Impian setiap wanita adalah menikah dengan pria yang mencintai dan dicintainya. Namun takdir berkata lain untuk Azura, gadis cantik yang terpaksa menikah dengan pria pengidap gangguan jiwa demi kepentingan keluarga tirinya.
Meski sang ayah masih hidup, hidup Azura sepenuhnya digenggam oleh ibu tiri yang licik dan kejam. Akankah Azura mampu bertahan dalam pernikahan yang tak diinginkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 35 - Kambuh
Lanjut...
Azura hanya terus menatap rangga yang berdiri mematung dan tidak bergerak sama sekali. Hingga seiring waktu berjalan, tanpa sadar Azura pun terlelap sementara Rangga terus berada dalam posisinya.
Keesokan harinya...
Embun pagi belum mengering ketika sinar matahari pertama menembus kaca jendela kamar. Langit di luar begitu cerah, namun suasana hati Azura justru diselimuti awan gelisah.
Gadis itu mengerjapkan matanya pelan. Lantaran telinganya menangkap suara burung-burung kecil yang berkicau dari balik taman belakang vila.
Kemudian ia menoleh ke sisi tempat tidur, namun terlihat kosong.
Matanya langsung menyapu seluruh sudut kamar, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Rangga.
“Rangga?,” panggil Azura pelan.
Dia lalu turun dari tempat tidur dan berjalan cepat ke kamar mandi, namun disana kosong juga.
Azura nampak berpikir lalu menarik napasnya dalam-dalam dan mencoba mengusir rasa khawatirnya.
"Mungkin dia sedang sarapan atau jalan-jalan di taman seperti kemarin pagi,” gumamnya.
Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, Azura pun segera keluar kamar. Langkahnya terburu-buru menyusuri koridor vila yang tenang.
Namun baru saja ia menuruni tangga utama menuju lantai satu, langkah kakinya tiba-tiba terhenti.
Tepat di sisi kanan tangga, Azura melihat jika pintu ruangan perawatan khusus kini terbuka lebar.
Beberapa perawat dan seorang dokter tampak berada di dalam sana. Dan di tengah-tengah ruangan itu…
Rangga sedang mengamuk.
“LEPASKAN!! JANGAN PEGANG AKU!! AKU BISA SENDIRI!!,” teriaknya sambil meronta, dengan sorot mata yang liar dan wajah yang memerah.
Dua perawat berusaha menahannya dari belakang, sementara satu perawat perempuan mencoba berbicara dengan suara yang lembut.
"Tuan Rangga, tenang. Ini cuma suntikan vitamin, tidak akan menyakiti Anda..."
"KALIAN SEMUA PENIPU!! KALIAN MAU RUSAK KEPALAKU!!!" hardik Rangga sambil berusaha mencakar udara.
Sementara itu, Azura berdiri terpaku di ujung tangga dengan napas yang tercekat.
Ia melihat dokter Rendi yang segera memberi isyarat kepada seorang perawat untuk menyiapkan suntikan berisi cairan penenang.
Dengan cepat, mereka pun menahan lengan Rangga dan menyuntikkannya.
“AARRGHH—!!”
Rangga menggeliat sekuat tenaga… lalu perlahan-lahan tubuhnya mulai lemas. Nafasnya tersengal, tapi kini mulai teratur.
"Hati-hati. Letakkan dia di ranjang pelan-pelan. Jangan sampai cederanya kambuh lagi," ujarnya dengan nada tenang namun penuh kewaspadaan.
Beberapa menit pun telah berlalu…
Rangga kini terbaring diam dengan tangan yang masih sedikit gemetar. Matanya terbuka setengah dan menatap langit-langit tanpa fokus.
Melihat pemandangan itu, Azura menutup mulutnya seakan merasakan penderitaan suaminya itu. Ia merasa tubuhnya lemas, namun langkah kakinya perlahan membawanya mendekat.
“Nona...?,” panggil Bu Sari yang muncul dari belakang.
Azura pun menoleh lalu berkata, “Dia selalu seperti ini... setiap kali jadwal pemeriksaan rutin atau pemberian obat.”
"Benar, Nona...."
"Apa tidak ada cara lain untuk menyembuhkan Rangga?."
