Dirga. Dia adalah pemuda lupa ingatan yang tak pernah bermimpi menjadi pendekar. Tapi ternyata Dewata berpikiran lain, Dirga ditakdirkan menjadi penyelamat Bumi dari upaya bangsa Iblis yang menjadikan Bumi sebagai pusat kekuasaannya. Berbekal pusaka Naga Api yang turun dari dunia Naga, dia berkelana bersama Ratnasari memberantas aliran hitam sebelum melawan Raja Iblis.
Lalu bagaimana akhir kisah cintanya dengan Ratnasari? Apakah Dirga akan setia pada satu hati, ataukah ada hati lain yang akan dia singgahi? Baca kisah selengkapnya dalam cerita silat Nusantara, Pusaka Naga Api. ikuti kisah Dirga hanya ada di disni wkwk. kalau ada kesamaan atau tempat author minta maaf mungkin hanya sekedar sama aja cerita nya mungki tidak, ikuti kisahnya dirga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13
Sepasang mata itu adalah milik Naga besar yang begitu penasaran dengan sosok Dirga.
Semalam, sengaja dia tidak menahan ketika pemuda tampan itu berpamitan meninggalkannya. Dengan begitu dia bisa lebih leluasa untuk mengamatinya.
"Ternyata dia tidak berbohong," gumamnya. Naga besar itu menilai jika Dirga adalah sosok yang menarik dan juga misterius.
Tanpa merasa curiga ada yang mengamatinya, Dirga berlatih dengan begitu serius. Fokusnya hanya ingin segera menguasai jurus demi jurus yang ada dalam kitab Raja Naga.
Naga tersebut tidak beranjak dari balik batu besar tempatnya mengintai. Dia cukup terkejut melihat Dirga meliuk-liukkan tubuhnya bagai seekor Naga yang sedang memburu mangsa.Dalam dugaannya, pemuda tampan itu sedang mempraktekan sebuah jurus yang ada hubungannya dengan Naga.
Sementara itu, Sarwana yang sedang berada di atas pohon besar di dalam hutan, menatap 8 orang yang berada di kejauhan. Dari tampilan mereka, dia bisa memastikan jika orang-orang itu adalah pendekar.
Salah satu dari beberapa orang itu memakai pakaian serba putih dan berjenggot putih panjang. Di tangannya tergenggam tongkat berwarna putih gading dan bergagang ukiran kepala Macan. Sedang 7 orang lainnya memakai pakaian putih dan bercelana hitam. Sebilah pedang tampak tergantung di belakang punggung mereka.
Sarwana mengernyitkan dahinya. Gelagat yang mereka tunjukkan seolah sedang mencari sesuatu, tapi dia tidak tahu apa yang sedang mereka cari.Penguasa jurang Panguripan itu tentu tidak mau daerah kekuasaannya dimasuki oleh sembarang orang. Selain menjaga kedamaian di tempatnya berkuasa, dia juga harus melindungi lumut Tundra agar tidak dijarah orang-orang yang sudah lama mencari keberadaan lumut langka tersebut.
Seiring berjalannya waktu, jarak mereka pun semakin dekat. Sarwana menekan energinya agar tidak terbaca oleh para pendekar itu. Bukan karena takut, melainkan agar keberadaannya tidak diketahui. Dia masih butuh informasi lebih lanjut tentang apa yang sedang mereka cari.
8 orang itu kemudian berhenti tidak jauh dari pohon tempat Sarwana mengintai.
"Bergerak menyebar! Jangan terlalu jauh, biar yang lainnya bisa mendengar jika kalian menemukan suatu petunjuk!" ucap lelaki tua berjenggot putih.
"Baik, Guru," jawab ketujuh orang itu serempak.Mereka bergegas bergerak menyebar maju dan menyamping. Sedangkan lelaki tua itu tetap berada di tempatnya.
Beberapa saat lamanya setelah ketujuh murid lelaki tua itu pergi, seorang lelaki bercaping bambu juga tiba di tempat itu. Sebuah pedang bergagang kepala burung Elang berwarna merah tampak tergantung di punggungnya.
"Hahaha ... Tidak aku sangka jika Kelana Jati yang terkenal lurus juga berambisi memiliki pedang Naga Api" cibir lelaki bercaping bambu. Decakan kecil terdengar seusai berbicara.
Lelaki tua bernama Kelana Jati itu seketika menolehkan kepalanya ke belakang. Begitu tahu siapa yang datang, dia lalu membalikkan badannya.
"Ternyata Darmawisesa si pendekar Elang Merah juga berambisi memiliki pedang pusaka itu. Apa kau akan berganti julukan menjadi pendekar Naga Merah jika berhasil mendapatkan pedang itu? Hahahahaha!" balas Kelana Jati.
"Aku akan bertanya sama kepadamu, Kelana Jati ... apa kau akan merubah julukannmu menjadi pendekar Naga Gading jika kau mendapatkan pedang itu? Lalu nama perguruanmu akankah juga akan ikut berubah?"
"Jangan bawa-bawa nama perguruanku, Darma!" bentak Kelana Jati. Roman mukanya seketika memerah terpancing emosinya.
