NovelToon NovelToon
My Hot Partner In Berlin

My Hot Partner In Berlin

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Konflik etika / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Bercocok tanam
Popularitas:14.2k
Nilai: 5
Nama Author: Sheninna Shen

"Ketimbang jadi sadboy, mending ajarin aku caranya bercinta."

Guyonan Alessa yang tak seharusnya terucap itu membawa petaka.

Wanita sebatang kara yang nekat ke Berlin itu berteman dengan Gerry, seorang pria sadboy yang melarikan diri ke Berlin karena patah hati.

Awalnya, pertemanan mereka biasa-biasa saja. Tapi, semua berubah saat keduanya memutuskan untuk menjadi partner bercinta tanpa perasaan.

Akankah Alessa dapat mengobati kepedihan hati Gerry dan mengubah status mereka menjadi kekasih sungguhan?

Lanjutan novel Ayah Darurat Untuk Janinku 🌸

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Aku Membutuhkan Partnerku

...“Hei … aku membutuhkan partnerku saat ini.” — Alessandra Hoffner...

Hari berganti hari, tak terasa sudah lima hari Gerry tak mendatangi restoran tempat Alessa bekerja. Bahkan teman Alessa yang bekerja di restoran pun menyadari bahwa pria langganan restoran mereka tak terlihat sudah beberapa hari.

“Alessa!” Emilia memanggil Alessa yang saat itu sedang bersiap-siap ingin pulang. Wanita yang merupakan penduduk asli Jerman itu mendekat ke arah rekan kerjanya.

“Ja, Emilia?” Alessa memakai mantel coklat yang biasa ia kenakan.

“Wo ist dein Freund?” (Kemana temanmu itu?) tanya Emilia penasaran. Mata hijaunya menatap Alessa dengan senyuman yang lebar, seperti sedang menggoda Alessa.

“Wo?” Alessa bertanya balik, siapa yang dimaksud Emilia.

“Verstehst du das wirklich nicht??” (Kamu serius tidak mengerti?) Emilia mencubit gemas perut Alessa sambil tertawa.

“Ouch. Ja … die Mann.” (Oh, ya … pria itu.) Alessa mulai tersenyum hambar. “Ich weiß nicht.” (Aku tidak tahu)

Alessa pun memutuskan pulang dengan perasaannya yang berantakan. Melihat ekspresi Alessa, Emilia merasa bersalah karena sudah menanyakan pria langganan mereka kepada Alessa. Sepertinya, mereka sedang tidak baik-baik saja pikir Emilia.

Alessa berjalan menuju ke pintu restoran sambil tersenyum dan mengucapkan selamat tinggal kepada teman-temannya yang masih bekerja. “Auf Wiedersehen.”

Lalu, baru beberapa langkah Alessa pergi meninggalkan restoran, tiba-tiba ada seseorang yang menahan lengannya dari belakang. Hal tersebut membuat Alessa memutar tubuhnya ke arah belakang.

“Hai.” Gerry menyapa Alessa dengan gugup. Tak seperti biasa. Pria itu menyapa Alessa dengan ragu seperti ada sesuatu yang sedang bertentangan dengan hati dan pikirannya.

“Hai.” Alessa terkejut sesaat. Kemudian ia memasang ekspresi santai dan biasa-biasa saja. Seolah tak terjadi apa-apa antara ia dan pria itu. Alessa tersenyum seperti biasanya.

“Mau … ke mana?” tanya Gerry basa basi. Padahal ia tahu bahwa wanita itu pulang kerja. Ya kemana lagi kalau bukan ke rumah?

Alessa menaikkan kedua alisnya sambil mengangkat kedua bahunya. “Pulang. Kenapa? Mau nganterin pulang?”

Wanita itu mencoba mencairkan suasana dengan mengajak pria itu bercanda. Meskipun hatinya bertolak belakang dengan idenya saat itu.

“Boleh. Aku akan mengantarkanmu pulang.” Gerry menyetujui ide Alessa yang asal berbicara itu. Walaupun tak punya mobil, ia tak masalah jika harus menaiki kendaraan umum untuk mengantarkan wanita itu pulang. Asalkan ia bisa menghabiskan waktu bersama dengan wanita itu.

