Raina cantika gadis berusia 23 tahun harus menerima kenyataan jika adiknya sebelum meninggal telah memilihkannya seorang calon suami.
Namun tanpa Raina ketahui jika calon suaminya itu adalah seorang mafia yang pernah di tolong oleh adiknya.
Akankah Raina menerima laki-laki itu untuk menjadi suaminya?
Apakah Raina dapat bahagia bersama laki-laki yang tidak dia kenal?
Ikuti kisah mereka selanjutnya, ya!
Jangan lupa untuk follow, like dan komentarnya!
Terima kasih 🙏 💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Sikap dingin arsenio
Raina berjalan, menghampiri meja makan. dia melihat arsenio, sedang menikmati sarapan paginya.
"S-selamat pagi." Dengan ragu, Raina menyapa arsenio.
"Duduk." titah arsenio, tanpa membalas sapaan Raina.
Arsenio memilih memakan makanannya, tanpa melihat kedatangan Raina di hadapannya. dia sama sekali tidak tertarik, dengan keberadaan Raina di depannya. namun dia hanya menjaga janji pada almarhum Fikri, untuk memperlakukan Raina dengan baik.
Raina yang merasa sungkan pun terlihat ragu, saat hendak akan menghampiri kursi. dia hanya terdiam, tanpa menyentuh makanannya.
Sreeet...
Terdengar suara kursi, yang bergeser. Arsenio pun, beranjak dari duduknya.
"Makanlah." ujar Arsenio pergi begitu saja, meninggalkan Raina yang terdiam.
Raina menghela nafas, melihat sikap arsenio kepadanya. dia pun berpikir, mungkin arsenio tidak suka kepadanya.
Raina terlihat bengong setelah melihat kepergian arsenio. tak lama kemudian datanglah Morgan, yang memang akan sarapan pagi.
"Hai, apa kamu sendirian? Mana arsen?" tanyanya, kemudian menggeser kursi.
Raina menggeleng pelan. "Dia sudah pergi."
Morgan mengernyitkan dahi, mendengar jawaban Raina.
"Kamu tidak perlu memikirkan dia. Lebih baik, kamu segera sarapan." titah Morgan, yang tahu akan sikap arsenio.
Raina pun mengangguk pelan. dia pun mengambil satu lembar roti, dan mengolesinya dengan selai coklat.
Morgan melihat sekilas pada Raina, yang memakan rotinya. dia merasa tenang, karena setidaknya saat ini Raina mau makan.
*
*
*
Tok tok tok
Morgan yang selesai sarapan pun, memutuskan untuk menemui arsenio di ruangannya. ada sesuatu, yang ingin dia bahas bersama arsenio.
"Kenapa kamu tidak menemani istri mu sarapan, arsen?" Morgan masuk, ke ruangan arsenio.
Arsenio melirik sekilas pada morgan, yang datang menghampirinya.
"Apa masalah, mu?" Tanpa melihat ke arah Morgan. arsenio pun balik bertanya.
Morgan menghela nafas. "Sekarang dia itu istri mu, arsen. Apalagi kamu sudah janji, pada almarhum fikri untuk menjaganya."
Arsenio menatap tajam, Morgan yang terkesan ikut campur dengan urusannya. dia pun, berdiri dan membelakanginya.
"Kamu tahu, aku paling benci dengan sebuah ikatan. Apalagi, jika aku harus terlibat dengan seseorang perempuan," ujar arsenio dingin.
"Di sini, bukan hanya kamu saja yang merasa terpaksa dengan pernikahan ini. Apa kamu tidak memikirkan, jika perempuan itu mungkin juga terpaksa melakukan semua ini." sahut Morgan mengingatkan.
Arsenio mengeraskan rahangnya. dia benar-benar tidak menyangka, jika harus menjalani kehidupan yang bertentangan dengan prinsipnya.
Dia pun membalikkan badannya dan menatap tajam, Morgan. "Itu resiko dia. Aku tidak akan mengingkari janji ku pada, almarhum fikri. Tapi aku juga belum bisa menerima, dia. Namun aku tetap akan bertanggung jawab, untuk melindungi dia sesuai keinginan fikri."
Morgan terdiam, tidak lagi membuka suaranya. sebab dia tahu, jika akan percuma berbicara dengan arsenio yang sangat keras kepala. dia pun segera pamit pada, arsenio.
Setelah kepergian Morgan, Arsenio menghela nafas kasar. dia pun mengambil sebuah foto kebersamaannya, dengan kedua orang tuanya.
Arsenio pun menatap foto itu, dengan sorot mata tajam. "Kalian yang membuat hidup ku, seperti ini! Bahkan aku tidak bisa merasakan, apa itu kasih sayang? Aku benci kalian!"
Arsenio pun melemparkan foto itu, ke sembarang arah. kini hatinya marah, saat mengingat bagaimana hancurnya hati arsenio pada waktu kecil dulu.
*
*
*
Setelah selesai sarapan, Raina pun memutuskan untuk pergi kembali ke kamarnya. namun langkahnya terhenti, saat melihat arsenio yang berjalan berpapasan dengan wajah datar dan dinginnya.
