Benar kata orang, tidak ada hal yang lebih menyakitkan kecuali tumbuh tanpa sosok ibu. Risa Ayunina atau kerap disapa Risa tumbuh tanpa sosok ibu membuatnya menjadi pribadi yang keras.
Awalnya hidup Risa baik baik saja meskipun tidak ada sosok ibu di sampingnya. Karena Wijaya—bapak Risa mampu memberikan kasih sayang penuh terhadapnya. Namun, di usianya yang menginjak 5 tahun sikap bapak berubah drastis. Bapak yang awalnya selalu berbicara lembut kini berubah menjadi sosok yang keras, berbicara kasar pada Risa dan bahkan melakukan kekerasan fisik.
“Bapak benci sama kamu, Risa.”
Risa yang belum terlalu mengerti kenapa bapaknya tiba tiba berubah, hanya bisa berdiam diri dan bersabar. Berharap, bapak akan kembali seperti dulu.
“Risa sayang bapak.”
Apakah Bapak akan berubah? Apa yang menyebabkan bapak menjadi seperti itu pada Risa? Ikuti terus kisah Risa dan jangan lupa untuk memberikan feedback positif jika kalian membaca cerita ini. Thank you, all💐
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hyeon', isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS 13
Mata Risa terbelalak kala melihat pintu yang dibuka dengan tiba tiba. Ia menatap datar bapak yang berjalan ke arah lemarinya. Terlihat, bapak mengambil dua lembar uang yang Risa simpan di sana.
“Bapak ambil dua lembar.” Ucapnya lalu berjalan keluar dari kamar Risa.
Langkah bapak berhenti ketika terdengar petikan gitar yang dimainkan oleh Risa. Nada yang dihasilkan terdengar familiar. Risa sengaja memainkan lagu yang dulu sering ia mainkan dengan bapak.
Bapak menoleh ke belakang, memandang putrinya yang begitu mahir memainkan gitar. Tiba tiba, Risa berhenti bermain. Matanya menoleh menatap netra hitam milik bapak.
“Bapak inget lagu ini?”
Hening. Keadaan berubah menjadi hening sejenak. Baik bapak maupun Risa saling terdiam satu sama lain. Air mata yang terus jatuh tak Risa hiraukan.
Biarlah kali ini bapak melihatnya kacau. Risa membiarkan bapak melihat sisi rapuhnya. Sudah sangat lama ia ingin menunjukkan dirinya yang begitu rapuh.
“Aku rapuh, bapak…Aku tidak sekuat itu. Sakit, luka ini terlalu dalam.” Risa memukul dadanya yang seakan sesak. Suaranya bergetar hebat.
Bapak diam seribu bahasa. Rasanya mulutnya seakan kelu. Melihat putri semata wayangnya meringkuk menahan isak tangisnya. Tubuhnya berguncang dengan hebat.
Air mata yang bapak bendung, kini luruh begitu saja. Tidak mau berlama-lama di sana, bapak memilih untuk meninggalkan kamar Risa. Bersamaan dengan melenggangnya bapak, tangisan Risa pecah.
Ia yang dulu menangis tanpa suara. Kini tangisnya bersuara dengan kencang. Terdengar menyedihkan. Seakan ingin dunia tahu sisi rapuhnya. Risa tidak bisa menahan semuanya lagi. Ia sungguh lelah, lelah terlalu menyimpan semuanya sendiri.
Di bawah, bapak terduduk di sofa dengan kepalanya yang terus menunduk. Seperti terdapat ribuan kaca yang menghantam dada bapak. Hatinya pilu melihat putri kecilnya memendam luka yang ia torehkan.
Ingin rasanya memeluk princess kecilnya. Namun, terasa sangat sulit. Entah, ego masih membendung hati bapak. Tangan bapak meremat kuat uang yang tadi beliau ambil dari Risa.
Masih pantaskah beliau disebut bapak? Matanya melirik foto yang terpajang di samping sofa. Terdapat sosok wanita yang cantik. Senyumnya yang begitu manis bagaikan madu. Dan di sampingnya, ada bapak yang juga tersenyum seraya mencium perut besar wanita itu.
“Nina…Maaf. Aku gagal menjaga putri kita.”
*****
“Abang kenapa?” Jeff sontak mundur kala melihat Dio yang sudah berada di sampingnya. Dio pun menatap heran Jeff yang seperti melihat hantu.
“Emang Dio hantu?”
“Ya kamu munculnya tiba tiba, gimana nggak kaget.” Dio hanya menyengir kuda. Ia pun mendudukkan dirinya pada kursi samping Jeff.
Jeff kembali melamun, memikirkan bagaimana keadaan Risa sekarang. Langit tampak sepi karena tak ada kehadiran bintang di sana. Bulan pun bercahaya dengan redup, ditutup oleh awan yang sedikit kelabu.
Dio terus memperhatikan abangnya itu. Ada apa dengan abangnya? Seperti orang lagi patah hati saja. Pikir Dio.
“Abang lagi patah hati ya?” Celetuk Dio yang membuat Jeff mengerutkan keningnya.
