Hafsah bersimpuh di depan makam suaminya, dalam keadaan berbadan dua.
Karena kesalahan fatal dimasalalunya, kini Hafsah harus hidup menderita, dan berakhir diusir oleh orangtuanya.
Sepucuk surat peninggalan suaminya-Raga, berpesan untuk diberikan kepada sahabatnya-Bastian. Hafsah bertekad untuk mencari keberadaan sahabatnya itu.
5 tahun pencarian yang nihil, akhirnya Hafsah bertemu juga dengan Bastian. Namun, pertemuan itu mengungkap sebuah rahasia besar, yang akhirnya membuat Hafsah semakin benci setengah mati kepada Bastian.
"Bunda ... Yuna ingin sekali digendong Ayah!" Ucapan polos Ayuna mampu menggunjang jiwa Hafsah. Ia dihadapkan pada kebingungan, dan sebuah pilihan sulit.
Mampukah Hafsah mengendalikan rasa benci itu, demi sang putri? Dan, apa yang sebenarnya terjadi?
SAQUEL~1 Atap Terbagi 2 Surga~
Cuma disini nama pemeran wanitanya author ganti. Cerita Bastian sempat ngegantung kemaren. Kita simak disini ya🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35
Melihat itu, mbok Nah sudah tahu pasti orang tua Hafsah tidak ada yang mau membantunya.
"Sah ... Apa kamu hubungi saja Ayahnya? Ini, Simbok sempet ditinggalin nomornya Bastian. Lupa mau tak kasih tahu sama kamu," Mbok Nah langsung saja melenggang keluar untuk mengambilkan coretan nomor ponsel Bastian.
Hafsah sejujurnya tidak ingin mengusik kehidupan sahabatnya itu. Wajahnya tersirat rasa tidak rela. Namun demi putrinya, dia harus menyampingkan ego dalam dirinya.
Begitu secarik kertas sudah dia terima, Hafsah langsung menghubungi nomor Bastian.
Tut!! Tut!! Tut!!
Nomor tersebut masih berdering beberapa detik, hingga panggilanya terhubung.
"Hallo ... Siapa ya?"
Degh!!!!
Hafsah sempat terdiam beberapa detik, saat panggilannya terjawab oleh suara seorang wanita. Pikiran Hafsah melambung, apakah wanita itu Ibunya? Atau adiknya? Atau bahkan, suara manja itu kekasihnya?
Ditengah kecemasannya memikirkan sang putri, pikiran Hafsah bergulat memikirkan, tentang siapa wanita yang sedang mengangkat telfon Bastian saat ini. Entah siapapun itu, yang terpenting Hafsah harus segera bebicara langsung dengan Bastian.
"Hei ... Hallo, siapa sih? Pagi-pagi iseng banget!" kesal Jesica, yang saat ini tengah mengendalikan ponsel mantan kekasihnya.
"Oh, maaf ... Apa saya bisa berbicara dengan Bastian? Ini sangat penting!" kata Hafsah setelah sekian detik terdiam.
"Penting? Anda keryawan Bastian? Bilang saja pada saya, nanti akan saya sampaikan! Kekasihku sedang mandi!"
Mendengar itu, tanpa ucapan bantahan apapun, Hafsah langsung memutus panggilannya sepihak. Bukanya kurang sopan, karena tidak akan ada akhirnya, jika terus meladeni wanita modelan seperti tadi.
Raut wajah Hafsah sedikit kecewa, dan hal itu tidak luput dari sorot mata mbok Nah.
"Mbok ... Hafsah keluarin motor dulu! Nanti kita bawa Ayuna ke bidan saja, siapa tahu temenku dapat membantu!" putus Hafsah menepuk pelan lengan mbok Nah.
Mbok Nah hanya dapat mengangguk. Dia kembali menatap Ayuna dengan tatapan iba, sambil menunggu Hafsah kembali.
Dan baru saja membuka pintu, Hafsah dikagetkan dengan sebuah mobil bewarna putih, yang kini sudah terpakir didepan masjid, sebrang rumahnya.
Amar?
Entah sebuah kebetulan, atau pertolongan dari ALLAH, pria muda itu datang disaat Hafsah benar-benar memerlukan bantuan. Amar langsung saja turun, dan bergegas dengan wajah tampak khawatir.
"Assalamualaikum, Hafsah ...."
"Walaikumsalam, Am! Ada apa, ya? Tumben, pagi-pagi?" jawab Hafsah, sambil keluar dari dalam.
"Mbak Nikmah bilang, putrimu sedang demam? Apa kamu sudah membawanya ke dokter?"
