RISA SAYANG BAPAK

RISA SAYANG BAPAK

EPS 1

“Risaaaa.” Sang pemilik nama pun menoleh ke sumber suara dan menatapnya datar. Kali ini siapa yang akan temannya ceritakan padanya?

“Sumpah, si Dimas nyebelin angjayy. Masa dia ga peka banget.” Dan ia mulai bercerita tanpa henti. Risa? Ia hanya menyimak sesekali menanggapi ocehan temannya. Tak heran dengan kelakuan temannya yang memiliki banyak gebetan.

“Gue pergi dulu, Adi nyariin gue.” Begitulah Lala—teman Risa. Baru saja ia bercerita soal Dimas dan sekarang, sudah pergi dengan Adi.

Sepeninggalnya Lala, Risa kembali diam dan membaca buku yang sedari tadi berada di genggamnya. Risa memang terbilang introvert dan ekstrovert. Ia tidak banyak berbicara pada orang baru. Tetapi ia akan mulai berbicara banyak dengan orang yang sudah lama ia kenal.

Setelah menjalani aktivitasnya di sekolah. Kini Risa nampak sedang mengayuh sepedanya cepat. Sesampainya ia di sebuah cafe, Risa segera masuk dan menyapa partner kerjanya. Risa memang kerja paruh waktu. Di hari senin hingga sabtu, ia akan bekerja di cafe hingga cafe tutup. Dan di hari minggu, ia gunakan untuk melatih anak anak bela diri.

Risa memang pintar dalam bela diri karena sejak usianya yang ke 7 tahun, ia mulai ikut latihan bela diri. Tujuannya ikut bela diri untuk menjaga jaga bila ada seseorang yang menyakitinya. Itu bisa menjadi bekal untuknya. Dan dengan bela diri, Risa bisa menghasilkan uang. Meskipun ia tidak mencantumkan berapa harganya, namun Risa sangat senang bisa membagi ilmu pada anak anak se—usianya dulu.

Ia menyuruh anak anak itu membayar se—ikhlas mereka saja. Meskipun lelah, Risa tetap bersyukur akan hidupnya. Terkadang ia mengeluh sedikit. Mengeluh akan dirinya yang tak pernah merasakan kasih sayang ibu. Ya, ibu Risa telah lama meninggal waktu beliau melahirkan Risa. Kini, ia hanya tinggal bersama bapaknya.

“Ris.” Risa sadar akan lamunannya dan menatap Mbak Laras—partner kerjanya yang paling dekat dengannya.

“Eh, iya, Mbak.”

“Ngelamun aja to, kamu. Ada apa?”

“Nggak, Mbak. Cuma keinget ibu.” Mbak Laras pun diam. Ia mengerti bagaimana perasaan Risa. Tak pernah merasakan kasih sayang ibu memang se—sakit itu.

“Jangan sedih, ibu kamu pasti sedih di sana kalau lihat anaknya murung gini. Semangat yaa, Risa.” Senyum Risa kembali terukir kala mendengar ucapan mbak Laras.

Malam semakin larut, para pengunjung cafe kian pergi karena cafe akan tutup sebentar lagi. Risa segera membereskan pekerjaannya dan bergegas untuk pulang.

“Mbak, Risa pulang dulu ya.” Pamit Risa pada mbak Laras.

“Oh iya, hati hati kamu, Ris.” Risa mengacungkan jempolnya tanda jawaban. Ia segera menaiki sepedanya dan mulai mengayuhnya pelan. Ketika di jalan, tiba tiba ada segerombolan anak muda yang menghalangi jalannya.

Risa berdecak sebal, mereka pasti anak muda yang sering tawuran dan membegal orang yang tengah melintasi jalan ini.

“Kalian mau apa?”

“Serahin tas lo atau habis sama kita.” Risa hanya menatap mereka datar. Ia sama sekali tak takut dengan ancaman mereka yang terkesan klasik.

“Coba aja kalau berani,” sahut Risa dengan nada menantang. Dari belakang salah satu dari mereka melayangkan sebuah pukulan pada tubuh Risa. Dengan gesit Risa menangkisnya. Satu persatu Risa mulai membalas pukulan pukulan yang mereka berikan.

Beberapa kali Risa memberikan bogeman mentah pada mereka. Sedikit kuwalahan karena jumlah mereka lebih dari satu. Risa mendapatkan pukulan sedikit keras pada wajahnya yang mengakibatkan sudut bibirnya lebam. Namun, Risa tak se—lemah itu. Ia mulai membabi buta para baj*ngan di depannya.

Dengan tingkat bela dirinya yang lumayan, ia bisa mengalahkan mereka dengan mudah. Walaupun sempat mendapat pukulan.

“Masih mau lagi?” Para pemuda itu mulai berdiri dan mengendarai motornya dengan cepat. Risa menatapnya sebal, ia melirik jam tangannya yang di mana sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Tanpa menunggu lama lagi, Risa segera bergegas pulang. Sesampainya, ia langsung memakirkan sepedanya dan tak lupa menutup pagar rumahnya. Risa masuk dengan langkah pelan.

Mata Risa menatap sendu sosok pria yang tengah mabuk seraya meracau tak jelas. Beliau Wijaya—bapak Risa. Wijaya yang sadar akan kepulangan Risa pun berjalan mendekatinya.

“Bapak minta uang.”

“Nggak ada,” jawab Risa dengan nada dingin. Ia mulai melangkahkan kakinya. Dan bersamaan dengan itu bapak mulai memecahkan botol kaca yang baru saja diminumnya. Risa tak mempedulikan tingkah bapaknya.

Dan tiba tiba, darah segar mulai mengalir dari pelipis kiri Risa. Seperti sudah biasa dengan itu semua, Risa tetap berjalan ke kamarnya. Ia yakin bapaknya akan mereda dengan sendirinya. Ketika sudah di dalam kamarnya, Risa segera merebahkan tubuhnya di kasur.

Ia menatap langit-langit kamarnya, buliran bening mulai jatuh dari pelupuk matanya. Mengapa Tuhan memberinya ujian se—berat ini? Hal manis apakah yang akan ia dapat dikemudian hari?

"Risa lelah Tuhan."

****

Annyeong yorobun, kenalin aku jodohnya hwang ming-hyun xixixi. Jika kalian membaca cerita ini, minta tolongnya untuk vote dan komen yaaaa.

Di part Risa berantem itu backsoundnya “Backpaker” yaa, HEHEHE😁😁 (author merasa keren)

HAPPY READING👀✨

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!