“Nggak, abang lagi mikirin kak Risa.” Dio melongo mendengar penuturan Jeff. Ia pun memicingkan matanya seraya tersenyum jahil.
“Abang naksir kak Risa ya?”
“Iya, tadi dia nggak masuk, mungkin sakit. Abang samperin lah ke rumahnya, tapi nggak ketemu kak Risa nya.”
“APA?? KAK RISA SAKIT?” Jeff sontak menutup telinganya mendengar teriakan Dio yang melengking itu. Ia menjitak kepala adiknya yang membuat sang empu merintih pelan.
“Jangan kenceng kenceng, nanti bunda dan ayah denger gimana?” Dan ya, yang dimarahi hanya cengengesan tanpa berdosa.
“Makanya abang khawatir banget sama keadaan kak Risa.”
Dio melihat abangnya yang menduduk lesu pun ikut sedih. Sama halnya dengan Jeff, mendengar bahwa Risa sakit membuat Dio begitu khawatir.
“Gimana ini bang? Gimana kalau sakitnya kak Risa parah?”
“Hustt, jangan ngomong gitu. Kita doakan yang terbaik buat kak Risa ya.” Dio hanya mengangguk sebagai jawaban.
“Bang, kalau abang beneran suka sama kak Risa, jangan pernah bikin kak Risa sedih. Kalau sampai abang bikin kak Risa sedih dan kecewa, abang berurusan sama Dio.”
Jeff terkekeh geli mendengar ucapan Dio. Adiknya ini sudah seperti bodyguard untuk Risa saja. Tapi, Jeff bangga pada Dio. Meskipun usianya masih belia, dirinya sudah mengerti bahwa laki laki tak sepantasnya membuat perempuan sedih.
“Siap bos.”
“Yauda, Dio masuk dulu ya bang.” Jeff mengangguk lalu kembali menatap langit malam.
“Bang.” Jeff kembali menoleh ke belakang menatap Dio yang menatapnya dengan raut wajah serius.
“Jangan tambah luka kak Risa ya. Jika abang cuma penasaran, sebaiknya berhenti dari sekarang.” Setelah mengatakan itu, Dio pun berbalik lalu masuk ke dalam rumahnya.
Jeff termenung memikirkan ucapan Dio baru saja. Kenapa dia seolah tahu bahwa luka yang disimpan Risa sudah banyak? Baru kali ini Jeff melihat sikap Dio yang tampak dewasa.
Dia mendadak menjadi orang yang bijak jika menyangkut Risa. Dan ini pertama kalinya Jeff dinasehati oleh Dio, adiknya sendiri. Sepertinya Dio lebih menyayangi Risa daripada abangnya sendiri.
“Gue nggak akan nyakitin lo, Sa. Bukan menambah melainkan menyembuhkan luka yang ada.”
*****
Risa berjalan pelan memasuki koridor sekolah. Hari ini ia putuskan untuk pergi ke sekolah. Sebenarnya, keadaannya masih sedikit kacau. Tapi, ia tidak mau berlama lama terpuruk dalam keadaannya yang sekarang.
Dari jauh, terlihat Jeff berdiri tegak seraya menatapnya. Langkahnya berjalan dengan cepat menghampirinya. Tak butuh waktu lama, kini jarak mereka hanya 5 cm.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Jeff menarik tangan Risa. Ia membawanya menuju rooftop sekolah. Sesampainya, Jeff masih diam tanpa mau bersuara. Cukup lama mereka hanya berdiam diri.
Terdengar helaan napas panjang dari Jeff. Risa pun memberanikan diri menatap Jeff. Hingga akhirnya Jeff berbalik dan menatap lurus Risa.
“Gimana keadaan lo?”
“Gue baik.”
“Bukan, bukan itu yang gue maksud. Gimana keadaan luka lo saat ini?” Risa hanya diam. Ia tak tahu harus memberi jawaban seperti apa pada Jeff.
Keadaan lukanya? Sepertinya luka itu semakin menganga dengan lebar. Ia tidak tahu harus memberi obat apalagi untuk lukanya itu. Bagaimana bisa sembuh jika obatnya saja tidak ada.
“Kita udah jadi temen kan, Sa? Masih sulit untuk berbagi sama gue ya?”
Lidah Risa seakan kelu. Ia bingung harus merespon Jeff bagaimana. Ingin rasanya ia berbagi semuanya pada Jeff. Jujur saja, batinnya sudah lelah menampung luka yang semakin hari semakin terbuka.
Ia ingin menceritakan semuanya. Risa tahu bahwa Jeff berbeda dari temannya yang dulu. Ia tahu Jeff akan menjadi teman yang baik. Tapi, kenapa se—sulit itu? Kenapa sangat sulit untuk membagi semuanya pada Jeff?
“Gue nggak akan nyakitin lo. Bukan menambah melainkan menyembuhkan. Kita sembuhin luka itu bareng bareng ya? Kita cari obatnya sama sama, kali ini tolong percaya sama gue.”
*****
Minta maaf karena aku jarang up, otak ku tuh kadang bener bener ga bisa dibuat mikir gaiss. Terima kasih juga untuk kalian yang berkenan membaca karya ku inii🥺💐
HAPPY READING👀✨