju." Dimas mengangguk sambil membandingkan jadwal shift yang Kael buat dengan kalender produksi mereka yang sudah penuh dengan deadline.

Mereka menghabiskan sisa malam itu dengan diskusi detail, dari warna palet yang akan dominan di setiap act, musik scoring yang akan digunakan, sampai teknik animasi tertentu yang akan memberikan kesan emosional lebih kuat.

Ketika meeting selesai dan semua orang mulai pulang, Kael duduk sendiri di studio yang mulai sepi. Ia menatap character design Sang Penjaga yang terpajang di dinding dengan perasaan campur aduk.

Ini bukan hanya film. Ini adalah statement. Statement bahwa animasi Indonesia bisa punya kedalaman, bisa punya nilai artistik yang tinggi, dan bisa bersaing di level internasional. Kalau mereka gagal, bukan hanya mimpi mereka yang hancur, tapi juga harapan banyak animator muda lain yang melihat Studio Garasi sebagai inspirasi.

"Gak boleh gagal. Gak boleh," bisiknya pada diri sendiri dengan tekad yang mengeras seperti beton yang sudah kering sempurna.

Dan di studio kecil itu, di bawah lampu yang mulai redup karena listrik yang tidak stabil, Kael memulai fase baru dari perjalanan mereka, fase yang akan menentukan apakah Studio Garasi hanya akan menjadi studio kecil yang beruntung, atau menjadi pelopor yang mengubah industri animasi Indonesia selamanya.

1
Syahrian
🙏
Syahrian
😍🙏
Syahrian
👍🙏
Syahrian
😍
Syahrian
👍🙏
Revan
💪💪
Syahrian
Lanjut thor
Kila~: siap mang💪
total 1 replies
pembaca gabut
thorr lagi Thor asik ini 😭
±ηιтσ: Baca karyaku juga kak
judulnya "Kebangkitan Sima Yi"/Hey/
total 2 replies
pembaca gabut
asli gue baca ni novel campur aduk perasaan gue antara kagum dan takut kalo kael dan tim gagal atau ada permasalahan internal
Syahrian
Lanjut thor👍👍
Revan
💪💪💪
Revan
💪💪
Syahrian
Tanggung thor updatenya🙏💪👍
Kila~: udah up 3 chapter tadi bang/Hey/
total 1 replies
Syahrian
🙏👍👍
Kila~: makasii~/Smile/
total 1 replies
Syahrian
👍🙏
Syahrian
😍
Syahrian
👍
Syahrian
Lanjut 👍😍
Kila~: sudah up 2 chapter nih
total 1 replies
Syahrian
Lanjuut🙏
Kila~: besok up 3 chapter 😁
total 1 replies
Syahrian
Mantap💪🙏
Kila~: terimakasih bang/Rose/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!