Frans tak pernah menunjukkan perasaannya pada Anna, hingga di detik terakhir hidup Anna. Wanita itu baru tahu, kalau orang yang selama ini melindunginya adalah Frans, kakak iparnya, yang bahkan melompat ke dalam api untuk menyelamatkannya.
Anna menitihkan air mata darah, penyesalan yang begitu besar. Ferdi, pria yang dia cintai ternyata hanya memanfaatkannya untuk mendapatkan perusahaan ayahnya dan kekayaan keluarga Anna.
Kedua tak selamat, dari kobaran api kebakaran yang di rancang oleh Ferdi dan Gina, selingkuhannya yang juga sahabat Anna.
Namun, Anna mendapatkan kesempatan kedua. Dia hidup kembali, terbangun tiga tahun sebelum pernikahannya dengan Ferdi. Tepat di hari ulang tahunnya yang ke 20.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Yani Mengusir Mukhtar
Ferdi pulang ke kontrakan Frans dengan kesal.
"Kak, buatkan aku kopi!" kata Ferdi yang segera duduk di sofa dan merebahkan punggungnya di sandaran sofa.
Ferdi memejamkan matanya, dia gagal bertemu dengan Anna. Sekarang bagaimana caranya membujuk Anna untuk memberikan uang pada Gina kalau begini.
"Bagaimana sekarang? siall! si Anton itu harus aku beri pelajaran!" ocehnya seolah dia bisa berbuat semaunya pada semua orang.
Padahal kenyataannya, tanpa dukungan Anna. Dia hanya bisa mengoceh saja. Dia itu bukan apa-apa tanpa Anna.
"Kak Frans!" pekik Ferdi karena tak kunjung ada yang menyahutinya.
Ferdi menoleh ke arah pintu kamar Frans.
"Ini orang ngeselin juga lama-lama ya! kalau gak kerja memangnya dia boleh tidur begitu saja..."
Ferdi menjeda ucapannya, ketika dia sudah pergi ke kamar kakaknya itu. Lebih tepatnya lagi ke depan pintu kamar kakaknya itu, tapi pintu kamar Frans tidak bisa di buka.
"Dikunci lagi pintunya! Brengsekk!"
Brakk
Ferdi yang sudah kesal karena tidak bisa bertemu dengan Anna, bertambah kesal lagi, ketika dia ingin menyuruh kakaknya itu membuat kopi tapi kakaknya tidak ada bahkan pintu kamarnya dikunci.
"Memangnya ada barang berharga apa di dalam! Ck... "
Ferdi kesal, dia bahkan harus ke dapur sendiri dan membuat kopi sendiri.
Sementara Frans, saat ini dia tengah berada di rumah ayahnya. Ayahnya menghubunginya tadi. Yani benar-benar pulang dengan banyak belanjaan, bahkan tidak menyisakan sepeserpun uang yang tadi kirim Frans, untuk kebutuhan mereka dan obat ayahnya selama satu sampai dua minggu. Di habiskan semua oleh Yani.
Mukhtar emosi, dan Yani tidak terima. Wanita itu langsung menuntut perpisahan dengan Mukhtar. Dan minta Frans membawa Mukhtar pergi bersamanya. Karena dia tidak mau meninggalkan rumah itu.
"Bu, ini bisa di bicarakan lagi, ayah sedang sakit, bagaimana ibu bisa minta berpisah dengan ayah?" tanya Frans yang merasa begitu sedih.
Ayahnya sangat menyayangi keluarga ini. Dia yang paling tahu hal itu. Frans melihat wajah tua dan lelah ayahnya, yang sejak dia kecil bekerja keras, banting tulang, bahunya, telapak tangannya, telapak kakinya penuh dengan tanda kerja keras yang selama ini dia lakukan untuk keluarga ini. Jika tidak sayang, tidak mungkin sampai seperti itu. Frans tidak mau, karena marah. Ibunya melakukan hal yang akan disesali nanti.
"Ibu hanya marah...!"
"Diam kamu! mas mendingan kamu bawa anak pungut kamu ini..."
"Yani?" bentak Mukhtar menghentikan ucapan Yani.
Air mata Mukhtar mengalir.
"Ya sudah, pisah ya pisah saja. Jangan pernah kamu ucapkan hal itu lagi!" pekiknya.
Frans terkejut, dia mematung di tempatnya. Tadinya dia masih mau memberikan semua uangnya pada ibunya. Supaya ibunya tidak marah. Tidak masalah, dia akan hidup seadanya yang ada di rumah. Pasti bisa. Tapi ternyata ada kenyataan lain yang sangat mengejutkannya.
"Apa salahnya? ucapanku yang mana salah? dia memang anak pungut!"
"Yani?" bentak Mukhtar lagi.
"Anak pungut, anak pungut, anak pungut!" Yani malah semakin kesal.