“Hah?” Alessa terkejut dengan ucapan Gerry. “Kamu yakin? Frankfurt loh.”

“Hah?” kini Gerry yang malah terkejut. “Frankfurt?! Kamu tinggal di Frankfurt?!”

Alessa tertawa kecil melihat ekspresi Gerry yang lucu itu. Memang, siapapun yang mengetahui jarak antara Wilhelmstraße ke Frankfurt pasti akan terkejut, karena jarak antara dua kota itu adalah 40 kilometer.

“Sejam doang kok kalo pake S-Bahn,” Alessa menjelaskan kepada Gerry sambil tersenyum. “Itu udah biasa buat kita para pendatang. Di sana juga ada banyak orang Indonesia.”

“Bahkan, ada yang lebih jauh. Harus menempuh jarak 3 jam dari tempat tinggal mereka ke tempat kerja mereka. Ya apa lagi kalau bukan karena biaya hidup di sana yang murah?”

Gerry mengangguk pelan. Andai saat itu ia memiliki mobil, ia akan memutuskan mengantar Alessa pulang tanpa harus menaiki kendaraan umum. Tapi, selama ini ia tak tertarik memiliki mobil di Jerman. Selain karena ia tak terlalu sering ke mana-mana, pajak di sana juga terbilang sangat tinggi. Toh, sekarang ia pengangguran walaupun memiliki banyak harta warisan. Untuk apa ia mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tak terlalu penting?

“Mau pindah ke daerah sini aja nggak?” Gerry bertanya dengan polos.

“Nggak. Mahal.” Alessa langsung menjawab ucapan Gerry. “Lagi pula, bulan depan aku akan kembali ke Indonesia.”

Ucapan Alessa tersebut cukup membuat Gerry terkejut bukan kepalang. Kembali ke Indonesia? Kenapa? Memangnya, kontrak kerjanya sudah tak diperpanjang? Atau, seseorang yang kemaren ingin ia temui?

“Kamu pulang ke Indonesia karena ingin … menikah?” Di kata 'menikah', suara Gerry terdengar perlahan.

Jleb!

Gerry menelan liurnya sendiri saat mengatakan hal tersebut. Entah kenapa mengatakan hal tersebut cukup membuat perasaannya berkecamuk. Padahal mereka tak sedekat itu.

Alessa tak menjawab. Ia hanya tertawa dengan pertanyaan Gerry saat itu. “Ya sudah. Aku pulang dulu, ya.”

“Sampai ketemu—”

“Mau ke apartemenku?” Gerry menarik mantel Alessa. Pria itu menatap Alessa seperti anak anjing yang sedang sedih. Ia berharap agar wanita itu mau mengikutinya ke apartemen. “Besok … ‘kan, kamu libur?”

“Setiap hari libur, ada seseorang yang harus aku temui.”

Mendengarkan ucapan Alessa, seketika Gerry merasakan ada tunas yang baru ingin tumbuh, seketika langsung ditebas tak bersisa. Wanita itu dengan gamblang mengatakan ada seseorang yang harus ia temui? Mustahil teman wanita. Tentunya teman lawan jenis.

“Sudahlah. Tak ada gunanya berharap.” Batin Gerry saat itu.

“Okay. Baiklah.” Gerry mengangguk pelan dengan tatapan sendunya. “Hati-hati ya.”

Keduanya pun berpamitan dan memutar balik badan saling membelakangi. Lalu, mereka berpisah di hadapan restoran dengan perasaan sedih dan hampa.

Alessa sadar, semua kelakuannya itu adalah karena membatasi diri agar tak terluka oleh pria yang belum selesai dengan masa lalunya. Tapi … di balik kerasnya ia menahan diri, ada rindu yang merebak di dada. Rasa sesak yang tak tertahankan dan rasanya ingin segera ia luapkan sambil memeluk pria itu.

Jauh sudah langkah kakinya berjalan. Alessa menoleh ke belakang. Tak ia temukan lagi sosok Gerry di ujung matanya. Sosok itu sudah kembali ke apartemennya.

