NovelToon NovelToon
Terjebak Takdir Keluarga

Terjebak Takdir Keluarga

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:44
Nilai: 5
Nama Author: Siti Gemini 75

Eri Aditya Pratama menata kembali hidup nya dengan papanya meskipun ia sangat membencinya tetapi takdir mengharuskan dengan papanya kembali

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Balik Pemakaman Dea

Setelah selesai menelepon Ryan, Bu Henny lalu menemui Pak Dahlan yang sedang beristirahat di teras depan. "Pak, kita pergi ke Bandung sekarang!" kata Bu Henny gusar.

"Sekarang, Bu? Kita kan baru pulang dari kantor!" tanya Pak Dahlan yang heran kenapa majikannya yang baru datang dari kantor langsung mengajaknya ke Bandung.

"Iya, Pak, kita harus berangkat sekarang ke Bandung karena Eri pergi ke Bandung tanpa sepengetahuanku, Pak. Malah handphonenya saja ketinggalan di kamarnya. Aku takut dia berbuat hal yang tidak-tidak!" jelas Bu Henny dengan nada khawatir.

"Mas Eri pergi ke Bandung, Bu?"

"Iya, Pak, dia pergi ke Bandung. Mungkin dia ingin melihat jenazah Dea!"

"Apa, Bu? Mas Eri pergi ke Bandung ingin melihat jenazah Neng Dea? Neng Dea meninggal, Bu?" tanya Pak Dahlan tak percaya.

"Iya, Pak, ayo kita berangkat sekarang. Aku takut Eri kenapa-napa!" kata Bu Henny gusar karena pikirannya tidak tenang memikirkan Eri.

"Saya yakin pikiran Mas Eri saat ini pasti goncang karena kematian Neng Dea!" sahut Pak Dahlan.

"Iya, makanya kita berangkat sekarang menyusul Eri!" balas Bu Henny.

Setelah yakin tidak ada yang ketinggalan, mereka pun akhirnya berangkat.

Sementara itu di Bandung...

Eri sudah sampai di Bandung. Ketika sampai di rumah Dea, suasana sudah sepi, tidak ada satu pun orang berada di sana. "Mungkin Dea sudah dimakamkan," pikirnya. Dia celingukan di dekat rumah Dea. Ia ragu untuk mengetuk pintu, ada rasa takut menghantuinya.

Selagi dia celingukan, tiba-tiba datang seorang ibu-ibu yang mendekatinya dan bertanya, "Masnya ini pacarnya Dea, ya?"

"Iya, Bu!" jawab Eri singkat.

"Eh, Mas, jadi laki-laki itu yang bertanggung jawab menghamili anak orang itu, ya? Tanggung jawab nikahi, bukan malah kabur!" cerocos ibu-ibu itu berapi-api.

"Maksudnya apa ya, Bu?" tanya Eri pura-pura tidak mengerti maksud si ibu itu, padahal sebenarnya dia bisa menduga bahwa si ibu tadi pasti menganggapnya laki-laki yang menghamili Dea dan tidak mau bertanggung jawab, makanya Dea bunuh diri.

Eri menghela napas panjang dan menghembuskan napas itu dengan kasar. "Maaf, Bu, kalau boleh saya bertanya, apa kira-kira Dea ada di rumah ya?" tanya Eri masih pura-pura tidak tahu apa yang telah terjadi pada Dea. Dia sengaja bertanya begitu karena dia tidak mau menambah runyam.

"Eh, Mas... Saya beritahu ya, Dea itu sudah meninggal. Mayat ditemukan di kamarnya karena minum pembersih kramik!" jelas si ibu itu penuh emosi.

"Apa, Bu? Dea meninggal? Terus di mana jenazahnya sekarang?" pancing Eri.

"Jenazahnya sudah dimakamkan barusan!"

"Di mana pemakamannya Dea ya, Bu?" tanya Eri kepada si ibu itu yang tampak tidak senang dengan Eri karena ibu itu menganggap Eri laki-laki bejat yang tidak mau bertanggung jawab.

"Cari saja sana di ujung desa ini. Heh... sudah meninggal baru dicariin, coba kalau waktu masih hidup dicariin terus dinikahi, nggak, malah ditinggal kabur!" ucap ibu itu tampaknya makin gemas pada Eri.