Mukhtar menangis. Dia tidak tahu, kalau wanita yang dia anggap baik, ibu dari anak-anaknya itu akan keluar sifat aslinya setelah bertahun-tahun lamanya. Dia baru tahu saat dia struk, ternyata istrinya selama ini tidak sebaik yang dia pikirkan.
Mata Frans juga berkaca-kaca. Dia melihat ayahnya menangis. Frans lebih tidak tahan dengan hal itu.
"Ayah"
"Kita pergi saja nak, kita pergi saja. Ayah akan kabulkan keinginan wanita ini. Kita pergi nak!"
Frans mengambil kursi roda ayahnya. Dan membantu ayahnya duduk di kursi roda itu.
"Nah gitu kek, dari tadi. Pergi sana! jangan balik lagi!" ujar Yani.
Yani sudah jumawa, dia terlalu jumawa karena Ferdi sekarang sudah bekerja di sebuah perusahaan yang cukup besar. Dia pikir, Frans masih jadi kurir dan buruh pabrik. Makanya dia bisa sesombong itu dan meremehkan Frans.
Frans baru mau ambil koper, Yani memukul tangannya.
"Gak usah gaya pakai koper. Koper itu mahal, pakai karung saja. Jangan bawa yang lain selain pakaian bau kalian itu ya!" ujar Yani lagi.
Frans juga tidak menyangka. Dia pikir, Yani hanya akan kasar padanya. Tapi, dia tidak menyangka wanita itu juga akan memperlakukan ayahnya seperti ini.
"Frans, ambil karung saja?" kata Mukhtar yang hatinya sudah hancur berkeping-keping.
Mereka dari dulu juga bukan orang yang berpunya. Sejak dulu hidup mereka meski tidak kekurangan, juga tidak berlebihan. Mukhtar adalah pria yang sangat bertanggung jawab. Dia bahkan akan menahan lapar hanya untuk menghemat uang makan siang, saat istrinya menginginkan baju baru, sepatu baru. Atau sekedar ingin makan di luar.
Mukhtar menyimpan semua rasa sakitnya jika terjadi kecelakaan kerja di pabrik. Demi tak membuat istrinya khawatir. Mukhtar bahkan tidak masalah jika 10 kali lebaran, pakaian yang dia pakai adalah pakaian yang sama. Asal istrinya tersenyum karena punya pakaian baru dan perhiasan.
Sayangnya, semua yang telah dia lakukan. Sekarang berakhir seperti ini. Setelah dia tidak berdaya, tidak lagi berguna. Yani bahkan tidak berpikir dua kali untuk mengusirnya dah berpisah darinya.
"Fikri..." Mukhtar memanggil anak bungsunya.
Tapi alih-alih Fikri mendekat pada ayahnya, hanya untuk sekedar memeluk atau bicara pada ayahnya. Fikri malah masuk ke kamarnya.
Hancur sudah hati Mukhtar rasanya.
"Ayah, pakaian ayah sudah aku bawa semua. Ayo ayah?" kata Frans.
Mukhtar meninggalkan rumah itu dengan tangis mengalir di wajahnya. Beberapa warga tampak melihat dari pagar, atau jendela kamar mereka. Banyak yang kasihan pada Mukhtar. Tapi, mereka juga tidak mau ikut campur. Jika keluarganya saja tidak mau merawat orang yang lumpuh seperti itu. Bagaimana bisa mengharapkan orang lain atau tetangga untuk melakukannya.
"Maafkan ayah ya nak. Ibumu tadi bicara sembarangan, jangan di dengarkan. Frans anak ayah, anak ayah!" kata Mukhtar ketika Frans mendorong kursi roda ayahnya sambil memanggul karung isi pakaian ayahnya itu ke dekat sebuah taksi online yang dia pesan.
"Iya ayah, Frans anak ayah" sahut Frans, "ayah naik taksi ini, Frans bawa motor!" kata Frans yang di angguki Mukhtar.
Saat Frans menutup pintu taksi, dan pergi mengambil motornya. Mukhtar melihat ke arah rumah yang sudah hampir 30 tahun dia tinggali. Dia ingat bagaimana rumah itu dulu hanya terbuat dari papan kayu, dia betusaha keras bekerja siang dan malam, supaya bisa memberikan anak dan istrinya rumah yang nyaman. Sayangnya, istri dan anaknya justru tidak menginginkannya lagi dan mengusirnya.
Air mata pria yang keningnya sudah banyak sekali kerutan itu mengalir begitu deras. Semakin jauh mobil itu melaju, air mata Mukhtar makin deras. Hatinya hancur, hancur berkeping-keping. Dia adalah seseorang yang semasa sehat berusaha menyenangkan orang lain, tapi saat dia sakit dia dibuang.
***
Bersambung...