"Belum, Am! Ini rencananya mau aku bawa ke rumah sakit saja, karena Alerginya kali ini disertai panas tinggi. Tapi aku urungkan, karena belum menemukan mobil!" jawab Hafsah apa adanya.
Amar sedikit mendekat satu langkah. Wajahnya tampak antusias, kala Hafsah mengeluhkan semua padanya. "Kita bawa ke rumah sakit sekarang! Ayo, Sah ... Bawa mobilku saja! Dimana putrimu?"
Serasa mendapat angin segar, Hafsah langsung saja tersenyum lega, penuh syukur.
"Dia didalam, Am! Sebentar, aku siap-siap dulu!"
Amar mengangguk. Dia juga ikut masuk, namun hanya menunggu diruang tamu saja. Setelah itu Hafsah langsung mengganti pakaiannya, dan menggendong Ayuna keluar.
"Sini, Sah ... Biar aku yang gendong!" Amar langsung mengangkat tubuh Ayuna, dan betapa terkejutnya dia, saat kulitnya bersentuhan dengan kulit Ayuna.
'Ya ALLAH, panas sekali anak ini' batin Amar. Dengan cepat, dia langsung bergegas keluar, setelah berpamitan dengan nenek Hafsah.
Sesekali, Amar menoleh kearah Ayuna, saat bocah itu menggigil didalam dekapan Bundanya. Amar sedikit mengencangkan laju mobilnya, agar dapat segera sampai di rumah sakit.
Hampir 15 menit dalam perjalanan, kini mobil Amar sudah memasuki halaman rumah sakit.
~Rumah Sakit, Kota Malang~
Amar turun lebih dulu. Dia mengitari mobil, untuk membukakan pintu Hafsah, dan membantu menggendong tubuh Ayuna.
Dengan sigap, Amar langsung bergegas masuk, dan diikuti Hafsah dari belakang. Hafsah dapat melihat, rasa khawatir dalam wajah Amar saat ini. Dan saat itu juga, Hafsah langsung mengingat mendiang suaminya~Raga.
'Mas ... Jika kamu masih ada, mungkin kamu akan secemas ini. Aku berasa melihat kamu, dalam sikap Amar saat ini'
Amar langsung berhenti di IGD. dengan sigap juga, dua orang perawat langsung saja datang dan menangani keadaan Ayuna.
"Tolong, putri saya terkena alergi! Badanya panas sekali," ucapnya pada seorang dokter, yang baru saja datang menghampiri brangkar Ayuna.
"Baik, Pak! Anda bisa menemani masuk kedalam!" kata sang Dokter, sambil mengikuti para Perawat masuk kedalam ruangan anak.
Amar menoleh sekilas pada Hafsah, lalu segera mengikuti kemana arah perawat itu berhenti. Hingga Ayuna sampai diruangan khusus anak.
"Bunda ... Sakit!" lirih Ayuna menahan tangis, saat para Perawat tadi memasangkan infus ditangan kanannya.
"Tidak apa-apa sayang ... Ada Bunda disini!" gumam Hafsah menatap sendu, sambil mengusap sayang kepala putrinya.
Amat sedikit menundukan setengah badannya, pria itu menaikan selimut ditubuh Ayuna, dengan berkata, "Ayuna nggak boleh nangis, ya! Nanti Paman akan belikan mainan! Ayuna mau mainan apa?"
Ayuna sedikit tertarik dengan ucapan Amar saat ini. Hingga dia tidak mempedulikan para Perawat tadi yang hampir selesai memasang infus.
"Ayuna pingin boneka barbie, Paman! Yang ada Ayahnya juga," jawab polos Ayuna.
"Ya sudah, nanti Paman belikan dua, ya? Tapi Ayuna nggak boleh nangis lagi! Kasian nanti Bunda kepikiran. Oke!"
"Oke, Paman!" jawab Ayuna sambil satu tanganya tos dengan tangan Amar.
Hafsah tersenyum nanar, merasa lega dapat melihat Ayuna tersenyum kembali.
*
*
*
Sementara di Apartemen. Bastian kini hanya singgah sebentar, sekedar mengantarkan bahan makanan untuk mantan kekasihnya itu. Disaat dia baru saja keluar dari kamarnya, tatapanya memicing, kala melihat ponselnya sudah berpindah tempat dari semula.
Melihat Jesica yang kini sibuk didapur, sedang menata bahan makanan tadi, sontak dia terpaksa menghentikan aktivitasnya, disaat melihat Bastian berjalan kearahnya, sambil mengangkat ponselnya.
"Kamu yang memindahkan ponselku?" tanya Bastian dengan tatapan curiga.