Arsenio yang menyadari kehadiran Raina pun, sama sekali tidak menegur maupun menyapanya.
Raina menghela nafas, melihat sikap arsenio kepadanya. sebenarnya dia ingin meminta maaf, atas sikapnya selama ini karena sudah asal menuduhnya.
Dia pun, cepat-cepat kembali ke kamarnya. dia pun berusaha mencari cara, supaya bisa menyampaikan permintaan maafnya pada arsenio.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam harinya...
Suasana di rumah arsenio, sangat sepi. Raina yang merasa bosan pun, memutuskan untuk turun ke lantai bawah. Raina memperhatikan sekeliling rumah, yang sangat sepi.
"Selamat malam nona." sapa pelayanan, tiba-tiba saja muncul di hadapan Raina.
Raina seketika memegangi dadanya, karena terkejut. dia pun menatap tajam pelayan, yang tersenyum kepadanya.
"Maaf nona, jika saya mengagetkan anda." ucapnya, menundukkan kepalanya.
Raina pun menghela nafas. "Kali ini aku, maafkan. Tapi lain kali jangan seperti ini, ya?"
Pelayan itu pun, mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Baik nona, saya mengerti."
"Oh.. iya kita belum berkenalan. Siapa nama mu?" Tiba-tiba Raina, mengulurkan tangannya.
Pelayan pun tertegun, melihat Raina bersikap seperti itu. dia pun melihat ke sekeliling rumah, memastikan tidak ada yang melihatnya berjabatan tangan dengan istri tuannya.
"Nama ku dila, nona." jawabnya sopan.
"Jangan panggil aku nona. Panggil saja aku, Raina. Sepertinya, usia kita tidak terlalu jauh." ujar Raina, memberikan saran.
Dila pun menundukkan kepalanya. "Maaf nona, di sini usia tidak lah penting. Saya takut, tuan arsenio marah jika lancang memanggil anda dengan sebutan nama. Karena bagaimana pun juga, anda adalah istri dari tuan arsenio."
Raina mendesah pelan. bukan hal seperti ini, yang dia inginkan. tapi sepertinya, semua orang di sini terlihat menghormati arsenio. dia pun menjadi penasaran, siapa sebenarnya arsenio.
"Kalau boleh aku tahu, sebenarnya kemana semua orang di rumah ini?" tanya Raina hati-hati.
Dila pun tersenyum. "Tuan arsenio belum pulang dari kantornya, nona. Sedangkan yang lain, mereka sedang melakukan pekerjaan seperti biasanya."
Raina mengernyitkan dahi, saat mendengar jawaban terakhir dila.
"Memangnya, mereka bekerja apa malam-malam seperti ini?" tanya Raina heran.
Dila hanya pun tersenyum. "Untuk itu, nona bisa menanyakan pada tuan arsenio. Sebab jujur, saya juga kurang tahu tentang hal itu."
Raina sedikit kecewa, dengan jawaban Dila. dia memutuskan untuk duduk di ruang tamu, sembari menunggu arsenio pulang.
Hampir dua jam lebih menunggu, tetapi arsenio belum juga pulang. Raina yang menunggunya pun, tidak terasa tertidur di sofa.
"Nona, sebaiknya jangan tidur di sini. Tuan arsenio, bisa marah." ucap Dila, mendekati Raina.
"Aku tidak tidur, Dila. Aku akan tetap menunggunya, di sini." balas Raina, nyaris tidak jelas.
Dila hanya menghela nafas. dia pun membiarkan Raina tidur di sofa, sambil menunggu arsenio pulang.
Pukul dua belas malam, arsenio pun baru pulang ke rumah bersama morgan. saat melewati ruang tamu, tiba-tiba arsenio menghentikan langkahnya, menatap seseorang yang sedang tidur di sofa.
"Maaf tuan, tadi saya sudah meminta nona Raina untuk tidur di kamarnya. Tapi nona menolaknya, dengan alasan ingin menunggu tuan pulang." Dila menyambut kedatangan arsenio, yang menatapnya tajam.
"Biarkan saja. Nanti juga, dia akan pindah sendiri." Arsenio pergi dari sana begitu saja. dia sama sekali tidak peduli, dengan keadaan Raina yang tertidur di sofa.
Dila dan morgan saling tatap, melihat sikap arsenio yang begitu acuh. morgan pun langsung menyusul arsenio, yang sudah naik ke lantai atas.
"Arsen, apa kamu tidak kasihan pada Raina. Dia sengaja menunggu, mu. Setidaknya, kamu pindahkan dia ke kamarnya."
Arsenio menghentikan langkahnya. dia pun menatap tajam morgan, yang berani menyuruhnya.
"Kalau kamu khawatir kepadanya. Maka silahkan pindahkan dia, ke kamarnya." Arsenio dengan entengnya, berbicara seperti itu pada morgan.
Morgan pun menghela nafas kasar. "Baiklah, jangan salah kan aku, jika nanti kami tidur bersama satu ranjang!" celetuk morgan kesal.
Dia pun meninggalkan arsenio, yang seketika terdiam dengan tatapan sulit di artikan.