Semakin tidak mengenakkan, Eri cepat-cepat pamit. Hatinya sudah tidak tahan lagi mendengar kecaman dari si ibu tadi. "Di mana makam Dea? Ke mana aku mencari makam Dea?" tanyanya pada dirinya sendiri. Dia sudah tidak memperdulikan suara si ibu tadi yang masih mengomeli dan merutuki dirinya. Yang terpenting sekarang adalah menemukan makam Dea.

Saat dia di dalam kebingungan, tiba-tiba ada seorang bapak-bapak yang mendekatinya. "Mas... Mas ini ngapain berhenti di pinggir jalan celingukan!" tanya bapak-bapak itu.

Mendengar pertanyaan bapak itu, Eri diam sejenak sebelum menjawab. "Saya temannya Dea, anaknya Pak Prasetyo dan Bu Dinda. Saya mau takziah, tapi sudah terlambat, jenazahnya sudah dimakamkan. Saya mau ke makamnya, tapi saya tidak tahu makamnya. Apa Bapak bisa memberi tahu di mana makamnya Dea?" tanya Eri kepada bapak itu.

"Ooo pemakaman Dea, Mas, lurus saja, nanti di ujung desa Mas belok ke kanan, kira-kira sepuluh meter di situ tempat pemakaman umum. Di situ tadi Dea dimakamkan, saya tadi juga ikut mengantarkan jenazah Dea ke pemakaman!" jelas bapak itu.

"Oiyaa, Pak, terima kasih atas petunjuknya!" kata Eri sambil menjabat tangan bapak itu.

"Iya, sama-sama!" jawab bapak itu sambil mempersilakan Eri untuk pergi ke pemakaman.

Setelah basa-basi sebentar, Eri kemudian meninggalkan tempat itu menuju ke pemakaman sesuai petunjuk dari bapak tadi. Sambil berjalan, Eri membatin, "Untung bertemu dengan bapak yang baik hati itu, kalau bertemu ibu-ibu kayak Mak Lampir tadi bisa tambah runyam," gerutunya.

Sebenarnya, pikiran dan hati Eri sedang tidak baik-baik saja karena memikirkan kematian Dea yang bunuh diri, tapi dia berusaha untuk bersikap baik kepada orang lain. Dia tidak mau kehilangan kendali di hadapan orang lain.

Kebenciannya kepada Pak Prasetyo kembali membuncah mengingat apa yang telah terjadi pada Dea. "Prasetyo keparat!" umpatnya dalam hati.

"Seandainya dulu laki-laki bernama Prasetyo itu tidak meninggalkannya dan Mamanya, tentu tidak akan pernah terlahir gadis bernama Dea dan menjadi kekasihnya, namun cinta itu tidak mungkin bersatu karena ternyata mereka adalah kakak beradik yang tidak akan pernah bisa menikah, hingga gadis itu memilih mengakhiri hidupnya dengan minum racun. Betapa mengenaskan akhir dari perjalanan hidup seorang gadis yang manis bernama Dea Andini, yang diakibatkan oleh seorang laki-laki yang tidak bertanggung jawab seperti Prasetyo."

Di benak Eri terbayang kembali wajah Dea yang manis dan imut yang selalu menggemaskan baginya, tapi gadis manis itu sekarang tidak ada lagi. Dia sudah pergi untuk selama lamanya meninggalkan dunia ini bersama anaknya, buah cinta mereka yang masih dalam kandungannya.

Tanpa disadari, setitik air mata jatuh di pipinya. "Maafkan kakak, Dek. Seandainya kita tidak pernah bertemu, semua ini pasti tidak akan pernah terjadi dan kamu juga pasti masih hidup," ucapnya dalam hati.

"Seandainya waktu bisa diputar ulang, tentu saja aku tidak akan memilih kuliah di kota ini agar bisa menghindari pertemuan denganmu agar kamu tidak mati."

"Ya Alloh, engkau akhiri hidup seorang gadis manis bernama Dea Andini dengan cara yang menyakitkan seperti ini, di mana keadilanmu?" rintih Eri dalam hatinya.

Hatinya benar-benar terpukul atas kepergian Dea, apalagi dengan cara yang seperti itu. Ada rasa nyesek di dalam dadanya.

"Ini semua gara-gara laki brengsek bernama Prasetyo itu. Aku tidak akan pernah bisa memaafkannya, apa pun alasannya. Aku tidak akan sudi memberikannya maaf meskipun dia akan bersimpuh di kakiku, aku tetap tidak sudi," sumpah Eri dalam hati.

            ***********

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!