Jesica bangkit dari hadapan lemari pendingin. Wanita blesteran itu melepaskan apron masaknya diatas meja, lalu mendekat kearah Bastian, sambil berkata,
"Tadi, pagi sekali ada wanita yang menelfonmu! Aku kira karyawanmu, karena dia bilang penting. Tapi dia langsung mematikannya, entahlah ...." Jawabnya sambil mengendikan bahu acuh.
Tatapan Bastian menunduk kembali kearah ponselnya. Dia terlihat mengotak atik ponsel itu kembali, dan betapa terkejutnya dia, kala mendapati sebuah nama sang putri dalam nomor tadi.
'Hafsah? Ada masalah apa dia menelfonku pagi sekali?' batin Bastian merasa khawatir.
Setelah itu dia langsung menuju balkon samping, untuk mencoba menghubungi Hafsah kembali.
Tut!!! Tut!!! Tut!!!
Sudah beberapa kali Bastian melakukan panggilan, namun ponsel Hafsah hanya berdering saja. Entah apa yang terjadi sebenarnya, karena mendadak perasaan serta pikiranya seketika menjadi kalut.
Tanpa Bantahan apapun, Bastian langsung saja beranjak menuju pintu keluar.
"Bas, kamu tidak ingin sarapan dulu?" tegur Jesica. Saat melihat mantan kekasihnya itu akan keluar.
Dan hanya menampakan guratan wajah cemasnya, Bastian langsung saja melenggang keluar, tanpa menjawab sepatah kata.
"Siapa sih wanita tadi?" gumam Jesica merasa kesal. Setelah itu, dia kembali melanjutkan aktivitas dapurnya.
*****
Mobil Bastian langsung melaju kencang membelah keramaian kota Malang saat ini.
Tujuannya saat ini kerumah sang sahabat, untuk memastikan apa yang terjadi dengan Ibu dan putrinya saat ini. Pikirnya, Hafsah saat ini tengah membencinya. Tapi ... Mengapa Hafsah sampai melakukan panggilan kepadanya? Berarti, ada keadaan genting, yang membuat Hafsah sampai rela menyampingkan egonya.
Mobil mewah Bastian tiba didepan kediaman sahabatnya~Ragantara. Dia langsung bergegas turun, sedikit berlari.
"Assalamualaikum ...."
Tok ... Tok ....
"Assalamualaikum!" Bastian kembali mengucapkan salam, sambil mengetuk pintu itu. Wajahnya semakin terlihat jelas khawatir, karena tidak ada aktivitas apapun dalam rumah tersebut.
Hingga tak berselang lama, dari dalam sama-samar Bastian dapat mendengar suara Mbok Nah yang menjawab salamnya.
"Walaikum salam ... Tunggu sebentar!" Mbok Nah berjalan kedepan dengan tertatih, karena tadi dia ada dibelakang sedang mencuci.
Ceklek!!!
"Mbok ... Apa Hafsah dirumah, Ayuna kemana?" tanya Bastian setelah mencium tangan wanita tua didepannya, sembari mengedarkan pandangan masuk kedalam.
"Putrimu dibawa Hafsah kerumah sakit, Bas. Alerginya kambuh, hingga panasnya tinggi! Tadi dia sudah sempat menghubungi kamu, tapi nggak bisa katanya," jawab Mbok Nah.
'Kurang ajar! Ini pasti ulah Jesica. Entah apa yang dia ucapkan pada Hafsah tadi' geram Bastian mengingat ucapan mantan kekasihnya beberapa menit yang lalu.
"Lalu, Hafsah kesana dengan siapa, Mbok? Di rumah sakit mana?" tanya Bastian kembali.
"Rumah sakit Malang, Bas! Tadi pagi kebetulan ada Amar datang kesini! Ya, terus langsung dibawa kesana."
'Siapa, Amar?'
"Ya sudah, Mbok ... Saya pamit dulu, mau langsung ke rumah sakit! Simbok baik-baik dirumah, ya!"
Setelah berpamitan, Bastian langsung melenggang pergi kembali menuju rumah sakit.
Ditengah rasa cemasnya memikirkan keadaan sang putri, dia masih tertarik dengan ucapan mbok Nah tentang siapa pria asing, yang bernama~Amar. Wajah tampan itu berangsur menjadi kesal, karena tindakan bodoh mantan kekasihnya, sehingga dia harus mendapati orang yang dia cintai dan sang putri, dibawa oleh pria lain.
Arghhh!!!
Teriaknya sambil memukul stir mobil sekilas, "Jesica benar-benar bodoh!" geram Bastian dengan kuat mencengkram setir mobil itu.
Entah mengapa, rasa cemburu kini mengusai dirinya.