"Lalu kau mau apa, Kelana Jati? Apa kau mau kita melanjutkan pertarungan yang tertunda dulu?" ejek Darmawisesa.
"Kau tampaknya tidak belajar dari pengalaman Darma! Apa kau lupa jika saat itu tidak ada Mulawarman yang memisah pertarungan kita kau bisa mati di tanganku, hah?"
"Mati, kau bilang? Hahahaha! Kau terlalu percaya diri bisa membunuhku, Kelana Jati!Mumpung tidak ada yang memisahkan kita sekarang, bagaimana kalau kita lanjutkan pertarungan dulu?" tantang Darmawisesa.
"Siapa takut?" Kelana Jati memasang sikap jumawa. "Aku akan buktikan jika kau sampai kapanpun tidak akan bisa menang dariku!"
"Tua Bangka tidak tahu diri... kubunuh kau!"
Darmawisesa mengeraskan rahangnya. Jari-jari tangannya mengeras membentuk cakar.
Kelana Jati tidak mau kalah. Jarinya juga mengeras dan membentuk cakar, seperti julukan yang melekat kepadanya.
Pertarungan yang sama-sama mengandalkan jurus cakar pun tersaji di dalam hutan. Kelana Jati menggunakan jurus Cakar Macan pemburu, sedangkan Darmawisesa menyerang dengan jurus Sambaran Elang Gunung.
Pertarungan tangan kosong terjadi begitu cepat. Dharmawisesa bisa menilai kalau kekuatan lelaki tua yang merupakan musuh lamanya itu masih sama seperti dulu.
Pendekar berjuluk Elang merah itu terlihat terkejut dengan kecepatan Kelana Jati di awal serangan. Dia berusaha menghindar dengan gerakan yang tidak kalah cepat, Tapi sebuah serangan lainnya muncul dari sisi lainnya bersamaan dengan aura besar yang menekan tubuhnya.
"Cepat sekali gerakannya!" Darmawisesa terpaksa menangkis serangan itu hingga membuat tubuhnya terdorong beberapa langkah.
"Aku telah lama malang melintang di dunia persilatan. Dan kalau perlu, kali ini akan aku keluarkan semua kemampuanku untuk membunuhmu!" teriak Kelana Jati sambil memberikan serangan.
Pertarungan terus berlangsung dengan sengit. Dalam waktu singkat mereka telah beradu puluhan kali serangan.
Darmawisesa tampaknya terlalu percaya diri bisa menang melawan Kelana Jati. Dan itu yang membuatnya tertekan dengan serangan lawan bebuyutannya itu Dia segera mengubah pola pikirnya dan bertarung lebih serius.
Meskipun sudah bertarung dengan serius, tapi nyatanya Darmawisesa yang kalah pengalaman terus terdesak meski tidak terlalu parah. Dia hanya menghindari setiap serangan yang mengarah kepadanya dan tidak bisa fokus untuk menyerang balik, Karena serangannya selalu bisa dipatahkan oleh lawannya.
Pendekar Elang Merah itu sebenarnya sudah terbiasa melawan pendekar yang mempunyai kecepatan tinggi, tapi untuk kali ini, dia benar-benar dibuat kerepotan. Apa yang ditunjukkan Kelana Jati kali ini lebih menakutkan dan mengandung tenaga dalam yang lebih besar dibanding saat pertarungan pertama mereka dulu.
"Mau sampai kapan kau terus menghindar, Darma? Meskipun kau memiliki kecepatan, tapi di dunia persilatan, kau masih bukan tandinganku!" Kelana Jati bergerak memutar dan mengubah arah gerakannya secara tiba-tiba untuk mengincar bagian tubuh Darmawisesa yang terbuka.
Buuugh!
Tubuh Darmawisesa terpental jauh hingga membentur pepohonan. Dadanya terasa panas terkena sambaran cakar yang dilepaskan Kelana Jati.
"Uhuk...!" Darmawisesa terbatuk pelan, lalu meludahkan darah kental yang mengganggu pernafasannya.
Tidak mau dibuat malu oleh musuh lamanya itu, dia lalu bangkit dan langsung menangkis serangan Kelana Jati yang sudah mengincar dadanya.Lelaki 40 tahunan tersebut terpukul mundur, tapi dia langsung bergerak maju dengan menggunakan jurus Sambaran Elang Gunung. Jari tangannya yang membentuk cakar dan dipadukan dengan ilmu meringankan tubuh, membuat gerakannya berubah dengan cepat.
Secara perlahan Darmawisesa mulai bisa membalikkan keadaan dari tertekan menjadi menekan. Namun meskipun begitu, serangannya tidak sedikitpun yang berhasil mendarat di tubuh Kelana jati.
"Gerakan serangannya begitu rapi dan sangat mematikan. Jurus apa yang digunakannya?" Kelana Jati menangkis serangan Darmawisesa dan memanfaatkan benturan keduanya untuk melompat tinggi. Dia lalu mengambil tongkatnya yang tertancap di tempatnya semula dan kemudian balik menyerang dengan begitu cepat.
"Sambaran Tongkat Pemburu !" teriak Kelana Jati sambil menebaskan tongkatnya ke arah kepala Darmawisesa.