NovelToon NovelToon
The Secret Of Possessive Man

The Secret Of Possessive Man

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta
Popularitas:981
Nilai: 5
Nama Author: Citveyy

Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.

Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.

Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 13 Kisah Dua Orang Sahabat

Lamia berperan dengan pikirannya apakah ia harus menyamperi Vanya dan satu temannya atau tidak. Ia ingin saling mengenal Vanya karena dari yang ia dengar dari orang-orang Vanya itu Humble orangnya.

"Hai!"

Vanya dan Anis menoleh dan langsung berdiri membalas sapaan kakak kelasnya.

"Hai kak," Sapa Vanya menghilangkan sedikit kecanggungannya. Mengingat orang yang ada di hadapannya ini adalah gadis yang katanya menyukai Devan entah mengapa Vanya merasa canggung.

Mungkin karena dia adalah gadis pertama yang di ceritakan oleh Devan padanya tentang orang yang menyukainya. Karena sebelumnya Devan tak pernah bercerita seorang gadis padanya.

"Kenapa ya kak?" Tanya Anis tidak basa basi.

"Oh enggak, gue cuma pengen kenal sama kalian aja. Siapa tahu kan kalian punya tugas, bisa tuh kalian minta bantuan sama gue."

Vanya mengangguk begitu pula dengan Anis.

"Makasih kak sebelumnya," Vanya melempar senyum manisnya membuat Lamia tertegun. Dia yang perempuan pun mengakui kalau Vanya benar-benar cantik.

"Kalian ada kelas lagi?"

"Ada kak jam 2 nanti," Jawab Vanya mulai tidak merasakan kecanggungan lagi karena pembawaan Lamia yang Humble dan rendah hati membuat Vanya tidak bisa berfikir macam-macam tentang gadis itu.

"Matkul apa?"

"Pengantar akuntansi kak."

"Pak Ma'ruf ya yang ngajar?"

"Iya kak, dia emm... emang galak ya kak?" Tanya Vanya berhati-hati takut jika ada yang mendengarnya.

Lamia terkekeh mendengar suara Vanya. "Dia emang galak tapi aslinya baik kok. Gak pelit kasi nilai."

"Baguslah, kan biasa tuh ada dosen galak terus pelit kasi nilai lagi," Cerocos Vanya melupakan kecanggungannya.

Lamia terdiam. Pantas saja Devan jatuh hati pada Vanya. Orang dia lucu dan kelihatannya polos begini.

"Vanya jangan gitu ngomongnya, nanti ada yang dengar gimana," Tegur Anis menatap temannya dengan tatapan memperingati.

"Aduh sorry, kelepasan," Vanya menyengir kecil.

"Vanya sudah mau jam 2. Kita ke kelas sekarang. Kak kita pamit ya," Anis menunduk sedikit pada Lamia berpamitan di ikuti Vanya. Mereka berdua berlari mencari kelas mereka takut mendapatkan tempat duduk di belakang.

"Ke banting banget gue kalau di dekat dia. Kayak upik abu gue kelihatannya."

•••

Vanya fokus mendengar penjelasan dosen di depannya. Ia duduk paling depan karena sedari dulu jika ia duduk di belakang ia tak akan paham penjelasan yang di terangkan Dosen maupun guru.

Vanya menulis hal-hal penting yang di jelaskan dosen di depannya. Dan ketika Pak Dosen mempersilahkan mahasiswa untuk bertanya, Vanya tentu akan bertanya. Teman-temannya semakin mengagumi sosok Vanya yang ternyata pintar.

Devan yang baru keluar dari kelasnya berhenti melangkah ketika tak sengaja melihat Vanya yang duduk di depan fokus mendengar penjelasan Pak Ma'ruf.

"Pakai kaca mata aja, dia tetap cantik," Puji Devan karena Vanya memakai kaca mata Minusnya.

"Gak sabar gue nikahin dia," Devan membayangkan dirinya dan Vanya menikah suatu saat nanti.

"Gimana ya rupa anak-anak gue. Pasti cantik sama genteng. Ya kali jelek. Produk luar negeri nih bos."

"Dih-dih tuh angin nakal banget terbangin rambut calon istri gue. Tambah cantikan jadinya. Mana banyak yang suka curi-curi pandang lagi," Gerutu Devan kesal.

"KINGKONG!"

"Astagfirullah," Devan di kagetkan oleh Miko dan Noah yang datang tanpa di duga.