"Maaf Nona, Tuan Adrian sendiri sudah melakukan bermacam-macam cara untuk menyembuhkan Tuan Rangga. Namun hasilnya masih tetap sama."
"Tapi... Akhir-akhir ini Rangga baik-baik saja. Dia tidak lagi mengamuk seperti sebelumnya. Tidak seperti tadi...."
**
Setelah suntikan penenang itu bereaksi dan pemeriksaan selesai, Rangga di biarkan beristirahat di ruangan itu dan di jaga oleh dua penjaga.
Kini, Azura memasuki ruangan tersebut dan melihat Rangga yang duduk di tepi ranjang. Diam. Tak menoleh sedikit pun ke arah Azura yang berdiri di ambang pintu.
Tatapannya kosong. Nafasnya berat.
Perlahan Azura mendekat, lalu duduk di sisi ranjang. "Rangga..." bisiknya pelan namun tidak ada jawaban.
Azura pun menghela napas, lalu mencoba tersenyum meski hatinya tak tenang. "Hari ini langit cerah. Kalau kamu mau, kita bisa duduk di taman. Ada bunga matahari yang mulai mekar.”
Namun Rangga masih saja diam. Tapi detik berikutnya…
“JANGAN DEKAT-DEKAT!!” teriak Rangga tiba-tiba sambil menoleh dengan wajah yang tegang.
Sontak Azura pun terkejut dengan tubuh yang tersentak ke belakang.
Tapi ia tidak kabur.
Ia hanya diam... menatap suaminya dengan pandangan lembut dan sedih.
“Baik... Aku tidak akan memaksa,” jawab Azura. “Tapi aku akan tetap di sini. Menemanimu... walaupun kamu tidak bisa mengenaliku sekarang.”
**
Waktu pun berlalu...
Hari-hari berikutnya diisi dengan keheningan yang panjang dan sikap Rangga yang seolah tak mengenal Azura.
Tapi Azura tidak menyerah.
Suatu sore di taman Vila, Azura duduk di bangku taman dengan mengenakan sweater tipis dan celana panjang.
Di sebelahnya, Rangga duduk dengan sikap kaku seperti patung. Tangannya memegang setangkai rumput liar yang ia petik entah kapan.
“Kamu tahu, Rangga...” ucap Azura sambil menatap langit jingga. “Dulu aku suka sekali bunga melati. Tapi sekarang... aku lebih suka bunga matahari. Karena dia selalu menoleh ke arah cahaya.”
Rangga masih saja tidak menanggapi. Matanya hanya menatap lurus ke kolam ikan di depan.
Lalu, Azura pun melanjutkan perkataannya dengan suara yang tenang dan tidak berharap dijawab.
“Kamu mungkin menganggapku orang asing. Tapi setiap kali kamu duduk di sebelahku seperti ini... hatiku merasa utuh," lanjut Azura.
Tiba-tiba Rangga menjatuhkan rumput di tangannya dan berdiri. Ia kemudian berjalan menjauh, ke arah pagar taman, lalu berdiri diam di sana.
Beberapa saat kemudian Azura pun mengikutinya dengan perlahan.
“Kalau kamu ingin sendiri, tidak apa. Tapi...” Suara Azura yang terdengar mulai bergetar. “Tolong... jangan dorong aku pergi dari hidupmu. Karena aku sudah memilih untuk tetap tinggal.”
Rangga pun menoleh sejenak, dengan sorot mata yang seperti mengabur. Lalu kembali membuang pandangannya dan tetap diam, namun tidak lagi mengusir Azura.
Bagi Azura, itu sudah cukup.
Malam harinya...
Azura sedang mencatat sesuatu di buku harian kecilnya.
“Hari ini Rangga tidak bicara. Tapi dia duduk di sampingku lebih lama dari kemarin. Mungkin ini bukan apa-apa... Tapi untukku, ini awal dari harapan.”
Ia lalu menoleh dan menatap suaminya yang tertidur lelah di ranjang.
"Aku akan menunggumu... sampai kamu benar-benar kembali jadi Rangga yang utuh," bisiknya sebelum ikut merebahkan tubuhnya.
BERSAMBUNG...
yang laju kak up nya.........
yang kenceng, jangan sampai kendor...... ok.
aku suka ceritanya.
dan tetap semangat untuk berkarya
maaf🙏🏻 sudah dui tunggu