Tanpa berpikir panjang, Alessa langsung berbalik badan dan berlari dengan sekuat tenaga. Tak membutuhkan waktu lama, Alessa berhasil mengejar Gerry sampai ke lobby apartemen. Ia mendapati Gerry sedang memunggunginya dan menunggu lift.

Alessa berdiri dengan nafas yang terengah-engah karena kehabisan oksigen saat berlari tadi.

Wanita itu menarik sebagian kecil mantel navy milik Gerry dari belakang. Ia menunduk dengan ekspresi yang hampa dan kosong meskipun nafasnya belum teratur. Kali ini, sulit baginya untuk menahan diri.

“Hei … aku membutuhkan partnerku saat ini.”

Habis sudah harga diri yang Alessa pertahankan. Tak peduli apa yang pria itu pikirkan tentangnya, yang jelas ada rindu yang tak terbendung dan harus segera ia curahkan agar dadanya merasa lega dan plong.

Ting!

Gerry mengangkat kepalanya yang sempat tertunduk lesu. Pria itu menoleh ke belakang dan mendapati Alessa di sana. Melihat pintu lift terbuka, Gerry masuk ke dalam lift sambil menarik tangan wanita itu ke dalam lift.

Saat di dalam lift, Gerry bergegas menekan tombol tutup dan tombol lantai yang ia tuju. Untungnya, saat itu hanya ada mereka berdua di dalam lift. Gerry langsung meraih tengkuk Alessa tanpa mengatakan apapun. Ia mencumbui wanita itu dengan sangat agresif.

Alessa balik membalas ciuman Gerry dengan sangat agresif. Tangan wanita itu mencengkeram dengan sangat erat mantel Gerry sambil ia menjinjitkan kakinya agar bisa berdiri sejajar dengan Gerry.

Tak peduli ada cctv di dalam lift itu, mereka tetap bercumbu mesra meluapkan segenap kerinduan yang tertahankan. Peduli apa mereka dengan cctv? Bukankah bercumbu merupakan hal lumrah di Jerman?

...🌸...

...🌸...

...🌸...

...Bersambung .......

1
Siti Amyati
akhirnya terwujud semuanya
Rika Adja
mantap kakak 👍🏻
Susi Akbarini
❤❤❤❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
kok luther..
Alessa kan kak??
❤❤❤❤❤
Siti Amyati
sama"punya luka TPI akhirnya bahagia menanti
Susi Akbarini
yaa..
ampuuunnn..
manis sekali lhoooo..
jadi teehura..
berkaca2..
❤❤❤❤❤❤
Nana Colen
aku bahagia sekali tapi aku nangis bacanya 😅😅😅
Siti Amyati
akhirnya si dokter playboy bisa dapat cewek yg di dambakan
Nana Colen
akhirnya terungkap juga perasaan mereka... kenapa hatiku yang lega dan bahagia 😏😏😏
💜⃞⃟𝓛 ˢ⍣⃟ₛ EmohDimaru💃
wah mulai mencair pertemanan mereka ini,, apakah ini awal dari benih2 cinta 🤭
Susi Akbarini
makanya perlu saling terbuka dan bertanya terus terang daripada menduga duga gak jelas..

akhirnya mumer sendiri..

😀😀😀😀😀❤❤❤❤
Asphia fia
sweet bgt
Asphia fia
wah pd akhirnya alessa ketemu ayahnya sih kayaknya
Kim nara
Aduh thor manis sekali deh
Kim nara
Uh manisnya ak jadi senyum senyum sendiri thor😘😘😘😘
Kim nara
Semangat berjuang ger
💜⃞⃟𝓛 ˢ⍣⃟ₛ EmohDimaru💃
pede amat lu ger,, dia bukan menunggumu tapi menunggu orang lain
Kim nara
Akhirnya ada yg mengenali al d sana
Susi Akbarini
lhaahhhh.

berjanggut ya jadi pangling gonk..

😀😀😀❤❤❤❤❤
Nana Colen
aku suka sekali 😍😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!