Devan langsung mundur ke belakang karena sempat melihat Pak Ma'ruf menoleh ke arahnya.

"Anjir lo yang berdua. Kalau Pak Ma'ruf lihat kita gimana? Lo tahu kan dia itu suka marah!"

"Dev Pak Ma'ruf a----" Devan memotong omongan Noah.

"Iya kenapa Pak Ma'ruf? Kalau sampai dia lihatin kita nilai kita bakal di turunin. Sudah botak, ngambekan lagi. Untung gak pelit nilai."

"Dev Pak Ma'ruf ada di belakang lo," Cicit Miko. Devan menegang setelah itu perlahan berbalik badan.

"Eh bapak," Devan menyengir takut.

Pak Ma'ruf berkacak pinggang dan mengangguk. "Gitu ya? Saya botak,ngambekan,suka marah. Suka kamu ya gosipin saya?"

"Enggak Pa, itu bapak salah dengar," Devan membela diri yang mana semakin membuat pak Ma'ruf meradang.

"Jadi kamu bilang saya tuli?"

"Enggak Pak. Woi bantu jelasin dong,"

"Ki...kita pamit pak," Noah dan Miko langsung lari terbirit-birit tak mau ikut dalam masalah Devan.

"Nilai kamu saya turunin."

•••

Vanya tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita Devan. Vanya sampai mengeluarkan air matanya karena cerita Devan yang begitu lucu.

Devan mendengus melihat Vanya yang terus tertawa. Apa perempuan itu sama sekali tidak kasihan padanya setelah di marahi oleh Pak Ma'ruf apa. Jahat sekali.

"Ketawa aja terus," Sinis Devan.

Vanya berhenti tertawa dan hanya terdengar kekehan. Di pegangnya kedua pipi Devan lalu di cubitnya dengan pelan.

"Ututt kasihan banget sih. Hahaha," Vanya kembali tertawa memegangi perutnya. Bagaimana tidak lucu, setelah memarahi Devan dan mengancamnya, Pak Ma'ruf kembali masuk kelas dan mengomel terus hingga sampai muncrat sana sini. Vanya salah satu korbannya.

"Nih makan," Devan menggeleng dan membelakangi Vanya.

Saat ini mereka ada di lapangan kampus dekat taman karena Vanya yang katanya ingin makan sekali-kali di tempat itu.

Vanya menghela nafas pelan, lelah ketawa. "Jangan ngambek dong,"

"Dev," Bujuknya lagi.

"Iya-iya gue minta maaf. Maaf ya."

Tidak ada suara dari Devan, laki-laki itu masih mempertahankan egonya tetap ngambek pada Vanya.

Vanya berdiri dari duduknya dan langsung duduk di hadapan Devan.

"Maaf."

Dalam hati Devan berkata jangan sampai dirinya meleleh. Lawan dari kemarahan Devan itu kegemasan wajah Vanya.

"Maaf ya?" Vanya memperlihatkan Puppy eyesnya sehingga Devan mati-matian menahan diri.

"Maaf," Vanya mencebikkan bibirnya sedih karena Devan yang kelihatannya marah beneran padanya.

Arggg sial!

Devan langsung menekan kedua pipi Vanya hingga memperlihatkan bibirnya yang mengerucut.

"Lucu banget sih kayak monyet."

Ada gak sih laki-laki spesies Devan mengatai gebetannya seperti itu. Bukannya kata panggilan romantis tapi ini malah sebaliknya. Aneh sekali laki-laki satu ini.

"Gak marah lagi?"

"Gak, gue cuma boong," Devan meleletkan lidahnya meledek Vanya kemudian kedua tangannya menggelitik Vanya yang memekik meminta di hentikan.

"Sudah ih!"

Devan tak memberi ampunan pada gadis nakal ini. Ia terus menggelitik Vanya karena gadis ini sudah berhasil membuat dirinya marah sekaligus gemas secara bersamaan.

"Monyet nakal lo!"

Vanya berhasil lepas dari kungkungan Devan. Ia lari dari kejaran Devan sampai-sampai satu sepatunya terlepas.

"Mau lari kemana lo hah!"

Devan sebenarnya tak memakai tenaga mengejar Vanya namun saat melihat Vanya yang ngos-ngosan ia langsung berlari kencang dan memeluk Vanya dari belakang.

"Dapat!"

