naya menbeci atasan nya yang bernama raka tapi berujung jadi jatuh cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arsifa nur zahra u, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9 * bukan sekedar jeda *
Kami janjian di kape kecil yang tenang di sudut kota , bukan tempat biasa kami nongkrong . Aku datang lebih dulu duduk dekat jendela , menap hujan yang turun rintik - rintik . Seolah semesta ikut menyesuaikan suasana hati yang dari tadi gak tenang .
Beberapa menit kemudian, Raka datang. Tanpa jas, tanpa gaya formal. Cuma sweater gelap dan wajah yang... kelihatan lelah. Tapi matanya tetap hangat.
Dia duduk pelan, lalu menatapku lama.
“Aku minta maaf soal kemarin,” katanya.
Aku mengangguk pelan. “Gak perlu minta maaf, Pak. Itu masa lalu, kan? Dan gak ada hubungannya dengan saya ."
Dia menarik napas. “Iya. Ara itu mantan tunangan aku. Dulu kami hampir nikah. Tapi dia pergi. Dan setelah itu aku... susah buka hati buat siapa pun.”
Aku menggigit bibir. “Jadi... sekarang dia balik?”
Raka menggeleng. “Dia cuma mampir. Tapi kehadirannya bikin aku sadar satu hal.”
Aku menelan ludah. Deg-degan. “Apa?” tanyaku pelan
“Sadar kalau aku udah mulai buka hati lagi. Sama seseorang. Dan itu bukan Ara.” jawab raka
Hening.
Mataku langsung menghindar, tapi dia meraih tanganku di atas meja. Genggamannya hangat, mantap, dan serius.
“Naya... kamu tahu kan, aku bukan tipe yang gampang deket sama orang. Tapi sejak kita makin sering ngobrol, makin banyak kerja bareng, dan apalagi setelah pagi itu...” dia tersenyum sedikit, “aku gak bisa lagi pura-pura ini cuma kerjaan.” lanjutnya lagi
Aku diam. Rasa takut masih ada. Tapi perlahan, rasa percaya itu mulai menang.
“Aku takut, Raka,” bisikku. “Takut ternyata aku cuma pelarian. Atau kamu belum selesai dengan masa lalu kamu .”
Dia menggeleng pelan, lalu menatapku penuh. “Kamu bukan pelarian. Kamu pelabuhan.”
Kata-katanya kayak petir yang bikin dadaku gemetar.
“Aku gak janji hubungan kita bakal mulus. Tapi aku bisa janji satu hal—aku gak akan lari. Gak lagi.”
Aku menggenggam tangannya balik, masih dengan jantung yang berdebar kencang.
“Mungkin... kita bisa pelan-pelan?” tanyaku, setengah takut, setengah berharap.
Dia tersenyum, dan kali ini senyumnya gak cuma hangat. Tapi meyakinkan.
“Pelan-pelan. Tapi serius.”
Dan untuk pertama kalinya, aku pulang dari sebuah pertemuan tanpa keraguan. Hujan masih turun, tapi hatiku gak lagi mendung. Karena akhirnya, aku tahu—aku bukan cuma pengisi jeda dalam hidupnya.
Aku bagian dari cerita baru yang dia tulis dengan sadar. Tanpa bayangan masa lalu. Tanpa ragu.
Dan kali ini... mungkin aku gak perlu takut jatuh.
Karena dia ada di sana, siap jadi tempat aku mendarat.
*
Malam itu, di perjalanan pulang, aku memutar lagu yang dulu pernah bikin aku nangis diam-diam. Tapi kali ini rasanya beda. Bukan karena lagunya berubah. Tapi karena hatiku berubah.
Mungkin cinta gak selalu datang dengan kembang api atau pelukan dramatis. Kadang dia datang dalam bentuk obrolan sederhana, tatapan yang gak buru-buru pergi, atau genggaman tangan di atas meja kafe.
Dan sekarang, meski masa lalu Raka masih membayangi, aku tahu dia sedang berjalan ke depan. Dan arah langkahnya berjalan menuju aku.
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku merasa cukup. Gak sempurna, gak instan, tapi cukup.
Dan cukup... itu ternyata rasanya damai banget.
Akhirnya bisa tidur dengan nyenyak malam ini meski masih ada rintangan tapi dia sudah jujur tentang perasaannya .
g bertele-tele 👍👍👍👍👍
😘😘😘😘😘😘
gmn klo a ny jdi e😩😩😩😩