"Capek. Lepas dulu."

Vanya langsung duduk dan membaringkan dirinya menghadap langit-langit.

Devan pun sama. Ia ikut berbaring dan terkekeh karena senang jika selalu seperti ini dengan gadis yang sangat ia cintai.

"Kayak gini terus ya," Ucap Devan seperti terdengar permintaan.

"Iya," Vanya mengangguk.

Devan menopang menghadap Vanya. Ia menyisipkan helai rambut Vanya yang berantakan.

Cup.

"Ih Devan kebiasaan deh. Ish," Kesalnya menghapus bekas ciuman Devan.

Cup, cup, cup.

Devan mencium pipi,kening, dan hidung Vanya hingga perempuan itu menutup seluruh wajahnya.

"Gemesin banget sih sahabat gue."

•••

"Turun gih," Suruh Devan karena mereka sudah sampai di depan rumah Vanya.

Vanya tetap diam di tempatnya karena baru bangun 5 menit yang lalu. Ia menoleh pada Devan yang menatapnya dengan tatapan bertanya.

"Tadi mimpi lagi," Lirih Vanya dengan mata berkaca-kaca.

Mendengar itu Devan lantas memeluk Vanya. Mimpi sialan itu kerap kali muncul tapi tidak sesering seperti dulu. Ia mengelus kepala Vanya yang sudah menangis mencoba menenangkan. Pantas saja Vanya tiba-tiba terdiam ternyata ia tengah mimpi.

"Ayo masuk istirahat di dalam."

"Gendong."

Devan mengecup dahi Vanya sekilas setelah itu turun dari mobilnya berlari ke sisi mobil yang di tempati Vanya.

Vanya mengalungkan kedua tangannya di leher Devan, menyandarkan kepalanya dengan nyaman.

"Loh kok di gendong?" Tanya Denis dengan wajah Khawatir.

"Kambuh lagi," Ucap Devan pelan.

"Bawa ke kamarnya langsung. Saya mau panggil Mama Vanya dulu."

Devan membawa Vanya ke kamar gadis itu dan menidurkannya dengan lembut.

"Gue mau ambil minum dulu,"

"Sini aja," Vanya menahan tangan Devan. Jika sedang seperti ini biasanya Devan yang membantu menenangkannya.

Devan tersenyum tipis di benaknya sudah tahu apa yang akan ia lakukan.

"Mau dengar cerita?"

"Mau cerita baru, gak mau cerita yang itu-itu aja."

Devan berfikir sejenak tentang cerita apa yang harus ia ceritakan pada Vanya.

"Ada sepasang sahabat yang sudah bersahabat selama 3 tahun. Laki-laki dan perempuan. Nama perempuan itu Ale dan laki-laki itu mmmmm namanya Endra."

"Mereka berdua dekat banget. Laki-laki ini suka jahilin ceweknya dan perhatian banget, ganteng lagi," Devan tersenyum dalam hati karena cerita ini tentang dirinya dan Vanya.

"Terus?" Tanya Vanya.

"Ale ini lalot banget orangnya, polos gitu tapi cantik....banget. Banyak yang suka sama dia termasuk sahabatnya sendiri. Tapi sayang, Ale gak tahu kalau Endra suka sama dia,"

"Kenapa gak tahu? Kan mereka dekat. Pasti sudah tahu sifatnya kan?"

Devan terkekeh mendengar penuturan Vanya.

"Alenya gak pekaan padahal banyak loh yang tahu kalau Endra suka sama dia. Bahkan Mama dan Papanya Ale pun tahu kalau Endra suka sama Ale. Itu yang buat Endra galau terus karena Ale kayaknya cuma anggap dia sahabat."

"Dev,"

"Hmm?"

Vanya mendongak dengan mata sayu. Sepertinya gadis itu mulai ingin terpejam.

"Ale mungkin nungguin cowoknya ngungkapin langsung,"

"Gak tahu. Tapi Ale suka sama cowok lain. Terima ajakan kencan cowok lain. Itu sudah nunjukin kalau Ale gak suka sama Endra bukan?"

Devan terdiam beberapa saat. Lucu ternyata kisah percintaan. Padahal ini cinta pertama loh. Berantakan banget.

"Vanya gue suka sama lo."

1
Istiy Ana
Perempuan tuh butuh kepastian Dev, lebih baik nyatakan ke Vanya apapun yg terjadi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!